Jambi, Batak Pos
Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu legislatif mengakui kalau pihaknya kesulitan menindak pelanggaran kampanye Pemilu 2009 yang dilakukan oleh sejumlah Partai Politik (Parpol) Peserta Pemilu 2009. Panwas Pemilu diibaratkan dengan macan ompong.
Hal tersebut disebutkan Ketua Panwas Provinsi Jambi, Salahuddin S. Pt M kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (3/4). Menurutnya, meskipun Panwaslu sudah menemukan sejumlah pelanggaran pemilu yang dilakukan sejumlah peserta Parpol pemilu di Provinsi Jambi, namun masih sulit dilakukan penindakan.
“Pelanggaran dalam bentuk administrasi dan pidana yang disertai bukti – bukti, tetap saja tidak dapat menjatuhkan sanksi lantaran undang – undang No : 10 Tahun 2008 terkesan ambigu. Lemahnya aturan hukum yang mengatur sanksi bagi partai dan calon legislatif (caleg) yang melanggar aturan kampanye Pemilu,”katanya.
Disebutkan, meskipun sudah ditemukan sejumlah pelanggaran pemilu dan bukti, tetapi Panwaslu tidak dapat mengambil tindakan tegas. Pasalnya, unsur–unsur pelanggaran yang patut diberi sanksi tidak diatur secara tegas yang akhirnya menyebabkan Panwas tidak dapat berbuat banyak.
Menurut data-data Panwaslu Provinsi Jambi misalnya, pelanggaran kampanye berdasarkan lewat batas waktu (lewat dari Pk 16.00 wib,red) yang dilakukan Partai Demokrat di Kabupaten Kerinci 17 Maret lalu dan Partai Bintang Reformasi (Kab Batanghari 27/3).
Kemudian kampanye melibatkan anak–anak dilakukan Demokrat di Kota Jambi (19/3), Golkar di Kota Jambi & Kab Kerinci (22/3), PPRN di Kab Tanjabbar (23/3), PKS di Kota Jambi dan Kab Bungo (25/3) serta PBR di Kab Batanghari (27/3).
“Pelanggaran konvoi tanpa STTP dan keluar dari rute yang ditentukan, dilakukan oleh Partai Patriot di Kab Kerinci (17/3), melibatkan Bupati Batanghari yang berstatus PNS oleh PBR di Kab Batanghari (27/3) dan politik uang yang dilakukan Partai Barisan Nasional di Kota Jambi (24/3) hingga kini sulit untuk diambil tindakan hukum,”katanya.
Disebutkan, setelah dilakukan pengkajian dan gelar perkara yang berkordinasi dengan aparat kepolisian serta kejaksaan, pihaknya sulit menemukan unsur pidana didalamnya karena aturan yang termaktub didalam undang – undang itu tidak tegas dan membuat dirinya sulit untuk mengenakan pasal–pasal yang patut dijadikan dasar penuntutan.
”Undang–undang No 10 Tahun 2008 ini ambigu sehingga kami sulit untuk memenuhi unsur–unsur pidana didalamnya, padahal tindakan pelanggaran itu nyata dan kami memiliki sejumlah buktinya,” kata Salahuddi.
Menurut Salahuddin, seperti keterlibatan Bupati Batanghari, Syahirsah yang hingga kini masih berstatus sebagai PNS, pihaknya juga mengalami kesulitan. Disatu sisi, PNS tidak diperbolehkan berpolitik apalagi terlibat langsung dalam proses kampanye dari partai manapun sesuai dengan pasal 84 dan 273.
Namun pada kenyataanya, Syahirsah bisa leluasa berkampanye untuk PBR di Kab Batanghari lantaran mengantongi izin dari Mendagri.
”Kami sudah laporkan, namun kepolisian dan jaksa beranggapan yang dilakukan bupati legal karena mengantongi izin dari Mendagri,” katanya.
Anggota KPUD Provinsi Jambi, Azhar Mulia SE mengatakan, status PNS yang melekat pada Syahirsah jelas tidak dibenarkan terlibat dalam rapat umum PBR di Batanghari. Bupati itu patut diproses meskipun mengantongi izin dari mendagri.
“Undang – undang lebih tinggi derajat hukumnya dalam ketatanegaraan Indonesia dibanding surat mendagri. Dasarnya hukumnya apa sehingga bupati itu leluasa terlibat dalam rapat umum PBR di Batanghari,” katanya. ruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar