Jumat, 22 Agustus 2014

Djan Faridz Cerita Soal Pengembang Tak Mau Bangun Rumah Sederhana

Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz
Jakarta -Program hunian berimbang yang dibuat Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mandek. Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz membeberkan beberapa alasan di balik mandeknya program tersebut.

Aturan hunian berimbang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyat (Permenpera) No.10/2012 yang telah mulai berlaku sejak 7 Juni 2012. Intinya, para pengembang wajib membangun permukiman dengan komposisi 3:2:1 (tiga berbanding dua berbanding satu), yaitu tiga atau lebih rumah sederhana berbanding dua rumah menengah berbanding satu rumah mewah.


“Misalnya dari 1.000 rumah, 20% harus untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah)," kata Djan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta baru-baru ini.


Salah satu alasan yang paling mendasar adalah, masalah penolakan dari masyarakat berpenghasilan tinggi kepada MBR tinggal di satu kawasan. Penolakan disebabkan karena gaya hidup yang berbeda antara MBR dengan yang berpenghasilan tinggi.

“Tetapi pengembang merasa kalau warga berpenghasilan tinggi ini gaya hidup beda dengan MBR. Kalau berpenghasilan tinggi cuci baju sampai kering pakai mesin, kalau MBR cuci baju di WC atau di kamar mandi dan lalu dijemur. Nah ini yang membuat kawasan rumah mewah sedikit dirusak dengan jemuran padahal mereka (masyarakat berpenghasilan tinggi) membeli dengan biaya tinggi," bebernya.


“Lalu kolam renang mereka pakai celana mahal, kalau MBR hanya pakai kolor," imbuhnya.

Menurut Djan alasan ini dinilai tidak masuk akal. Indonesia harus bisa belajar dari Singapura, dimana di dalam satu kawasan hunian bercampur berbagai etnis dan kondisi ekonomi masyarakat bersangkutan.


“Contohnya di Singapura, untuk perataan etnis mereka (pemerintah) satukan di satu kawasan. Jadi nanti dibagi ada berapa persen untuk etnis Melayu, etnis China, dan etnis India jadi ada hunian berimbang yang dibangun di sana," sebutnya.


Si Miskin di Tengah Kota

Sementara Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) akan mengatur mekanisme tempat tinggal, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan tinggi atau orang kaya. Kemenpera akan membuat peraturan menteri (Permen) yang mengatur, orang kaya harus tinggal di pinggiran kota Jakarta.

“Kita siapkan Permen (peraturan menteri), tentunya dengan koordinasi dengan beberapa menteri. Masyarakat berpenghasilan tinggi ini orang ada yang cukup uang, tetapi kita buat aturan ini untuk kepentingan orang banyak. Jadi mereka nanti ini tinggal di pinggir kota. Dengan tinggal di pinggir kota dan tanah yang cukup luas, mereka bisa menikmati kolam renang dan halaman yang luas. Luas rumahnya antara 250-500 meter persegi dari luas lahan 2.500 meter persegi," papar Djan Faridz.


Djan berpendapat, aturan ini dibuat untuk mengurangi tingkat kepadatan lalu lintas di ibu kota Jakarta. Menurutnya, rata-rata orang kaya di Jakarta mempunyai kendaraan lebih dari 1 unit.

“Ya, untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ibu kota. Setiap orang yang mempunyai kemampuan keuangan pasti memiliki mobil lebih dari satu. Satu keluarga bisa 5 mobil dan masuk ke ibukota setiap hari," imbuhnya.


Kemudian di dalam Permen itu akan diatur, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) justru akan ditarik ke tengah kota. Nantinya MBR akan ditempatkan di rumah susun tengah kota dan disediakan armada transportasi publik. Sehingga dengan rencana ini, Djan yakin kepadatan Kota Jakarta akan terurai.



“Saya akan berikan insentif biaya listrik, gas dan air juga PBB yang jauh lebih murah supaya merangsang MBR tinggal di rusun. Kita sudah ketinggalan zaman kalau tinggal di rumah tapak. Contohnya Jakarta gerak saja untuk mobil sudah susah sekali. Pembangunan kota dengan transportasi massal tidak sejalan jadi mereka menggunakan kendaraan pribadi," jelas Djan.(dtk/lee)

Tidak ada komentar: