Bagi Anda yang sudah
berkeluarga, tentu menginginkan kehidupan berkeluarga yang ideal. Hidup dengan
harmonis, keluarga yang sehat dan perekonomian yang memadai. Lalu bagaimana
agar hal tersebut bisa terwujud? Faktor ekonomi merupakan
salah satu faktor yang menimbulkan ketidaksejahteraan masyarakat, terutama keluarga. Jika perekonomian keluarga tidak memadai, hal
tersebut tentu akan berimbas pada pendidikan dan kesehatan anak.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah melakukan sebuah terobosan
untuk mengatasi permasalahan sosial yang seperti ini. Salah satu hal yang
dilakukan adalah dengan
membentuk sebuah program, yakni program Keluaraga Berencana (KB).
Kepala Bidang Kesertaan KB Jalur Wilayah dan Sasaran
Khusus BKKBN Provinsi Jambi, Alphi Yusminanda, mengatakan, program KB ini dibentuk untuk mengatasi masalah sosial di dalam keluarga maupun masyarakat.
Menurut Alphi Yusminanda, bahwa Program KB telah ada sejak zaman Orde Baru. Tepatnya pada
tahun 1967, yakni adanya sebuah gerakan tentang keluaraga berencana yang dipelopori oleh PKBI
(Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia), yang dibentuk pada tahun 1957.
Kemudian, pemerintah pusat membentuk sebuah kelembagaan yang diberi nama Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) pada tahun 1968. LKBN ini bersifat semi pemerintah, yang dibimbing oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Rakyat pada masa itu.
“KB bertujuan untuk memperbaiki kesehatan,
kesejahteraan ibu, anak dan keluarga. Selain itu, untuk mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf
hidup dan martabat dalam berkeluarga dan mengurangi angka kematian ibu maupun
anak, serta ingin menanggulangi kesehatan reproduksi,” ujarnya.
Program KB yang dibuat oleh pemerintah adalah sebuah program yang memiliki makna yakni, suatu usaha untuk merencanakan jumlah anak dan jarak
kehamilan yang tidak terlalu dekat. Selain itu, untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, dengan mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan umur
suami istri.
“Namun demikian, hal tersebut tidak terlepas dari empat T. Yakni Terlalu banyak, Terlalu Tua, Terlalu dekat, dan terakhir adalah Terlalu muda. KB adalah sebuah program pemerintah untuk memberikan
sebuah solusi dalam mewujdkan kesejateraan masyarakat, khususnya dalam kehidupan
berkeluarga,” ujarnya.
Jargon dari BKKBN dan pemerintah adalah “Dua Orang Anak Cukup”. Yang mana
hal ini memperhatikan ketentuan empat T tersebut.
“Dua Orang Anak Cukup itu, sebuah kalimat yang dijargonkan oleh pemerintah,
kenapa demikian? Karena tidak terlepas dari empat T yaitu Terlalu banyak tidak
baik untuk ibu dan keluarga, Terlalu tua memiliki anak juga tidak baik untuk
kesehatan ibu, Terlalu dekat jarak kehamilan juga tidak baik untuk ibu dan
Terlalu muda melahirkan juga tidak baik untuk ibu,” ujarnya.
Pernikahan Ideal
Pernikahan yang ideal adalah pria yang berumur 25 tahun
dan wanita berumur 21 tahun. Hal ini adalah salah satu cara untuk menjalankan program KB dengan
baik dalam keluarga. Bagi ibu
yang telah berumur 22 tahun pada saat melahirkan, lima tahun ke depan adalah salah satu langkah untuk bisa mengikuti program KB.
“Untuk menjalankan KB secara efektif adalah dengan melangsungkan pernikahan dengan umur yang telah cukup. Yakni wanita berumur 21 tahun dan pria berumur 25 tahun. Umur 22
tahun sang istri melahirkan anak pertama dengan jarak lima tahun, istri
diperbolehkan untuk mengikuti Program KB. Sehingga tidak
terlalu dekat jarak
antara anak pertama dengan anak kedua. Sehingga dalam memberikan perhatian
terhadap anak dapat efektif,” ujar Alphi.
Menurut Fakultas Univrsitas Muhammadiyah Jogyakarta
ini juga mengatakan bahwa, wanita yang berumur di bawah 21 tahun yang mengalami kehamilan, akan meningkatkan risiko
kematian pada ibu dan bayi. Begitu juga dengan wanita dengan usia di atas 35
tahun. Program KB dibuat, untuk mengatasi permasalahan seperti ini.
“Terlalu banyak anak, secara kesehatan ibu bisa
terganggu dan psikologi anak juga bisa berpengaruh. Karena,
tidak adanya bentuk perhatian yang efektif yang diberikan oleh orangtuanya. Selain itu
juga, pendidikan pun juga akan
terbengkalai dan hal ini juga masalah dalam keluarga,” ujarnya.
Membentuk Keluarga yang Ideal
Program KB dilakukan, untuk
mewujudkan terbentuknya keluarga yang ideal. Yang diiringi dengan keluarga yang
sehat, berpendidikan,
sejahtera dan hak-hak reproduksi dapat terpenuhi.
Dalam merencanakan kehamilan butuh sebuah kerja sama
antara suami dan istri. Dengan mempertimbangkan
perkembangan anak baik dari segi perhatian, pendidikan dan kesehatan bisa tetap
terjaga dengan baik. Seorang anak pun bisa
mendapatkan haknya sebagai seorang anak dari kedua orangtuanya.
“Dengan merencanakan kehamilan anak akan mudah terjaga. Pendidikan
yang baik, perhatian yang penuh diberikan oleh orangtuanya dan perekonomian keluarga pun bisa selalu terjaga. Program ini seyogianya bisa
berjalan dengan baik. Karena memang, dalam sosialisasi pun belum menemui
kendala-kendala yang signifikan,” ujarnya.
Tidak Hanya Istri
Untuk saat ini, program KB tidak hanya diperuntukkan
untuk seorang istri saja. Akan tetapi juga diperuntukkan untuk seorang suami. Program KB untuk pria ini,
dikenal dengan sebutan vasektomi.
“Program KB pria yang dikenal dengan istilah vasektomi. Secara sosialisasi
telah berjalan, akan tetapi hal ini masih mendapatkan kendala. Kendala ini
bukan saja di Provinsi Jambi, tetapi di daerah-daerah lain pun juga mendapatkan kendala. Terutama tidak
mendapatkan dukungan dari MUI dalam bentuk tertulis,” ujarnya.
Awalnya, vasektomi disebut sebagai KB yang
permanen untuk pria. Namun dengan berkembanganya ilmu pengetahuan, hal ini pun tidak dibenarkan.
Sebagian besar pria, memilih menolak untuk mengikuti program KB pria tersebut. Mereka khawatir,
jika vasektomi tersebut dapat
merugikan baik untuknya, maupun untuk istri.
“Kebanyakan pria menolak untuk vasektomi, dengan berbagai kekhawatiran yang akan terjadi bagi
kesehatan alat reproduksinya. Yang juga bisa berdampak
kepada istri, sehingga vasektomi
belum berjalan secara efektif,” kata Alphi.(*/lee)
***
Pro Kontra Program KB
Gerakan KB, tidak mendapatkan dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Yang mana, MUI menganggap bahwa program ini tidak sesuai dengan pandangan agama
Islam, yang mengaharuskan adanya keterbatasan dalam melahirkan. Akan tetapi, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan alasan yang
dapat di pahami,
sehingga MUI pun mendukung program pemerintah, untuk merealisasikan program
KB.
“Dulu, KB ini sangat ditentang oleh
MUI. Namun dengan pertimbangan bersama dan ilmu pengetahuan yang semangkin maju, sehingga MUI pun
memberikan dukungan penuh kepada pemerintah dalam menjalankan program KB,” ujar M Hasbi Hasyidiqi, anggota Fatwa MUI Provinsi Jambi.
Terdapat dua sisi yang diihat dari MUI, dalam penerapan Program KB tersebut. Pertama, dari sisi
pengaturan yakni pengaturan kehamilan terhadap sang istri, yang bertujuan untuk menjaga
kesehatan sang istri maupun calon bayinya. Selanjutnya yang kedua adalah pembatasan. Dalam artian pembatasan
anak, agar anak mendapatkan hak yang layak dari orangtuanya. Baik dari
segi pendidikan anak, maupun
kesehatan dalam bentuk perhatian terhadap anak.
Alat KB
Ada beberapa alat yang digunakan dalam menjalankan program KB. Di antaranya, pil KB, KB dengan cara disuntik, kondom
yang digunakan oleh pria, Intra Utirine Device atau yang dikenal
dengan Spiral. Ini disampaikan Alphi Yusminanda, Kepala Bidang
Kesertaan KB Jalur Wilayah
dan Sasaran Khusus BKKBN Provinsi Jambi.
“Harapannya, KB ini dapat diterima oleh masyarakat luas. Sehingga kesejahteraan dalam
keluarga dapat terwujud dengan baik dan tidak ada lagi alasan untuk tidak
memberikan perhatian kepada anak. Anak wajib mendapatkan pendidikan yang tinggi.
Insya Allah, dengan adanya program KB, masyarakat
ataupun keluarga akan jauh dari kehidupan yang penuh dengan kesengsaraan. Sehingga dalam
menjalani kehidupan berkeluarga dapat selalu harmonis,” ujarnya.
Salah satu keluarga yang
mengikuti program KB adalah keluarga M Husairi dan Novita. Dalam hal ini, yang
mengikuti program KB adalah Novita selaku istri. Karena, Husairi selaku suami
Novita, enggan mengikuti program vasektomi.
“Program KB, kami telah menjalankannya. Hanya saja, yang menjalankan itu hanya istri saya dan saya
menolak untuk menjalankan program KB yang disebut dengan vasektomi,” ujar Husairi.
Diakui Husairi, bahwa program
KB yang dijalankan oleh keluarganya tersebut sangat bermanfaat bagi
keluarganya. Hal tersebut dilakukan, demi kesehatan keluarga dan masa depan
anak-anaknya.
“Program KB bagi kami, cukup memberikan manfaat bagi keluarga kecil kami. Akan tetapi, saya tidak menggunakan KB yang secara permanen. Sebenarnya
bagi kami untuk merencanakan kehamilan, juga bisa dilakukan tanpa melalui KB. Tapi dengan
pertimbangan, untuk kesehatan saya dan anak-anak saya kelak, apalagi memikirkan
pendidikannya ke depan. Sehingga saya pun ikut dalam menjalankan program KB,” ujar Novi.(lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar