Rabu, 11 Juli 2012

Anak Orang Rimba Gelar Studi Kecakapan di Jambi

Jambi, BATAKPOS

Sebanyak 7 orang anak orang rimba (Suku Anak Dalam-SAD) yang ada di beberapa kawasan, Provinsi Jambi mengikuti studi kecakapan hidup ke Kota Jambi sejak Senin kemarin. Selama di Kota Jambi, 7 anak rimba ini mengunjungi sejumlah tempat-tempat pendidikan, diantaranya perpustakaan daerah, museum, SMP 7, BLK dan beberapa tempat lainnya.

Koordinator Program KKI Warsi Jambi Banh Robert Aritonang, Selasa (10/7/12) mengatakan, anak-anak rimba yang disebut dengan Kader Pendidikan ini antara lain Tembuku (19), Kelas 3 SMP,  Bedingin (15) Kelas 3 SMP, Beteduh (14) Kelas 2 SMP, Beteguh (12) Kelas2 SMP, Kemetan (17) Kelas 2 SMP, Pengidai (17) Kelas 6 SD dan Budi (14) Kelas 6 SD.

Dikatakannya, kader pendidikan berperan sebagai pelajar, kemudian juga menjadi “guru” bagi anak-anak yang belum bersekolah formal. Di samping itu, mereka tetap masuk ke dalam rimba untuk mencari nafkah. 
 
“Nantinya, para kader pendidikan ini diharapkan menjadi simbol keseimbangan, adat dijunjung, perubahan sosial direspon dan siap berkompetisi di luar. Ada beberapa strategi yang dilakukan oleh Warsi dalam bidang pendidikan bagi anak rimba, umpanya di Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD), diantaranya seperti di selatan, secara perlahan mulai mengintegrasikan dengan pendidikan formal namun dengan pendekatan berbeda (kelas jauh),”kata Arotonang.

Kemudian, di barat dan timur dengan sistem kunjung ke lokasi mereka (mengikuti dimana mereka bermukim) untuk perkuat BTH. Di selatan mulai diperkuat dengan pendidikan kecakapan hidup. 

Menurut Robert, terakhir dibentuk kelompok kader pendidikan. Ada beberapa hambatan dalam pendidikan ini, seperti Pemerintah sudah membangun sekolah khusus untuk OR (SD Air Panas)  namun pola dan metode masih belum “kompatible” dengan kondisi budaya OR di Bukit 12.

Desakan ekspansi modal (HGU dan HTI) menciptakan stigma di kalangan  rerayo, bahwa orang-orang berpendidikanlah yang merusak hutan dan terbatasnya sumber daya KKI Warsi untuk menjangkau semua kelompok.

Pendidikan dan Kesehatan

Menurut Robert Aritonang, sedikitnya 300 anak Suku Anak Dalam (SAD) kini mulai menerima pendidikan dan mulai mengenal pengobatan modern. Bahkan 150 anak kini sudah dapat baca, menulis dan berhitung (Calinstung).

Orang Rimba juga sudah menyadari pentingnya Calinstung agar tidak dibodohi masyarakat dalam memasarkan hasil hutan sebagai mata pencaharian mereka.

Kini Robert sebagai pendampingan anak Rimba di kawasan TNBD tepatnya di Sungai Pakuaji, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Disebutkan, kelompok SAD pimpinan Temenggung (Kepala Suku) Tarib yang Juni 2006 lalu mendapatkan penghargaan Kalpataru 2006 (penghargaan Lingkungn) dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kelompoknya SAD di kawasan itu kini sudah menerima pendidikan dan mulai mengenal pengobatan modern. Tapi cara belajar dan pengobatan harus sesuai dengan kehidupan Orang Rimba.

Menurut Robert, tenaga pengajar untuk SAD sangat terbatas. Pihaknya sudah meminta guru kontrak kepada pemerintah untuk mengajar orang rimba. Namun hingga kini permohonan tersebut tidak digubris.

“Kita sudah lama meminta tenaga guru kontrak untuk SAD. Namun tidak ada yang berminat. Walaupun Warsi menawarkan tambahan insentif bagi guru yang mau mengajar di daerah sedikit ekstrim itu, namun tawaran itu juga tidak digubris,”katanya.

Persoalan pendidikan bagi SAD sulit dilakukan tanpa ada kepedulian luhur dari pemerintah dan pihak lain. Pendidikan bagi SAD merupakan tanggung jawab Pemerintah Indonesia kepada warga negara tanpa terkecuali.

“Orang Rimba yang bermukim di sisi Selatan TNBD Sarolangun juga menyadari pentingnya pendidikan BTH. BTH itu penting bagi mereka agar mereka tidak dibodoh-bodohi ketika memasarkan hasil hutan non kayu (rotan, minyak kayu, karet, labi-labi dll) sebagai mata pencaharian mereka kepada warga desa.

Pendidikan dan pelayanan kesehatan yang difasilitasi KKI Warsi Jambi menjadi trend baru dikalangan Orang Rimba, terutama anak-anak usia dini.

Lebih jauh Robert Aritonang menerangkan, Temenggung Tarib kini juga membantu kelompoknya dalam memasarkan hasil hutan non kayu seperti rotan, dammar, jernang dan lainnya kepada masyarakat desa.

Menurut pria asal Batak yang sudah fasih berbahasa daerah Orang Rimba ini, kedepan Orang Rimba tidak lagi dieksploitasi orang atau pihak-pihak luar. Gigihnya Temenggung Tarib dan kelompoknya dalam mempertahankan hutan, tidak mudah seperti membalikkan tangan.

Orang Rimba banyak tantangan untuk menjaga keperawanan hutan lindung tersebut dari para pembalak liar. Partisipasi pemerintah setempat guna melestarikan hutan sebagai pemukiman suku Rimba sangat diharapkan.

“Orang Rimba tetap miris melihat penebangan kayu dan perambah lahan yang dilakukan pihak luar yang selalu mendominasi dan bersikap dan berprasangka negatife terhadap Orang Rimba,”ujarnya.

Berbagai perundangan dan perjanjian telah dilakukan dengan kelompok pengeksploitasi. “Namun tetap saja pihak luar ingin memperebutkan TNBD untuk diambil kayu dan lahan secara illegal,” ujar Robert yang sejak 1997 setia mendampingi SAD.

Disebutkan, hampir dalam setiap pertemuan dengan pemerintah, Temenggung Tarib dan Temenggung lainnya selalu menyampaikan harapan komunitas Orang Rimba di kawasan TNBD agar dilindungi. RUK

Tidak ada komentar: