PEMILU
LEGISLATIF 2014
Dewi Cristina Simbolon SE (kiri) dan ayahnya Simbolon paling kanan. |
Pemilihan Umum
Legislatif 9 April 2014 tinggal 49 hari lagi. Strategi para calon legislatif
(caleg) kini mulai dilancarkan untuk meraup suara terbanyak. Caleg banyak
melakukan cara-cara kotor dalam bersosialisasi. Mulai dari politik uang, hingga
jual beli suara nantinya. Bahkan ada caleg yang hanya dijadikan “boneka” partai politik
tertentu.
ROSENMAN M,
Jambi
Persaingan caleg
begitu ketat pada Pemilu Legislatif 9 April 2014 mendatang. Para caleg dari
satu partai bakal saling jegal agar tidak meraih suara terbanyak. Banyak caleg
hanya bergerak sendiri-sendiri tanpa dukungan dari partai politik pengusung.
Ada juga caleg
harus mengeluarkan biaya lebih dalam mensosialisasikan diri dengan memberikan tanda mata kepada calon pemilih. Situasi ini sudah kasat mata jelang
pesta demokrasi mendatang. Masyarakat selalu disuguhi iming-iming janji untuk
merebut simpatik para caleg.
Jika hal itu
terus berlanjut, maka demokrasi ditengah masyarakat sudah terkontaminasi dengan
materialistis. “Slogan Wani Piro” kini sudah merebak kemana-mana. Masyarakat
sudah apatis terhadap caleg yang sejatinya notabene memperjuangkan rakyat
daerah pemilihnya.
Bahkan jual beli
suara bakal tak terelakkan demi ambisi caleg duduk di kursi dewan. Pemilu caleg
April mendatang sangat rentan terhadap praktik jual beli suara. Jual beli suara
nantinya akan bisa bergesekan antara caleg dengan petugas Panitia Pemungutan
Suara (PPS).
Jika hal ini tak
diwaspadai, bisa saja Pemilu Legislatif 2014 terjadi caos
antar caleg dengan PPS atau caleg dengan caleg. Pihak penyelenggara Pemilu 2014
diminta agar mematangkan petugas penyelenggara Pemilu untuk tetap independen.
Caleg Boneka
Ada juga caleg yang
hanya berperan sebagai boneka .
Memang ada? Ada, ini faktanya. Dari penelusuran Harian Jambi, caleg boneka itu benar adanya. Seperti caleg Dewi Cristina Simbolon SE.
Di setiap
acara komunitas Halal Bihalal Marga Batak di Jambi, dirinya kerap melakukan
sosialisasi atau kampanye terselubung. Seperti di pesta awal tahun sejumlah
marga-marga di Kota Jambi baru-baru nini.
Dewi Cristin Simbolon SE merupakan Caleg DPRD
Provinsi Jambi daerah pemilihan Kota Jambi dari Partai Nasdem. Pada sosialisasi
justru ayahnya yang gencar dan bersemangat untuk mensosialisasikan putrinya
Dewi.
Ayahnya merupakan
salah satu pengurus DPD Partai Nasdem Provinsi Jambi. Dewi hanya seperti boneka
yang hanya menjual wajah, namun bukan visi dan misi untuk memperjuangkan
aspirasi rakyat dari dapilnya.
Di setiap
sosialisasi, andil ayah Dewi selalu paling dominan. Ayahnya Simbolon ini selalu
berapi-api dalam mensosialisasikan putrinya Dewi kepada mata pilih. Hal ini
dilakukan setiap menghadiri pesta awal tahun marga-marga di Kota Jambi.
Dewi tergolong
caleg DPRD Provinsi Jambi yang paling muda. Dirinya baru lulus dari Universitas
Jambi (Unja). Bahkan boleh dikatakan belajar berpolitik, dirinya masih awam,
apalagi untuk memiliki visi dan misi dalam memperjuangkan aspirasi rakyat.
Partai Pecah Suara
Strategi partai
politik untuk memecah suara pemilih begitu kentara. Sejumlah caleg dari
berbagai etnis ditampung untuk memecah suara komunitas. Ada parpol sengaja
dicalonkan walaupun tanpa modal hanya untuk mendapatkan suara dari komunitas tertentu.
Salah satu caleg
yang cenderung berjuang sendiri tanpa dukungan partai yakni Veronika D Caleg
DPRD Provinsi Jambi Dapil Kota Jambi. Dirinya kerap jorjoran bersosialisasi
kepada komunitas pesta marga-marga, sekalipun itu tak diundang.
Veronika tak
sungkan-sungkan membagi-bagikan kartu sosialisasi kepada orang-orang yang
datang saat pesta tersebut. Percaya diri dan berjuang sendiri, itulah yang
ditunjukkan Veronica dalam memperjuangkan Pemilu Legislatif 9 April 2014 mendatang.
Hal yang sama
juga terjadi pada Yenny br Sinaga. Caleg DPRD Kota Jambi Dapil Pasar-Jelutung
dari PDIP ini dijadikan motor
penggerak pemilih bagi Ikhsan Yunus Caleg DPR RI dan
Gencarnya para
caleg bersosialisasi ke basis-basis suara, membuktikan persaingan para caleg
kini semakin sengit. Kampanye terselubung juga kini sudah mulai dilakukan demi
meraih simpatik calon pemilih.
Stategi jual
beli suara para caleg, khususnya dari partai yang sama bakal terjadi di tingkat
PPS hingga Panitia Pemilihan Kecamatan PPK. Hal ini perlu diawasi sehingga Pemilu
April mendatang tidak terjadi caos antar caleg.
Jual Beli Suara
Kepala Ombudsman perwakilan Jambi Taufik Yasak mengatakan, Pemilu
caleg yang akan datang jual beli suara caleg tidak akan terelakkan. Sebab
banyak caleg dari partai tertentu yang ambisi harus duduk di legislatif.
Sehingga caleg
yang ambisi itu akan mengupayakan perolehan suara terbanyak untuk dirinya untuk
mencukupi kuota caleg agar bisa duduk. Hal ini akan memanfaatkan perolehan
suara caleg lain dari partai yang sama.
Disebutkan,
transaksi jual beli suara ini bakal dilakukan oleh para caleg yang ambisi untuk
duduk di legislatif tersebut. Jual beli suara ini akan rawan terjadi di PPS
hingga KPPS.
Taufik Yasak meminta para PPS dan PPK untuk bersikap
netral saat pelaksanaan Pemilu 9 April mendatang. Dirinya juga meminta para
saksi parpol agar turut serta mencegah praktik
jual beli suara caleg ini.
Menurut Yasak,
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jambi agar memaksimalkan pengawasan
terhadap praktik jual beli suara antar calon anggota legislatif (caleg) maupun
caleg dengan penyelenggara di tinggat PPS dan PPK.
Dirinya menilai
potensi jual beli suara di Pemilu 2014 akan lebih besar daripada Pemilu 2009
karena persaingannya antar caleg bukan parpol. “Berbagai model transaksional
antar caleg maupun penyelenggara beragam seperti transaksi uang yang nilainya
hingga ratusan juta.
Caleg yang
tidak memenangi kursi akan melakukan
jual beli suara yang tentunya akan melibatkan penyelenggara, sehingga potensi
untuk melakukan kerjasama dengan penyelenggara sangat besar.
Karena investasi
kepada penyelenggara akan lebih menguntungkan. Kata Yusak, selain jual beli
suara di antara caleg, Panwas juga diminta mengawasi adanya
sekelompok masyarakat yang akan menawarkan suara kepada para caleg dengan bukti
kartu pemilih.
Budaya Pragmatis
Direktur Center for Election and Political Party (CEPP) Jambi As'ad Isma juga melihat banyak caleg hanya seperti boneka yang hanya dikendalikan parpol.
Caleg tersebut tidak memiliki kemampuan finansial,
kemampuan sosial, namun lolos menjadui caleg hanya untuk meraup suara parpol.
As’ad juga memperkirakan
jumlah caleg boneka pada 9 April 2014
ini bakal meningkat tajam. Hal ini akibat parpol kurang selektif dalam merekrut
caleg yang kredibel, cerdas dan memiliki visi dan misi yang jelas dan masuk
akal.
Namun kini
budaya pargmatis pemilih masih menentukan pilihannya dengan mengharap imbalan
dari caleg atau wani piro. Bahkan
para caleg ini sudah dijadikan pangsa pasar tarif harga caleg. Untuk itu, kata
As'ad Isma, praktik pembelian suara dari para pemilih
merupakan salah satu tantangan dalam pelaksanaan Pemilu di Indonesia, khususnya
di Jambi.
“Praktik semacam
ini harus dicegah oleh dengan pengawasan dari saksi caleg dan parpol. Kemudian
pengawasan dari media dan masyarakat sangat diharapkan. Pencegahannya merupakan
tantangan semua pihak demi terwujudnya Pemilu yang jujur dan adil. Potensi jual
beli suara di Pileg mendatang masih sangat tinggi, bahkan diprediksi meningkat
dari Pemilu 2009 lalu,” katanya.
Disebutkan,
potensi jual beli suara di Pileg dapat diperkecil bila mana sistem
pengawasannya diperketat dengan melibatkan seluruh komponen terkait. Meski
demikian, praktik itu sulit dihindari karena keterbatasan pihak penyelenggara.
“Kita juga
berharap kepada pemilih agar memilih caleg sesuai dengan jejak rekam yang baik
dan komitmennya untuk memperjuangkan rakyat khususnya di daerah pemilihannya,”
katanya. (*/lee) (SUMBER: HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI RABU 19 FEB 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar