Rabu, 29 Januari 2014

CITY GAS, Proyek Rp 50 Miliar Ini Belum Terealisasi


City gas adalah program mengalirkan gas ke rumah-rumah warga, dengan menggunkaan instalasi layaknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Proyek yang bernilai Rp 50 Miliar untuk Kota Jambi ini, telah berjalan sejak tahun 2012 lalu. Namun realisasi dari program tersebut belum dirasakan masyarakat Jambi hingga saat ini.
 
Gamal Husein, Kabid Migas ESDM Provinsi Jambi (foto by R Gilang Ezri)





R GILANG EZRI, Jambi 

Konvensi minyak tanah ke gas elpiji telah digagas pemerintah. Namun saat ini, terjadi kelangkaan gas elpiji diakibatkan naiknya harga elpiji 12 kilogram. Kelangkaan terjadi di pasaran elpiji tiga kilogram, akibat kenaikan elpiji 12 kilogram ini. 

Hal ini cukup membingungkan. Masyarakat heran, atas apa sebenarnya yang diinginkan pemerintah dengan mengkonvensi minyak tanah ke gas, yang kemudian menaikkan harga gas elpiji 12 kilogram, yang berakibat kelangkaan gas tiga kilogram.

“Sebenarnya heran juga. Dulu kita disuruh ganti ke gas. Tapi gas malah dinaikkan,” ujar Eni Putriza, salah satu pengguna gas elpiji di Thehok Kota Jambi. 

Di Jambi sendiri, terjadi kelangkaan gas elpiji ukuran tiga kilogram ini. Ketika kelangkaan ini terjadi, masyarakat mulai teringat dengan proyek-proyek  penanaman pipa besar. Pipa besar yang ditanam ke dalam tanah itu, merupakan pipa yang akan dialirkan gas bumi untuk ke rumah-rumah. 

Pipa yang ditanam sejak tahun 2012 ini ternyata membawa dampak bagi masyarakat. Dampak berupa galian di jalanan pada saat itu cukup membuat masyarakat kerap mengeluh karena macet. “Pemasangan pipa-pipa itu memang sering buat macet,” ujarnya.

Proyek ini bernama City Gas, yakni dengan membuat instalasi aliran gas ke rumah-rumah warga layaknya instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sehingga, masyarakat tidak perlu lagi membeli gas elpiji kemasan tabung lagi. Ini merupakan proyek nasional yang digagas oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengurangi ketergantungan masyarakat dengan elpiji tabung. 

Selain itu, ini merupakan wujud serius pemerintah dalam mewujudkan gagasan tentang konvensi minyak tanah ke gas elpiji. Proyek nasional ini melibatkan Provinsi Jambi. Yang dalam hal ini, Kota Jambi yang mendapatkan jatah proyek nasional ini.

Tidak semua warga mendapatkan sentuhan progam ini. Hanya mereka yang berada di dua kelurahan saja yang mendapatkan sentuhan proyek ini, yaitu kelurahan Thehok dan kelurahan Handil Jaya.
Wujud serius, namun terkesan tidak serius, itulah yang dilihat dan dirasakan masyarakat saat ini. Seolah tidak ada tindak lanjut dari pemasangan pipa-pipa besar dan instalasi yang telah dilakukan di rumah-rumah.

Proyek Gagal

Dimulai sejak tahun 2012 dan instalasi yang dilakukan ke rumah-rumah selesai pada tahun 2013, ternyata belum juga dapat dinikmati. Pipa-pipa dan meteran layaknya meteran PDAM itu pun belum berfungsi sampai sekarang. Gardu-gardu yang terpasang di titik-titik tertentu juga belum berfungsi.

Hal ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apakah program ini akan terus atau hanya sebatas pemasangan instalasi ini saja. Isu tentang proyek gagal, proyek main-main bahkan sampai isu kontraktor lari pun terdengar di masyarakat. 

“Belum lagi rumah kami yang dipasang instalasi ini sudah sedikit rusak, karena pipa besi yang di tanam di dalam tembok-tembok rumah. Yang sedikitnya telah merusak keindahan rumah sendiri,” ujar Edi, salah satu warga yang kawasan rumahnya dipasang pipa gas tersebut.

Kenaikan gas elpiji 12 kilogram dan kelangkaan gas elpiji tiga kilogram, ternyata membangkitkan ingatan masyarakat di dua kelurahan ini akan pipa-pipa yang dipasang di rumah mereka. Mereka kembali bertanya kapan gas-gas ini akan mulai dialirkan kerumah-rumah penduduk ini.

Menurut seorang warga bernama Edi, dirinya telah mengisi formulir untuk pemasangan dan persetujuan itu sejak tahun 2012. Namun hingga saat ini, iapun belum merasakan wujud dari program tersebut.

“Kebetulan waktu itu kabarnya rumah kami kebagian jatah untuk program city gas. Namun belum juga dapat kami nikmati sampai 2014 ini,” ujarnya.

Menurutnya, instalasi yang dilakukan oleh pihak kontraktor tersebut sebenarnya telah selesai di akhir tahun 2012. Namun city gas belum juga terealisasi.

“Meterannya sudah dipasang dari awal 2013 kalau tidak salah, tapi sampai sekarang belum juga ada realisasinya,” ujarnya.  Bahkan saya pernah uji coba untuk melihat kondisi pipa yang terpasang apakah bocor atau tidak. Tapi sampai sekarang belum ada pihak mereka datang lagi untuk ngecek ataupun untuk sosialisasi sebagainya,” ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Bambang Bayu Suseno, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi mengatakan, bahwa proyek tersebut merupakan proyek pemerintah yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, permasalahan yang terjadi di masyarakat saat ini terletak pada kurangnya publikasi. Jika terdapat kendala dama ralisasinya ia mengatakan, harus ada publikasi dari dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Agar, masyarakat memahami kondisi yang terjadi.

“Ini merupakan proyek pemerintah pusat, menggunakan APBN. Ini adalah pilot project, selayaknya program ini selesai dan dapat dimanfaatkan. Memang seharusnya, Desember ini selesai. Tapi sampai sekarang belum launching. Kita berharap pihak terkait dapat ke lapangan, yaitu pihak ESDM, untuk melihat kondisi di lapangan. Jika terjadi kendala-kendala, hendaknya disampaikan ke publik, agar publik memahami kendala-kendala tersebut,” ujarnya.

Pilot Project

Ditanya tentang ada atau tidak pembahasan atau pleno di DPRD Provinsi Jambi, Bambang mengatakan tidak ada pembahasan tentang hal itu. Menurutnya, hal tersebut adalah program pusat.

“Tapi saat rapat dengan mitra kita yang dalam hal ini ESDM tentang pipanisasi gas ke rumah-rumah ini, kami minta mereka untuk menindak lanjuti dan memantau tentang program ini. Untuk launching itu semua hal sudah harus siap. Baik sosialisasinya, pemeliharaannya dan sistem-sistemnya juga sudah harus siap dan dipahami betul oleh masyarakat terkait gas ini,” ujarnya.

Terkait sosialisasi, Bambang mengatakan belum ada. “Berdasarkan laporan dan pengaduan oleh masyarakat tentang program ini, kami minta kepada pihak ESDM untuk memantau dan bersosialisasi secara serius,” ujarnya.

Bambang mengatakan, sebenarnya pipanisasi gas atau City Gas ini merupakan solusi bagus untuk masyarakat terkait kenaikan gas elpiji 12 kilogram. Menurutnya, hal ini akan sangat meringankan masyarakat.

“Sebenarnya program ini solusi bagus untuk masyarakat untuk meringankan masyarakat juga, apalagi sekarang gas harganya naik. Harapan kita secepatnya ini launching agar masyarakat dapat menikmati program ini,” ujarnya.

Melihat kondisi ini, Harian Jambi mengkonfirmasi pihak terkait yang dalam hal ini adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi. Dalam hal ini, Gamal Husein, Kabid Migas mengatakan, bahwa program city gas tersebut akan lounching dalam waktu dekat.

“Memang kemarin sempat direncanakan tentang launching city gas bulan Desember lalu. Namun karena ada beberapa kendala jadi belum bisa dilaksanakan,” ujarnya.

Gamal mengatakan, kendala-kendala yang terjadi merupakan kendala teknis. Baik dari pihak pengelola gas, pemilik pipa primer dan tersier maupun dari masyarakat sendiri. 

“Karena yang kita alirkan ini gas, maka kita harus benar-benar teliti dalam mengerjakan ini. Bisa-bisa bocor dan membahayakan masyarakat. Selain itu,  juga belum ada pembicaraan tentang siapa yang menjadi operator dan siapa yang bertanggung jawab tentang pipa primer dan tersier,” ujarnya.

Kendala dari masyarakat juga mempengaruhi belum bisanya dioperasikan city gas ini. Menurutnya, beberapa masyarakat yang telah dihimbau untuk tidak merubah posisi pipa. Namun kenyataannya, masih ada beberapa masyarakat yang merubahnya.

“Kita sudah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan perombakan posisi pipa. Namun ada sebagian rumah yang ingin diubah posisinya dari semula. Sehingga ini mempengaruhi banyak instalasi yang berada disekitarnya dan juga instalasi lainnya. Yang ada saat ini sekitar 4000 instalasi,” ujarnya.(*/poy)

Antisipasi Kebutuhan Gas Nasional

Untuk dapat diketahui, bahwa program city gas tersebut, merupakan program yang menelan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk seluruh Indonesia. Sedangkan untuk Jambi, program tersebut merupakan proyek yang bernilai Rp 50 miliar. Program ini diluncurkan, sebagai upaya untuk meminimalisir kebutuhan gas nasional.
“Rp 50 miliar itu untuk dua kelurahan di Kota Jambi. Yakni Thehok dan Handil Jaya. Total program ini seluruhnya sekitar Rp 200 miliar, untuk beberapa kota di Indonesia,” ujarnya. 

Gamal memaparkan, program ini merupakan salah satu wujud serius dalam program konvensi minyak tanah ke gas elpiji. Selain itu, program ini untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap elpiji tabung. 

“Dengan program ini, dapat menghemat penggunaan gas elpiji. Karena penggunaannya dibatasi. Secara nominal, batasnya nanti sekitar Rp 48 ribu atau senilai tiga tabung gas elpiji tiga kilogram. Itu yang disubsidi pemerintah, lewat dari patokan itu maka akan ada penambahan biaya dan harga sudah tidak subsidi lagi. Makanya, gas ini dikatakan dapat menghemat kebutuhan gas nasional juga,” ujarnya.

Gamal mengatakan, sangat beruntung warga yang mendapatkan program ini, karena hanya terbatas oleh dua kelurahan dengan 4000 unit pemasangan. 

“Sangat beruntung sebenarnya masyarakat yang terjamah program ini. Karena nilai instalasi sebenarnya adalah sekitar Rp 10 juta, untuk satu unit instalasinya,” ujarnya.

Soal keamanan, Gamal mengatakan gas ini sangat aman karena tekanannya sangat rendah. “Tekanannya sekitar  35 -50 milibar. Sehingga cepat menguap dari gas lainnya. Bahkan, tekanan gas pada korek api gas lebih tinggi dari pada gas pada proyek city gas ini. Jadi seperti air mengalir saja. Namun tetap harus diantisipasi keamanannya,” ujarnya. 

Terkait tentang kondisi pasokan gas elpiji tiga kilogram dan 12 kilogram, Gamal mengatakan tidak akan ada pengurangan pasokan gas elpiji.

“Kita tidak akan mengurangi pasokan dan kuota gas elpiji, tetap 86 ribu per bulannya untuk Kota Jambi. Hanya saja pergeseran pengguna terjadi. Dari yang awalnya menggunakan elpiji tiga kilogram sebanyak 4000 pengguna bergeser ke city gas dan 4000 unit ini dapat dialihkan kepada mereka yang belum menggunakan elpiji tiga kilogram,” jelasnya.

Program yang merupakan pilot project ini menurutnya, akan dilaunching pada akhir Januari 2014.  Menurutnya, saat ini pihak ESDM sedang melakukan pembicaraan lebih lanjut. Karena, harus ada persiapan teknis dan pertimbangan lainnya yang harus dimatangkan sebelum lounching dilaksanakan.

“Kita sedang rapatkan persiapan launching ini di pusat, bukan sekedar teknis launchingnya saja. Melainkan teknis penanggungjawab pemeiliharaan pipa dan operator yang akan menjadi pengelola dalam pembayaran tagihan dan segala macamnya. Setelah persoalan ini rampung maka akan fix launching-nya. Yang pasti dalam bulan Januari ini. Doakan saja semoga lancar,” tambahnya.

Gamal menghimbau kepada masyarakat untuk bersabar dan tidak termakan isu. Karena menurutnya, kendala-kendala yang terjadi saat ini hanyalah proses persiaoan yang harus benar-benar matang.

“Isu program gagal, program main-main ataupun kontraktor lari itu hanya isu belaka. Untuk masyarakat yang terjamah program ini diharapkan bersabar. Maklum, namanya juga program pertama jadi persiapannya harus matang dan tidak boleh ada kesalahan sedikit pun. Karena gas ini walaupun tekanan rendah namun tetap ada sisi bahaya juga kalau ada kesalahan dalam prosesnya,” ujarnya. Dari program ini nanti pihak ESDM berharap, bahwa program tersebut nantinya, dapat dilanjutkan oleh pihak pemerintah provinsi ataupun pemerintah kota. 

“Ini merupakan pilot project, jika ini berhasil harapannya pemerintah baik provinsi maupun kota melanjutkan juga dengan dana APBD. Karena manfaat dari program ini sangat besar,” ujarnya. Namun, Gamal mengatakan untuk daerah-daerah yang tidak padat penduduk belum akan diterapkan program ini, mengingat biaya yang dikeluarkan sangatlah besar untuk ini.“Rp 50 miliar saja hanya dapat 4000 unit. Program ini butuh dana yang besar dan garapan yang sangat serius,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang biaya yang dikeluarkan untuk distribusi gas kerumah-rumah melalui city gas, perbandingan dengan menggunakan elpiji tabung sangatlah jauh. 

“Lebih kecil biaya distribusi dengan elpiji tabung. Kalau city gas dengan Rp 50 miliar, bisa menjangkau 4000 unit instalasi. Kalau elpiji paling kita butuh empat sampai Rp 5 miliar untuk unit yang sama dengan membangun kilang elpiji,” ujarnya.(gil/poy) (BERITA INI TELAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK 15 JANUARI 2014)

Tidak ada komentar: