Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Djan Faridz |
Jakarta -Program hunian berimbang yang dibuat
Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) mandek. Menteri Perumahan Rakyat
(Menpera) Djan Faridz membeberkan beberapa alasan di balik mandeknya program
tersebut.
Aturan hunian berimbang sudah diatur di dalam Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat (Permenpera) No.10/2012 yang telah mulai berlaku sejak 7 Juni 2012.
Intinya, para pengembang wajib membangun permukiman dengan komposisi 3:2:1
(tiga berbanding dua berbanding satu), yaitu tiga atau lebih rumah sederhana
berbanding dua rumah menengah berbanding satu rumah mewah.
“Misalnya dari 1.000 rumah, 20% harus untuk MBR (Masyarakat Berpenghasilan
Rendah)," kata Djan saat ditemui di JCC Senayan, Jakarta baru-baru ini.
Salah satu alasan yang paling mendasar adalah, masalah
penolakan dari masyarakat berpenghasilan tinggi kepada MBR tinggal di satu
kawasan. Penolakan disebabkan karena gaya hidup yang berbeda antara MBR dengan
yang berpenghasilan tinggi.
“Tetapi pengembang merasa kalau warga berpenghasilan tinggi ini gaya hidup beda
dengan MBR. Kalau berpenghasilan tinggi cuci baju sampai kering pakai mesin,
kalau MBR cuci baju di WC atau di kamar mandi dan lalu dijemur. Nah ini yang
membuat kawasan rumah mewah sedikit dirusak dengan jemuran padahal mereka
(masyarakat berpenghasilan tinggi) membeli dengan biaya tinggi," bebernya.
“Lalu kolam renang mereka pakai celana mahal, kalau MBR hanya pakai
kolor," imbuhnya.
Menurut Djan alasan ini dinilai tidak masuk akal. Indonesia harus bisa belajar
dari Singapura, dimana di dalam satu kawasan hunian bercampur berbagai etnis
dan kondisi ekonomi masyarakat bersangkutan.
“Contohnya di Singapura, untuk perataan etnis mereka (pemerintah) satukan di
satu kawasan. Jadi nanti dibagi ada berapa persen untuk etnis Melayu, etnis
China, dan etnis India jadi ada hunian berimbang yang dibangun di sana,"
sebutnya.
Si Miskin di Tengah Kota
Sementara Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perumahan
Rakyat (Kemenpera) akan mengatur mekanisme tempat tinggal, khususnya bagi
masyarakat berpenghasilan tinggi atau orang kaya. Kemenpera akan membuat
peraturan menteri (Permen) yang mengatur, orang kaya harus tinggal di pinggiran
kota Jakarta.
“Kita siapkan Permen (peraturan menteri), tentunya dengan koordinasi dengan
beberapa menteri. Masyarakat berpenghasilan tinggi ini orang ada yang cukup
uang, tetapi kita buat aturan ini untuk kepentingan orang banyak. Jadi mereka
nanti ini tinggal di pinggir kota. Dengan tinggal di pinggir kota dan tanah
yang cukup luas, mereka bisa menikmati kolam renang dan halaman yang luas. Luas
rumahnya antara 250-500 meter persegi dari luas lahan 2.500 meter
persegi," papar Djan Faridz.
Djan berpendapat, aturan ini dibuat untuk mengurangi tingkat
kepadatan lalu lintas di ibu kota Jakarta. Menurutnya, rata-rata orang kaya di
Jakarta mempunyai kendaraan lebih dari 1 unit.
“Ya, untuk mengurangi kemacetan lalu lintas ibu kota. Setiap orang yang
mempunyai kemampuan keuangan pasti memiliki mobil lebih dari satu. Satu
keluarga bisa 5 mobil dan masuk ke ibukota setiap hari," imbuhnya.
Kemudian di dalam Permen itu akan diatur, masyarakat berpenghasilan rendah
(MBR) justru akan ditarik ke tengah kota. Nantinya MBR akan ditempatkan di
rumah susun tengah kota dan disediakan armada transportasi publik. Sehingga
dengan rencana ini, Djan yakin kepadatan Kota Jakarta akan terurai.
“Saya akan berikan insentif biaya listrik, gas dan air juga PBB yang jauh lebih
murah supaya merangsang MBR tinggal di rusun. Kita sudah ketinggalan zaman
kalau tinggal di rumah tapak. Contohnya Jakarta gerak saja untuk mobil sudah
susah sekali. Pembangunan kota dengan transportasi massal tidak sejalan jadi
mereka menggunakan kendaraan pribadi," jelas Djan.(dtk/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar