Selasa, 03 Maret 2015

Menara Gentala Arasy Sebagai Icon Kebangkitan Jambi

Menara Gentala Arasy Sebagai Icon Kebangkitan Jambi.Foto Asenk Lee Saragih

Kabid SDA PU Provinsi Jambi Ibnu Ziady (kedua dari kiri) saat mendampingi Kadis PU Provinsi Jambi Ir P.B Panjaitan MM saat Rodshow Teknis Kadis PU Provinsi Jambi di Jalan Kebun Binatang Taman Rimba Jambi. Foto Asenk Lee Saragih.
Menambah Pesona Kota Seberang

“Dari sinilah semuanya berawal. Kita bertekad bahwa ada yang perlu diperbuat untuk menjadikan segalanya menjadi lebih baik. Meski diakui bahwa ini adalah mimpi. Tetapi kitapun percaya bahwa segalanya memang berawal dari mimpi. Guna mewujudkan itu semua hanya diperlukan sebuah langkah permulaan. Yang sulit itu butuh waktu. Yang tidak mungkin hanya butuh waktu sedikit lebih lama. Kejujuran, kerja keras, bertanggung jawab, dan berpegang teguh dengan visi adalah kunci dalam mewujudkan impian”.

Demikian ungkapan Kabid SDA PU Provinsi Jambi Ibnu Ziady MZ ST MH memaknai bangunan Menara Gentala Arasy Jambi. Menurutnya, ikon adalah lambang atau logo berupa orang, bangunan, simbol, dan gambar yang yang mempunyai ikatan emosional yang dirasakan warga dari masa tertentu dalam sejarah. 

“Logo, orang, simbol atau gambar bukan sesuatu yang sembarangan. Tetapi ia memiliki keterkaitan dengan keterkenalan atau popularitas. Kualitas ekspresi visual dan tempatnya dalam memori kolektif warga. Sebuah ikon kota merupakan pertanda pertautan kelampauan dan kekinian,” ujar Ibnu Ziady.


Dengan mempertautkan kelampuan dan kekinian ini sebuah masyarakat tampak mengalami kontinuitas dalam menapaki kehidupan bermasyarakat. Ada kalanya masyarakat kehilangan (diskontinuitas) dengan masa lalunya karena ada bagian masa lalu dengan sengaja dihilangkan.

“Pada saat yang sama ingin mempertahankan bagian lain dari masa lalu itu sehingga melahirkan fragmentasi masyarakat. Oleh karena itu kehadiran sebuah ikon dalam masyarakat menjadi penting sebagai penanda masyarakat. Penanda dapat menghubungkan kelampauan dan kekinian sekaligus menjadi pengingat agar sebuah kota mudah dikenal publik,” ungkap Ibnu Ziady.

Disebutkan, ikon kota memiliki makna bersama, dirasakan bersama, dan menjadi simbol bersama. Sekaligus menjadi dorongan mendukung terciptanya identitas kota. Karena itu pencarian ikon kota sering terkait dengan sejarah dan budaya setempat atau ingatan bersama masyarakat. 

Dengan lain kata, ikon kota tidak dibentuk dan diciptakan hanya semata-mata mendasarkan diri pada kekinian, tetapi selalu dihubungkan dengan kelampauan.

Di belahan dunia lain kota besar selalu memiliki ikon kota. An urban icon, yang membuat kota menjadi dikenal publik (mancanegera). Ikon kota besar dunia selalu terkait dengan bangunan bersejarah, patung, dan menara yang mempunyai ikatan dengan sejarah dan budaya masyarakatnya.
Banyak gedung (bersejarah) memiliki a civic function, tetapi tidak semua gedung dapat menjadi ikon kota. Ikon kota dapat mencerminkan dan membentuk identitas masyarakatnya.

Amerika Serikat mempunyai statue of liberty sebagai ikon kota, Paris memiliki Menara Eiffel, China memiliki Tembok Besar, Singapura ada Patung Singa, dan Jakarta ada Monas yang yang menjulang tinggi. Ikon kota besar ini hampir semuanya terkait dengan bangunan bersejarah dan tidak ada yang diciptakan terlepas dari aspek kesejarahan dan kultural masyarakatnya.

“Sama seperti dengan kota besar lainnya. Ikon kota yang tersebar di nusantara ini, digali dan diciptakan dari khasanah kelampauan. Ikon kota Surabaya Tugu Pahlawan, Pontianak ada Tugu Khatulistiwa, Tanjung Pinang ada Monumen Fiisabililah, Yogyakarta ada Tugu Yogyakarta, Ambon ada Patung Pattimura, dan sebagainya. Jika disimak dari ikon kota besar di nusantara ini sebagian besar berbentuk patung atau monumen yang memuat aspek sejarah dan budaya masyarakat,” sebut Ibnu Ziady.

Ikon Baru Kota Jambi

Ikon Kota Jambi yang sudah ada sebelumnya tercipta lebih disebabkan oleh keberagaman masyarakat. Dalam masyarakat yang beragam seperti Kota Jambi, setiap kelompok etnik memiliki tidak saja tokoh sejarah yang mempunyai kontribusi dalam mengusir kolonialisme dan tokoh agama.
“Tetapi juga pada pasca kemerdekaan karena kontribusi tokoh etnik-etnik ini. Kelompok etnik ini berkompetisi mengajukan tokoh sejarahnya agar disematkan dalam ruang publik seperti nama jalan, gedung, dan perguruan tinggi,” kata Ibnu Ziady. 

Disebutkan, disamping itu ada pula mengabadikan tokoh sejarah kelompok etnik ini dalam bentuk patung dan monumen yang tersebar di penjuru kota Jambi. Tidak mengherankan sewaktu ada nama tempat, jalan, jembatan atau gedung hendak diberi nama, setiap kelompok etnik akan berupaya mengajukan tokoh sejarahnya. 

Akibatnya, di antara kelompok etnik ini saling berkontestasi agar nama tokoh sejarahnya diabadikan di ruang publik. Kontestasi kelompok etnik yang ingin mewarnai ruang publik inilah yang membuat sulitnya mencapai kesepakatan bersama dalam membentuk ikon kota Jambi.

“Meskipun di Jambi sampai saat ini sudah memiliki beberapa penanda (ikon) kota. Misalnya Masjid Agung Al Falah, Patung Sultan Thaha, Monumen Tugu Juang dan lain sebagainya. Hanya saja keberadaan beberapa item artefak tersebut diatas belum mampu menampilkan identitas kekhasan daerah Jambi. Baik dilevel nasional apalagi internasional,” ujarnya. 

Kata Ibnu Ziady, hal ini bisa jadi disebabkan karena terlalu umumnya bangunan-bangunan tersebut. Bahkan ada yang merupakan duplikasi dari bangunan serupa di daerah lain. Dengan memodifikasi beberapa bagian lainnya, sehingga kita seringkali tergagap memberi jawaban ketika ditanya apa yang menjadi icon atau ciri/identitas dari Jambi.

Jika penciptaan ikon kota terkait dengan ikatan emosional sejarah yang dirasakan bersama, maka salah satu bangunan peninggalan sejarah dapat diciptakan menjadi ikon Kota Jambi.

“Tetapi bangunan bersejarah ini tidak saja memiliki arsitektur yang menawan dan berkelas dunia seperti yang ditunjukkan studi Cor Passchier. Tetapi juga terlepas dari nuansa agama dan etnisitas. Dengan mengusung nuansa yang lintas etnik dan budaya bangunan bersejarah ini dapat dipertimbangan dalam pencarian dan penciptaan ikon Kota Jambi,” Ibnu Ziady.

Begitu juga dengan Masjid Al Falah, jika dijadikan ikon Kota Jambi kurang memberi energi bagi pluralitas masyarakat Jambi. Dengan memerhatikan karakteristik masyarakat Jambi yang plural tak pelak jika mencari ikon kota adalah sesuatu yang tidak mempunyai ikatan dengan kelompok etnik tertentu. 

“Ikon kota selain memancarkan lintas etnik, tetapi juga ikon kota itu mempunyai historical and cultural bonds kelampauan di wilayah ini. Bila di kota besar ikon kota selalu berbentuk patung, monumen, menara, dan gedung yang melambangkan kebesaran dan sekaligus pengingat glorifikasi masa lalu, maka jika Jambi ingin mempunyai ikon yang dapat diterima publik adalah sesuatu yang lintas etnik yang memiliki ikatan kelampauan dengan wilayah ini,” tambah Ibnu Ziady.

Berangkat dari permasalahan tersebut, berawal dari ide brillian Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) yang direalisasikan melalui program yang ada ada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi telah memulai berupaya membangun sebuah menara dan jembatan pendestrian di lokasi yang sangat startegis.

“Bangunan kedunaya diharapkan nantinya membuat masyarakat mampu menjawab dengan tegas atas pertanyaan apa yang menjadi icon/penanda yang spesifik di Kota Jambi. Dan pada akhirnya diharapkan mampu membuat daerah Jambi lebih di kenal dan dikenang. Namun untuk mewujudkan itu semua tidak terlepas dari dukungan dari semua elemen masyarakat yang mempunyai visi yang jauh kedepan,” kata Ibnu Ziady.

Disebutkan, menara yang diberi nama “Gentala Arasy” oleh Budayawan Jambi H Junaidi T Noor ini secara harfiah mempunyai makna “Lonceng pengatur waktu yang menjulang tinggi”. Sedangkan kalimat “Arasy” adalah singkatan dari Abdurrahman Sayuti, yaitu nama salah satu mantan Gubernur Jambi yang berasal dari Jambi Seberang.

Ibnu Ziady menjelaskan, keberadaan menara Gentala Arasy yang dibangun dengan tujuan untuk memperkuat destinasi Kota Seberang sebagai tujuan wisata religi. Untuk itu direncanakan ada beberapa fasilitas bagi wisatawan yang terdapat pada menara.

Antara lain pengunjung dapat menikmati panorama indahnya Kota Jambi dari ketinggian ± 25 meter dengan menggunakan lift yang sudah disediakan. Kemudian pada lantai dasar terdapat museum yang berisi diorama tentang sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Jambi.

“Sedangkan pada lantai basemen direncanakan terdapat mini theater yang menayangkan film dokumenter sejarah Jambi. Dari beberapa fasilitas yang direncanakan tersebut diharapkan dapat memberikan kenangan tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke Jambi. Untuk tujuan lebih luas lagi keberadaan menara Gentala Arasy diharapkan mampu untuk menambah geliat wilasa Religi di Kota Jambi, khususnya Seberang Kota Jambi,” katanya. (*R MANIHURUK, Jambi/lee)

Tidak ada komentar: