Leni Pelestari Baju Adat Jambi |
Pakaian tradisional merupakan simbol budayasebagai
perkembangan akulturasi dan kekhasan budaya tertentu. Pakaian dapat pula
menjadi menjadi pengenal bagi pemikiran masyarakat, termasuk pakaian
tradisional Melayu Jambi. Mengabadikan pakain tradisional Teluk Belango dan
Tengkuluk sebagai kekayaan budaya Jambi haruslah terus digebyarkan sebagai aset
daerah.
ROSENMAN
M, Jambi
Melayu Jambi adalah sebutan bagi orang-orang
melayu yang menempati daerah sepanjang Sungai Batanghari di Provinsi Jambi.
Dalam berbusanawanita sehari-hari, pada awalnya hanya dikenal dengan kain dan
baju tanpa lengan. Sedangkan kaum prianya, mengenakan celana setengah ruas yang
melebar pada bagian betisnya dan umumnya berwarna hitam. Sehingga lebih leluasa
geraknya, dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
Pakaian untuk pria ini dilengkapi dengan kopiah
sebagai penutup kepala. Pada perkembangan berikutnya, dikenal adanya pakaian
adat. Pakaian adat ini lebih mewah daripada pakaian sehari-hari yang dihiasi
dengan sulaman benang emas dan pemakaian perhiasan sebagai pelengkapnya.
Pakaian adat merupakan pakaian yang telah
dibakukan oleh masyarakat adat sesuai dengan wilayah masing-masing. Salah
satunya adalah pakaian adat Melayu Jambi, yang menjadi salah satu kekayaan
lokal yang wajib dilestarikan.
Di Provinsi Jambi, sudah ada beragam
jenis
pakaian adat untuk acara tertentu. Salah satunya yang kurang diperhatikan
adalah pakaian adat Teluk Belango dan baju kurung yang dilengkapi dengan
penutup kepala.
Ini disebut Tengkuluk atau Kuluk yaitu untuk
wanita. Dalam hal ini, baju Teluk Belango dan baju kurung Tengkuluk merupakan
ciptaan dari interaksi dan kreatif masyarakat Jambi yang kental dengan budaya
berlandaskan agama Islam. Oleh karena itu pengaruh Islam memang cukup kuat
dalam pakaian adat ini.
Biasanya, pemakaian baju adat Teluk Belango
lebih pada kelompok penabuh rebana atau kompangan atau pengiring adat sebagai
pelaku serah antar atau serah terima bagi para mempelai laki-laki dan
perempuan.
Junaidi T Noor selaku Pemerhati Budaya Jambi mengungkapkan,
pakaian adat yang selalu digunakan dalam suatu acara, telah menjadi tradisi
selama bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan dari masyarakat.
“Dari busana yang dipakai, maka akan dapat
dipelajari mengenai tradisi dari masyarakat yang bersangkutan,” ujar Junaidi.
Ragam
Pakaian Adat
Pakaian adat Jambi tersebut di antaranya adalah
Teluk Belango. Ini merupakan pakaian adat bagi pria, berupa setelan atasan baju
koko Melayu, senada dengan celana panjang dan sarung melingkari pinggang hingga
sebatas lutut.
Sedangkan untuk wanita adalah baju kurung,
dengan setelan kain yang dilengkapi dengan penutup kepala yang disebut sebagai
Tengkuluk.Berdasarkan sejarah, Junaidi mengatakan, bahwa nama Tengkuluk diambil
dari patung perempuan, yang mengenakan pentutup kepala di Lahat Sumatera Selatan
sebelum Masehi, tepatnya pada zaman Melayu Tua.
“Sebenarnya, dalam perjalanan pakaian khas
Melayu Jambi pemakain baju adat berbentuk Teluk Belango dan baju Tengkuluk.
Bukan saja di saat perhelatan atau acara tertentu, tetapi juga merupakan
pakaian busana harian dari pria dan wanita Melayu,” ujarnya.
Hal ini terlihat dari dokumen-dokumen yang
dimiliki oleh Junaidi. Banyak foto klasik dari abad 19 dan awal abad 20. Di
zaman tersebut, terlihat para pria dan wanita yang memakai Teluk Belango dan
Tengkuluk untuk bekerja.
Sejak saat itulah, pada perkembangan berikutnya
Teluk Belango dan Tengkuluk dikenal sebagai pakaian adat Jambi. Pakaian adat
ini lebih mewah daripada pakaian sehari-hari, yang dihiasi dengan sulaman
benang emas dan pemakaian perhiasan sebagai pelengkapnya.
Fungsi Teluk Belango dan Tengkuluk
Pakaian adat Melayu Jambi ini bisa menjadi salah
satu simbol dan sebagai penanda status seseorang. Karena dalam pakaian adat
tersebut terdapat nilai-nilai yang terkandung. Selain itu pakaian adat tersebut
bisa menjadi media untuk menyatukan masyarakat.
Nilai-nilai sosial itu akan muncul karena dalam
pakaian adat tersebut tersimpan makna-makna dan niai tertentu yang dapat
ditafsirkan oleh masing-masing masyarakat.
Menurut Junaidi T Noor, jika dilihat secara detai
fungsi dari pakaian adat ini yang paling utama adalah untuk menutup aurat.
Apalagi penutupan aurat ini juga erat kaitannya dengan ajaran Islam yang
terkandung dalam Al-Qur’an.
Jadi jika kita taat untuk memakai baju adat,
maka secara tidak langsung berarti kita juga taat untuk menutup aurat berdasarkan
perintah dari agama.(*/lee)
========
Makna Teluk Belango dan Tengkuluk
Teluk Belango dan Tengkuluk, memiliki berbagai
bentuk potongan dan cara jahitan yang berbeda dengan pakaian lainnya. Itu sudah
menunjukkan bahwa, pakaian adat Jambi banyak mengandung nilai falsafah yang
bermanfaat.
Jika diartikan secara harfiah, antara kata teluk dan belango tidak mempunyai korelasi. Namun dari kedua kata tersebut,
mempunyai arti bahwa baju adat Teluk Belango merupakan busana dengan baju
potongan, yang tidak terbuka dan tidak berleher. Kerahnya membulat seperti belango.
Selain itu, pengertian kurung baik untuk baju
pria maupun wanita bermakna ‘terkurung’ atau ‘dikurung’. Artinya bahwa, para
pria dan wanita itu ada dalam aturan yang layak dan patut untuk dipatuhi, sebagaimana
tatanan adat istiadat Jambi.
Adat istiadat tersebut dimaksudkan bahwa, aturan
itu diterapkan mulai dari level atas sampai ke masyarakat rendah yang dapat
diwujudkan dalam pikiran dan tingkah laku seseorang. Kemudian pakaian adat ini
merupakan pakaian yang lapang (tidak ketat) yang menyimbolkan kelapangan hati.
Yaitu lapang dalam perkembangan kearifan dan juga lapang untuk cara berpikir.
“Dalam hal ini, pakaian adat teluk belango untuk
pria berupa baju potongan Melayu yang erat kaitannya dengan syarat dan falsafah
serta aturan adat. Kemudian, dilengkapi dengan peci. Sedangkan pakaian adat
untuk wanita, berupa sarung dengan baju kebaya atau baju kurung dilengkapi kain
penutup kepala,” kata Azra’i Al-Basyari, Ketua Lembaga Adat Kota Jambi.
Tengkuluk
Untuk Tengkuluk atau kuluk secara harfiah artinya adalah kain kepala, kerudung dan
penutup kepala atau cadar dengan lipatan yang membentuk konfigurasi beragam,
sesuai dengan keinginan masing-masing.
Salah satu seragam wanita Tengkuluk merupakan
tutup kepala khas Melayu Jambi yang akhir-akhir ini sudah mulai dimasyarakatkan
PNS di Provinsi Jambi.
“Tengkuluk itu berarti penutup kepala dan sering
disebut takuluk atau kuluk. Selain berfungsi sebagai salah
satu pelengkap busana tradisional, Tengkuluk juga bisa digunakan dalam acara
formal. Tengkuluk adalah kain yang dililitkan di kepala perempuan. Kalau dulu
dalam budaya Jambi, Tengkuluk itu kerap dipakai perempuan untuk melindungi
kepala dari terik matahari di sawah, juga dipakai pula saat pengajian dan
kondangan,” Junaidi T Noor.
Pemakaian
Dalam hal ini, pemakaian baju adat memiliki arti
tersendiri. Dari setiap lipatan selalu mengandung arti. Kemudian juga ada
aturan dalam memakai baju adatnya. Misal dalam memasang Tengkuluk, apabila kain
menjuntai ke arah kanan menandakan bahwa wanita itu telah bersuami dan apabila
kain menjuntai ke arah kiri berarti ia adalah seorang gadis.
Pemakaian Tengkuluk pun bervariasi. Mulai dari
pemakaian yang simpel hingga membutuhkan keterampilan khusus.Di Jambi sendiri,
ada Tengkuluk yang memiliki 86 jenis lipatan. Tapi yang sudah dibukukan baru 42
jenis.
Beberapa jenis Tengkuluk diantaranya Bunga
Rampai, Daun Jeruk, Daun Sirih Terurai, Pulau Rengas,Tekuluk Pinang, Tekuluk
Pedado dan Tekuluk Cempako. Banyaknya lipatan pada Tengkuluk menunjukkan
perbedaan masing-masing wilayah di Provinsi Jambi. Tengkuluk untuk Kabupaten
Merangin memiliki 40 lipatan.
Kemudian, dalam setiap bentuk dari baju ini ternyata
juga mempunyai arti. Diantaranya belah buluh pada leher itu mempunyai panjang
22 sentimeter, yang melambangkan bahwa setiap manusia itu berpasangan, sesuai
dengan firman Allah SWT. Kemudian adanya lima kancing baju artinya bahwa itu
merupakan salah satu gambaran rukun Islam.
Cara pemakaian Teluk Belango disimpul dengan
ikatan kain panjang ke bawah. Aturannya bagi pria yang sudah menikah maka
panjang kebawah 3 jari dari lutut atau diikat menyamping pinggang. Sedangakan
untuk yang masih bujangan, maka pemakaiannya adalah di atas lutut.
Untuk cara pelipatannya pun juga memiliki
beberapa arti. Pelipatan kainnya sebanyak tiga lipatan. Yang artinya, memberikan
kelonggaran ketika melangkah atau melakukan sesuatu dan juga untuk melindungi
keluarganya.
Sedangkan untuk wanita itu hanya mendapatkan dua
lipatan, artinya bahwa gerak dari wanita yang sudah menikah itu memang sudah
dibatasi. Namun juga sekaligus menggambarkan keanggunan dari seorang wanita.
Untuk pemakaian penutup kepala atau Tengkuluk
juga berbeda. Kepala dari kain sarung untuk pria berada di belakang. Sedangkan
untuk wanita, kepala kainnya berada di depan. Yang artinya bahwa, hal tersebut
bertujuan sebagai salah satu penutup aurat secara Islam.
Pemakaian kuluk yang ujung selendangnya melimbai
ke kiri, menunjukkan bahwa yang memakai tersebut orangnya masih gadis.
Sedangkan untuk ujung selendang yang melambai ke kanan artinya bahwa perempuan
tersebut sudah ada yang memiliki atau sudah menikah (berkeluarga).
Posisi dari ujung selendang inilah yang
membuktikan bahwa harus ada sikap perilaku dan tatanan sopan bagi pihak
lain.Sedangkan untuk setiap bajunya, baik untuk pria maupun wanita. Seperti
baju kurung wanita yang jahitannya terputus di bawah ketiak sampai ke pinggang,
itu artinya bahwa setiap pengeluaran dalam keluarga itu adalah istri yang
mengatur.
Kemudian adanya belahan di kerah. Artinya, bahwa
setiap wanita Jambi itu mempunyai sifat keterbukaan dalam setiap menerima tamu.
Untuk bagian kain di bawah itu hanya tendapat dua lipatan dan melangkah sesuai
dengan batas kaki.
Yang artinya bahwa, semua rahasia keluarga itu
ada dalam ucapan wanita dan kehidupan wanita yang sudah menikah itu sangat
terbatas.“Jadi pemakaian baju adat itu tidak sembarangan memakai, tapi harus
mengikuti aturan yang sudah ada sejak lama. Oleh karena itu, pemakaian baju adat
itu menjadi hal yang penting karena jika kita memakainya maka kita akan bisa
mengajarkan penjelasan setiap arti dari pakaian adat ini,” ujar Leni, pelestari
pakaian adat Jambi.(*/lee)
***
Perkembangan Baju Adat di Jambi
Jambi memiliki beragam pakaian adat, dengan cara
pemakaiann, yang juga tidak sepraktis pakaian biasa pada umumnya. Karena dari
setiap aturan pemakaian baju tersebut ada aturannya. Tapi meskipun baju adat
ini pemakaiannya tidak instan, berdasarkan pengetahuan dari Azra’i Al-Basyari
menyatakan bahwa perkembangan dan juga peminat dari pakaian ada saat ini sangat
luar biasa.
“Saya katakan luar bisa karena upaya dari
pemerintah itu sangat kuat untuk melestariakan adat budaya Jambi yang berupa
pakaian adat Jambi, di mana setiap tahun itu ada anggaran dan penyuluhan baik
di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah,” ungkap Ketua Lembaga
Adat Kota Jambi Azra’i Al-Basyari.
Sosialisasi tersebut memang tidak mudah, namun
masyarakat yang beradab dan hebat itu adalah masyarakat yang kuat akal dan
budaya. Apalagi jika kita mampu untuk melestarikan serta mengembangkannya.
Karena kalau masyarakat tersebut tidak kuat akal dan budayanya maka dapat
dipastikan bahwa masyarakat tersebut mungkin tidak beradab. Namun jika masyarakatnya
kuat akan budaya, maka reformasinya pun berbeda dengan masyarakat yang lemah
budaya.
“Oleh karena itu untuk mengembangkan dan menjaga
pakaian adat itu tidak hanya menjadi tugas dari masyarakat dan pemerintah,
tetapi peran pers untuk memberitakan itu juga menjadi salah satu fungsi dalam
memperkenalkan serta melestarikan baju adat Jambi,” ujarnya.
Busana dan pakaian khas Jambi ini, memberikan wahana
bagi pengembangan kreativitas atas jenis dan ragam seni budaya Jambi, yang
bernilai tinggi untuk dikembangkan. Ini juga sebagai identitas dan jati diri
dari masyarakat melayu Jambi.
Salah satu upaya dari pemerintah dalam
pelestarian dan pengembangan budaya dan kekhasan pakaian adat, pemerintah
Provinsi Jambi telah menetapkan bahwa, di samping pakaian batik, pakaian adat
Teluk Belango dan baju kurung tengkuluk menjadi salah satu pakaian dinas untuk
semua pegawai dan karyawati di lingkungan kerja.
“Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran dari masyarakat
untuk saling menjaga. Karena dengan adanya kesadaran dari masyarakat, untuk
selalu memakai pakaian adat. Hal ini dapat membuktikan, bahwa masyarakat Jambi
telah melestarikan seni dan budaya. Dengan pelestarian dari pakaian ini, maka
akan memberikan dari bagi pengembangan dan juga meningkatkan mutu kualitas dari
pakaian adat itu sendiri,” ujar Leni, pelestari pakaian adat Jambi.
Faktor yang menjadi masalah adalah kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap pentingnya peranan budaya lokal sebagai identitas
bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian
maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain.
Dimasa sekarang ini, banyak sekali budaya-budaya
kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit. Tugas utama yang harus
dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta
mewariskan budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya.
Namun, meski saat ini sudah banyak baju yang
lebih modern Leni mengungkapkan bahwa perkembangan baju adat di Jambi masih
banyak diminati. Karena apabila baju adat Jambi ini bisa dimodifikasi serta
pemakaian Tengkuluknya bisa divariasi maka akan terlihat lebih elegan
dibandingkan dengan pakaian lain pada umumnya.(*/lee)
***
Perkenalkan Pakaian Tradisional Sejak Dini
Di Indonesia, budaya berkain dan berpakaian adat
kini hampir terlupakan. Pakaian adat sebatas dikenakan pada momen pesta atau
upacara adat. Berbeda dengan pakaian Sari di India misalnya, masih lazim
dipakai saat kerja kantoran ataupun kerja kasar di pasar. Karena itu,
berpakaian adat ke kantor pada hari tertentu diperlukan, untuk membangun lagi
kesadaran dan kebanggaan terhadap aset budaya.
“Jika dilihat dari aspek psikologi mode,
berpakaian adat ikut mempengaruhi tingkah laku seseorang. Pakaian yang
dikenakan dengan penghormatan terhadap nilai budaya, secara sadar atau tidak
akan membuahkan perilaku lebih berbudaya,” ujar Leni.
Menurutnya, memperkenalkan baju adat Jambi di lingkungan
anak-anak sekolah sejak dini, adalah salah satu alternatif, agar anak-anak
tersebut bisa memahami pakaian adat sejak awal. Jika mereka sudah paham sejak
awal maka secara tidak langsung nantinya mereka juga akan menjaga serta melestariakan
baju adat tersebut.
“Karena mudahnya budaya lain yang lebih instan
dan praktis masuk, maka hal tersebut secara tidak langsung akan mengikis
pakaian adat. Dan bahkan nantinya mungkin pakaian adat hanya akan digunakan
pada acara-acara tertentu saja.
Oleh karena itu, peran masyarakat dan pemerintah
itu sangat diperlukan. Yaitu dengan cara selalu memakainya bukan karena acara
tertentu tapi karena bangga mempunyai pakaian adat sendiri.
Karena pakaian adat seperti Teluk Belango dan
baju kurung Tengkuluk itu berfungsi sebagai penutup aurat dan juga sebagai
penanda kemelayuan yang taat dengan kearifan dari ajaran adat Jambi.(*/lee)
HM Azra'i Al-Basyari Ketua Lembaga Adat Kota Jambi. |
Junaidi T Noor Pemerhati Budaya Jambi |
Salah Satu Contoh Pakai Adat Melayu Pakaian Kurung dan Tengkuluk untuk Wanita Jambi |
Salah Satu Contoh Pakai Adat Melayu Pakaian Kurung dan Tengkuluk untuk Wanita Jambi ketika pergi ke Sawah |
Salah Satu Contoh Pakai Adat Melayu Teluk Belango |
Izin share y.. (y)
BalasHapus