Jakarta-Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas)
Sigit Pramono menilai pemerintah harus mendirikan Bank Pembangunan
Infrastruktur (BPI), bank khusus yang fokus membiayai proyek-proyek
infrastruktur dan investasi jangka panjang lainnya.
“Proyek semacam ini (infrastruktur) harus ditangani bank khusus, karena
struktur dana pihak ketiga yang dihimpunnya tidak diminati oleh bak-bank umum
(bank komersial)," ujar Sigit saat peluncuran buku karyanya berjudul:
"Mimpi Punya Bank Besar" di Jakarta, Rabu (15/10).
Adapun proyek infrastruktur yang akan dibiayai, lanjut Sigit, antara lain
pembangunan jalan tol, bandar udara, pelabuhan laut, jembatan tol, bendungan untuk
irigasi dan pembangkit listrik serta saluran irigasi.
Menurut Sigit, pembangunan infrastruktur dan investasi
jangka panjang sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian Indonesia keluar
dari zona negara berpendapatan menengah.
Sebagai modal awal BPI pemerintah pusat dapat mengalokasikan modal
sekurang-kurangnya Rp100 triliun "Jika kita percaya bank adalah jantung
perekonomian, sebaiknya kita membereskan dulu jantungnya. Kita perbesar
kapasitasnya agar berkelas jantung atlet pelari marathon, bukan sekedar jantung
pelari jarak pendek," ujar Sigit.
Sigit menuturkan, dana setoran modal BPI dapat berasal dari
APBN yang disisihkan dari penghematan subsidi bahan bakar minyak (BBM).
Penyisihan dana yang berasal dari subsidi BBM untuk modal mendirikan BPI itu
tentu akan memicu perdebatan dan kontroversi.
Ia menambahkan, modal yang disetor tersebut dapat digunakan sebagai pengungkit
(leverage) guna menarik dana obligasi hingga Rp 800 triliun. Menurutnya, dana
sebesar itu dapat digunakan untuk membangun 50 jaringan mass rapid transit
(MRT) seperti yang kini sedang dibangun Pemerintah DKI Jakarta dari Lebak
Bulus, Jakarta Selatan, hingga Dukuh Atas, Jakarta Pusat.
“Jika untuk tol, dana sebesar itu dapat digunakan membangun
10 ruas tol Trans Jawa sepanjang sekitar 800 kilometer," ujar Sigit.(ant/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar