Tanah Wakaf Syeh Abdurahmandi Jambi. FT Dok Harian Jambi |
Seiring hijrahnya beberapa orang
dari bangsa Arab yang kemudian menetap di Indonesia, hijrah pula tradisi dan
budaya bangsa Arab ke Indonesia. Seperti halnya seni musik dan tari, yang
banyak digandrungi oleh masyarakat pribumi pada umumnya.
Kesenian bangsa arab yang paling
tenar di Indonesia adalah musik gambus dan tari zapin. Bahkan kedua aliran seni
yang berbeda ini pun cukup mempengaruhi tercetusnya beberapa kesenian tradisi
Indonesia khususnya melayu.
Musik gambus dan tari zapin
adalah perpaduan
dua aliran seni berbeda yang menjadi tradisi khas bangsa Arab
di Indonesia. Keduanya disebut-sebut sebagai inspirator musik dan tari
tradisional melayu Indonesia termasuk Jambi.
Gambus merupakan alat musik petik
yang berasal dari Timur Tengah. Bentuknya hampir menyerupai gitar yang
dipasangi 3 senar sampai 12 senar. Gambus ini biasa dimainkan dengan diiringi
musik gendang. Musik ini biasa dilantunkan guna mengiringi tari zapin dari
bangsa Arab.
Musik gambus hadir di tengah-tengah
masyarakat Indonesia bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam ke Indonesia.
Sehingga, warna musiknya pun bernafaskan Islam dengan syair berbahasa Arab.
Saat ini, tidak sedikit orkes
yang menjadikan musik gambus sebagai alat musik utamanya. Alat musik tersebut
dipadukan dengan alat musik pendukung lainnya seperti biola, seruling, gendang
dan alat musik pendukung lainnya. Orkes ini biasanya menyanyikan lagu-lagu
shalawat dan pujian-pujian dalam berbahasa arab. Namun tidak menutup
kemungkinan juga dalam bahasa Indonesia. Disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan dalam menyajikan.
Selanjutnya, tari zapin yang
berasal dari bangsa Arab merupakan tari persaudaraan sebagai bentuk dari
eratnya pergaulan. Tarian ini dilakukan oleh pria dengan berbagai jenis
gerakan-gerakan sederhana.
Zapin
dipercayai dibawa oleh mubaligh-mubaligh dari Timur Tengah kira-kira pada abad
ke-15. Kebanyakan para mubaligh dan pedagang ini dating ke Indonesia serambi
menyebarkan ajaran Islam, kemudian membawa tradisi budayanya ditengah-tengah
masyarakat Indonesia. Pada awalnya, hanya golongan lelaki yang menyertai tarian
ini. Tapi sekarang, tarian ini telah dimodifikasi dengan penyertaan wanita
dalam tarian tersebut.
Saat ini Indonesia juga memiliki
berbagai jenis tari zapin. Tari zapin ini identik dengan kebudayaan melayu.
Berbeda dengan bangsa Arab, tari zapin melayu dilakukan oleh laki-laki maupun
perempuan. Bahkan, tarian ini biasa dilakukan secara berpasangan.
Tari zapin Indonesia pada
dasarnya dipengaruhi oleh zapin dari bangsa Arab. Hasil modifikasi gerakan dan
unsur lain, kini mampu menyajikan berbagai macam jenis tarian zapin
kontemporer. Tarian zapin melayu pun saat ini disebut sebagai tari kreasi
melayu.
Telah banyak tari zapin Arab yang
berevolusi menjadi beragam tari kreasi melayu. Untuk di tari kreasi Jambi,
tarian tersebut dapat dilihat dari tari zapin bedana, zara zapin, zapin budi
dan lain-lain. (*/lee)
***
Suku
Bangsa Arab Garis Keturunan Sultan Thaha
Sulthan Thaha Syaifuddin.Ft IST |
Bafadhal merupakan salah satu
suku dari bangsa Arab yang ada di Provinsi Jambi. Di samping
suku-suku Arab lainnya seperti Baraqbah, Al Habsy dan lain-lain. Bahkan anak
keturunan dari suku Bafadhal ini merupakan sultan terakhir Jambi, yakni Sultan
Thaha.
Menurut Fauzi Bafadhal,
Sekretaris Badan Wakaf Keluarga Besar Bafadhal Provinsi Jambi, ibu dari Sultan
Thaha merupakan salah satu keluarga besar dari Suku Bafadhal. Inilah mengapa,
Sultan Thaha juga disebut-sebut sebagai salah satu keluarga besar dari Suku Bafadhal.
“Pangeran Fahruddin (Ayah Sultan
Thaha), saat itu menikah dengan gadis keturunan Bafadhal. Dari hasil pernikahan
itu lahirlah Pangeran Sultan Thaha tadi. Itu artinya, ibu dari Pangeran Sultan
Thaha merupakan keluarga besar dari keturunan Bafadhal. Saya lupa namanya,”
ujarnya.
Bafadhal mulai ada di Provinsi
Jambi ketika Husein Baraqbah, salah satu
warga suku Baraqbah, mengajak Ahmad Sufi Bafadhal dan beberapa teman lainnya
untuk hijrah ke Jambi. Selain untuk berdagang, hijrahnya mereka ke Jambi tidak
lain adalah untuk menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
Dikatakan Fauzi, keluarga besar
bafadhal mengikuti ajaran Imam Syafi’I dalam menjalankan syariat-syariat Islam.
“Bafadhal itu wajib mengikuti ajaran dari Imam Syafi’i. Mazhab kita
itu,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa tidak
adanya larangan bagi keluarga Bafadhal untuk menikah dengan suku lain selain
dari keluarga besar Bafadhal. Ini menampik wacana di kalangan masyarakat, yang
mengatakan bahwa bangsa arab tidak diperbolehkan menikah dengan suku selain
dari sukunya sendiri.
“Kalau suku lain memang ada yang
seperti itu. Tapi kalau Bafadhal tidak ada larangan. Silahkan saja menikah
dengan suku lain. Asalkan dia sama-sama Islam. Hanya saja kalu bisa, garis
keturunan itu dipertahankan,” ujarnya.
Selanjutnya, Fauzi juga menampik
anggapan, bahwa keluarga besar dari suku Bafadhal enggan berbaur dengan suku
lain termasuk warga pribumi. Menurutnya, keluarga Bafadhal sama halnya dengan
masyarakat lain yang berdomisili di Jambi. Tidak ada larangan maupun aturan yang
mengikat Bafadhal untuk berbaur seperti masyarakat pada umumnya. “Kita berbaur
kok. Tetap berinteraksi dengan masyarakat pada umumnya,” katanya.
Keluarga besar Bafadhal memiliki
kultur yang sangat rekat. Hingga saat ini, keluarga besar Bafadhal masih sering
berkumpul dalam kegiatan-kegiatan keluarga seperti arisan, yasinan, mengaji
bersama dan lain-lain. Ini dikatakan Asiah (76), salah satu tokoh yang dituakan
oleh keluarga besar Bafadhal saat ini.
“Keluarga besar Bafadhal masih
sering kumpul-kumpul di rumah saya. Hampir setiap minggu juga ada pengajian
ibu-ibu seperti yasinan, arisan, mengaji,” ungkapnya.
Bangsa Arab khususnya Bafadhal
memiliki budaya yang sangat menarik. Peminat budaya tersebut juga tidak
sedikit. Namun Asiah menyesalkan, bahwa kebudayaan Bafadhal belakangan semakin
hilang.
Budaya yang disebutkannya
tersebut yakni musik gambus dan tari zapin. Kesenian dari bangsa Arab ini
menurutnya sempat menjamur dimasa lalu. seiring berkembangnya kesenian yang
semakin modern, musik gambus dan tari zapin pun menjadi semakin terpinggirkan.
“Musik gambus dan tari zapin itu
masih ada. Masih ada yang mau memainkannya. Tapi, sekarang musik gambus tidak
terlalu diminati seperti dulu. Mungkin karna pemainnya terlalu banyak dan
ribet. Kesenian juga semakinj modern sekarang. Ada yang jauh lebih mudah
dimainkan. Seperti organ, cuma butuh satu orang untuk memainkannya,” ujar
Asiah.
Terkait bangunan bersejarah,
keluarga Bafadhal memiliki beberapa lokasi bersejarah peninggalan keluarga
Bafadhal terdahulu. Bangunan tersebut seperti Masjid Magatsari, Makam Talang
Jauh, begitu juga dengan Madrasah Al-Khairiyah yang berada di Jl Gatot Subroto
Kota Jambi.
Dikatakan Asiah, lokasi tersebut
adalah hasil wakaf dari keluarga besar Bafadhal sejak dulu. “Keluarga
Besar kami dulu ada yang pernah wakaf tanah dan beberapa bangunan. Seperti
Masjid Magatsari yang di Pasar itu, trus Madrasah Al-Khairiyah, dan makam
talang jauh yang ada di depan trona itu,” ujarnya.
Masjid Magatsari, lanjut Asiah,
masih digunakan sebagai media silaturahim bangsa Arab yang ada di Jambi. Pada
saat perayaan hari raya Islam, masjid ini digunakan sebagai tempat berkumpul
seluruh suku bangsa Arab dari berbagai kalangan di Jambi.
“Hari kedua lebaran idul fitri
itu biasanya keluarga besar bangsa Arab yang disini, berkunjung ke Masjid
Ba’alawi sebrang. Nah, lebaran ketiganya, mereka yang gantian berkunjung ke masjid
Magatsari,” ujarnya.
Sedangkan Madrasah Al-Khairiyah,
merupakan sekolah islam yang mencakup diniyah takmiliyah, tsanawiyah dan aliyah
ini, merupakan hasil wakaf yang masih dikelola oleh keluarga besar Bafadhal.
Begitu juga makam talang jauh, yang menjadi lokasi pemakaman sebagian besar
keluarga Bafadhal.
“Toko-toko di areal Masjid Magatsari itu
sebagian disewakan. Hasil sewa digunakan untuk membiayai kebutuhan madrasah
ini. Kalau makam talang jauh, keluarga bafadhal yang sudah wafat, sebagian
besar dimakamkan disana,” ujar Asiah. (lee)
***
Sultan Thaha Keturunan Bangsa Arab
Patung Sulthan Thaha Syaifuddin di lapangan Kantor Gubernur Jambi Telanaipura. |
Sultan Thaha adalah seorang sultan terakhir dari
Kesultanan Jambi. Ketika kecil, Sultan
Thaha biasa dipanggil Raden Thaha Ningrat. Ia dikenal sebagai sultan yang rendah hati dan suka bergaul
dengan rakyat biasa. Namun siapa yang menyangka, kalau sultan jambi yang
dilahirkan pada tahun 1816 ini, merupakan salah satu keturunan dari bangsa
Arab.
Fauzi Bafadhal, Sekretaris Wakaf
Keluarga Besar Bafadhal Jambi mengungkapkan, Sultan Thaha merupakan salah satu
keturunan dari keluarga besar Bafadhal. Dimana, Bafadhal merupakan salah satu
suku dari bangsa Arab yang ada di Jambi. “Sultan Thaha itu masih ada keturunan
dari keluarga Bafadhal,” ungkapnya.
Menurutnya, ibu dari Sultan Thaha,
yang tidak lain adalaha istri dari Pangeran Fahruddin, merupakan gadis dari
keturunan bangsa Arab yang berdomisili di Jambi pada saat itu. Inilah mengapa,
Sultan Thaha disebut-sebut sebagai salah satu keturunan dari bangsa Arab
khususnya dari keluarga besar Suku Bafadhal.
“Pangeran Fahruddin saat itu
menikah dengan gadis keturunan Bafadhal. Dari hasil pernikahan itu lahirlah
Pangeran Sultan Thaha tadi. Itu artinya, ibu dari Pangeran Sultan Thaha
merupakan keluarga besar dari keturunan Bafadhal. Saya lupa namanya,” ujarnya.
Mengulas hadirnya keluarga bangsa
Arab di tengah-tengah Jambi pada abad ke 16 Masehi, datanglah Husein Baraqbah,
Seseorang dari bangsa Arab yang pertama kali hijrah ke Jambi. Tujuan utamanya
tidak lain adalah berdagang dan menyebarkan agama Islam.
Setelah 4 tahun menetap di Jambi,
Husein Baraqbah menikah dengan warga
Jambi dan memiliki anak. Beberapa tahun menetap di Jambi, diapun kembali ke
Tarim, salah satu kota kecil di Hadramaut. tidak menunggu lama, Husein kembali
lagi Ke Jambi dengan membawa 4 orang temannya dari Hadramaut. Salah satu
temannya tersebut bernama Ahmad Sufi Bafadhal.
“Husein Baraqbah adalah salah
satu tokoh yang dituakan di Jambi saat itu. Karna, dia adalah bangsa arab
pertama yang memutuskan hijrah dan menetap di Jambi. Beberapa tahun menetap di
Jambi, dia sempat pulang ke Tarim dan kembali lagi ke Jambi bersama 4 orang
temannya. Salah satunya itu Ahmad Sufi Bafadhal. Yang lain saya lupa namanya,”
ujar Fauzi. (**) (Sumber: Harian Jambi Edisi Cetak Selasa 22 April 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar