Jumat, 30 November 2012

PT Reki Tuding STN dan GNP Pembohong Publik

Demo Petani di Kantor Gubernur Jambi. Foto Asenk Lee saragih

Jambi, Beritaku

Tudingan PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) terhadap massa Serikat Tani Nasional (STN), Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD), Masyarakat Kunangan Jaya II, dan Masyarakat Mekar Jaya  yang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dinas Kehutanan dan Kantor Gubernur Jambi tampaknya berbuntut panjang.

Gabungan SRMI, SAD, Masyarakat Kunangan Jaya II dan Masyarakat Mekar Jaya bertahan melakukan aksi unjukrasa hingga Rabu (28/11). Aksi unjukrasa yang dilakukan gabungan petani itu sudah memasuki hari ke Sembilan. Kini massa menginap di depan Kantor Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dengan mendirikan tenda-tenda darurat.

Kepala Departemen Perlindungan Hutan (Linhut) PT REKI, Urip Wiharjo, Rabu (28/11) mengatakan, pendemo telah menyalahgunakan  notulen rapat pada 16 Desember 2011 di Kementerian Kehutanan.

Pendemo menyatakan seolah-olah Menteri Kehutanan berjanji untuk memberikan inclave (pelepasan lahan dari kawasan restorasi) di Dusun IV Mekar Jaya Desa Sungai Butang Kecamatan Mandiangin seluas 3.482 Ha, dan Dusun Kunangan Jaya II Desa Bungku Kecamatan Bajubang seluas 8000 Ha.

“Mereka selama ini melakukan pembohongan publik, seolah-olah Kementerian Kehutanan telah memberikan status inclave untuk lokasi yang dirambah di Hutan Harapan,”kata Urip Wiharjo.

Sebelumnya, massa  menggelar aksi di Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. Massa menuntut realisasi inclave lahan seluas 3.482 hektar di  Mekar Jaya (Sarolangun), dan 8.000 hektar lahan Kunangan Jaya II (Batanghari) berdasarkan janji Kementerian Kehutanan (Menhut) pada tanggal 16 Desember 2011, dan realisasi inclave 3.550 hektar tanah adat Suku Anak Dalam 113 yang digusur PT. Asiatic Persada.

Selasa (27/11) 12 perwakilan petani sempat berdialog dengan pejabat Pemprov Jambi namun tak ada keputusan akhir. Hingga hari ke-9, ratusan warga Suku Anak Dalam (SAD) dan petani dari Kunangan Jaya II Kabupaten Batanghari dan Mekar Jaya Kabupaten Sarolangun, masih bertahan di depan kantor Dishut Provinsi Jambi.

Koordinator pengunjukrasa, sekaligus Sekwil STN Jambi, Joko Supriyadi Nata, Rabu (28/11) mengatakan, tudingan PT REKI itu tidak benar dan cenderung memprovokasi petani. Menurutnya kedua perusahaan tersebut telah menguasai sebagian besar lahan di Provinsi Jambi. Sehingga kedaulatan petani untuk mendapatkan lahan pertanian tergusur oleh pengusaha.

“Petani meminta dilaksanakannya Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA 1960 secara benar dan konsisten. Hentikan kebijakan impor pangan, menuntut pemerintah untuk memberikan jaminan pasar bagi hasil produksi petani. Dukungan anggaran untuk perbaikan infrastruktur pertanian (waduk, irigasi) serta pemberian modal pertanian,”kata Joko yang diamini ratusan pengunjukrasa.

Petani GNP juga mendesak penghentian segala bentuk kekerasan dalam penyelesaian konflik agrarian dan sebagai solusinya STN bersama PRD dan GNP 33 mengusulkan pembentukan Panitia Nasional Penyelesaian Konflik Agraria yang penyusunannya melibatkan peran aktif gerekan rakyat.

Menurut Joko Supriyadi Nata, terkait dengan konflik lahan yang terjadi di Jambi secara khusus GNP menyerukan segera diwujudkan hak enclave atas lahan petani Kunangan Jaya II (Batanghari) seluas 8.000 hektar dan petani Mekar Jaya (Sarolangun) seluas 3.482 hektar yang berkonflik dengan PT.AAS/PT.WN/PT.Reki serta hak encvlave SAD 113 seluas 3.550 hektar yang berkonflik dengan PT.Asiatic Persada (Wilmar).(Asenk Lee Saragih)

Tidak ada komentar: