Menara Gentala Arasy Sebagai Icon Kebangkitan Jambi.Foto Asenk Lee Saragih |
Menambah Pesona Kota Seberang
“Dari sinilah semuanya berawal. Kita bertekad bahwa ada yang
perlu diperbuat untuk menjadikan segalanya menjadi lebih baik. Meski diakui
bahwa ini adalah mimpi. Tetapi kitapun percaya bahwa segalanya memang berawal
dari mimpi. Guna mewujudkan itu semua hanya diperlukan sebuah langkah permulaan.
Yang sulit itu butuh waktu. Yang tidak mungkin hanya butuh waktu sedikit lebih
lama. Kejujuran, kerja keras, bertanggung jawab, dan berpegang teguh dengan
visi adalah kunci dalam mewujudkan impian”.
Demikian ungkapan Kabid SDA PU Provinsi Jambi Ibnu Ziady MZ
ST MH memaknai bangunan Menara Gentala Arasy Jambi. Menurutnya, ikon adalah
lambang atau logo berupa orang, bangunan, simbol, dan gambar yang yang
mempunyai ikatan emosional yang dirasakan warga dari masa tertentu dalam
sejarah.
“Logo, orang, simbol atau gambar bukan sesuatu yang
sembarangan. Tetapi ia memiliki keterkaitan dengan keterkenalan atau
popularitas. Kualitas ekspresi visual dan tempatnya dalam memori kolektif
warga. Sebuah ikon kota merupakan pertanda pertautan kelampauan dan kekinian,”
ujar Ibnu Ziady.
Dengan mempertautkan kelampuan dan kekinian ini sebuah
masyarakat tampak mengalami kontinuitas dalam menapaki kehidupan bermasyarakat.
Ada kalanya masyarakat kehilangan (diskontinuitas) dengan masa lalunya karena
ada bagian masa lalu dengan sengaja dihilangkan.
“Pada saat yang sama ingin mempertahankan bagian lain dari
masa lalu itu sehingga melahirkan fragmentasi masyarakat. Oleh karena itu
kehadiran sebuah ikon dalam masyarakat menjadi penting sebagai penanda
masyarakat. Penanda dapat menghubungkan kelampauan dan kekinian sekaligus
menjadi pengingat agar sebuah kota mudah dikenal publik,” ungkap Ibnu Ziady.
Disebutkan, ikon kota memiliki makna bersama, dirasakan
bersama, dan menjadi simbol bersama. Sekaligus menjadi dorongan mendukung
terciptanya identitas kota. Karena itu pencarian ikon kota sering terkait
dengan sejarah dan budaya setempat atau ingatan bersama masyarakat.
Dengan lain kata, ikon kota tidak dibentuk dan diciptakan
hanya semata-mata mendasarkan diri pada kekinian, tetapi selalu dihubungkan
dengan kelampauan.
Di belahan dunia lain kota besar selalu memiliki ikon kota.
An urban icon, yang membuat kota menjadi dikenal publik (mancanegera). Ikon
kota besar dunia selalu terkait dengan bangunan bersejarah, patung, dan menara
yang mempunyai ikatan dengan sejarah dan budaya masyarakatnya.
Banyak gedung (bersejarah) memiliki a civic function, tetapi
tidak semua gedung dapat menjadi ikon kota. Ikon kota dapat mencerminkan dan
membentuk identitas masyarakatnya.
Amerika Serikat mempunyai statue of liberty sebagai ikon
kota, Paris memiliki Menara Eiffel, China memiliki Tembok Besar, Singapura ada
Patung Singa, dan Jakarta ada Monas yang yang menjulang tinggi. Ikon kota besar
ini hampir semuanya terkait dengan bangunan bersejarah dan tidak ada yang
diciptakan terlepas dari aspek kesejarahan dan kultural masyarakatnya.
“Sama seperti dengan kota besar lainnya. Ikon kota yang
tersebar di nusantara ini, digali dan diciptakan dari khasanah kelampauan. Ikon
kota Surabaya Tugu Pahlawan, Pontianak ada Tugu Khatulistiwa, Tanjung Pinang
ada Monumen Fiisabililah, Yogyakarta ada Tugu Yogyakarta, Ambon ada Patung Pattimura,
dan sebagainya. Jika disimak dari ikon kota besar di nusantara ini sebagian
besar berbentuk patung atau monumen yang memuat aspek sejarah dan budaya
masyarakat,” sebut Ibnu Ziady.
Ikon Baru Kota Jambi
Ikon Kota Jambi yang sudah ada sebelumnya tercipta lebih
disebabkan oleh keberagaman masyarakat. Dalam masyarakat yang beragam seperti Kota
Jambi, setiap kelompok etnik memiliki tidak saja tokoh sejarah yang mempunyai
kontribusi dalam mengusir kolonialisme dan tokoh agama.
“Tetapi juga pada pasca kemerdekaan karena kontribusi tokoh
etnik-etnik ini. Kelompok etnik ini berkompetisi mengajukan tokoh sejarahnya
agar disematkan dalam ruang publik seperti nama jalan, gedung, dan perguruan
tinggi,” kata Ibnu Ziady.
Disebutkan, disamping itu ada pula mengabadikan tokoh
sejarah kelompok etnik ini dalam bentuk patung dan monumen yang tersebar di
penjuru kota Jambi. Tidak mengherankan sewaktu ada nama tempat, jalan, jembatan
atau gedung hendak diberi nama, setiap kelompok etnik akan berupaya mengajukan
tokoh sejarahnya.
Akibatnya, di antara kelompok etnik ini saling berkontestasi
agar nama tokoh sejarahnya diabadikan di ruang publik. Kontestasi kelompok
etnik yang ingin mewarnai ruang publik inilah yang membuat sulitnya mencapai
kesepakatan bersama dalam membentuk ikon kota Jambi.
“Meskipun di Jambi sampai saat ini sudah memiliki beberapa
penanda (ikon) kota. Misalnya Masjid Agung Al Falah, Patung Sultan Thaha,
Monumen Tugu Juang dan lain sebagainya. Hanya saja keberadaan beberapa item
artefak tersebut diatas belum mampu menampilkan identitas kekhasan daerah Jambi.
Baik dilevel nasional apalagi internasional,” ujarnya.
Kata Ibnu Ziady, hal ini bisa jadi disebabkan karena terlalu
umumnya bangunan-bangunan tersebut. Bahkan ada yang merupakan duplikasi dari
bangunan serupa di daerah lain. Dengan memodifikasi beberapa bagian lainnya,
sehingga kita seringkali tergagap memberi jawaban ketika ditanya apa yang
menjadi icon atau ciri/identitas dari Jambi.
Jika penciptaan ikon kota terkait dengan ikatan emosional
sejarah yang dirasakan bersama, maka salah satu bangunan peninggalan sejarah
dapat diciptakan menjadi ikon Kota Jambi.
“Tetapi bangunan bersejarah ini tidak saja memiliki
arsitektur yang menawan dan berkelas dunia seperti yang ditunjukkan studi Cor
Passchier. Tetapi juga terlepas dari nuansa agama dan etnisitas. Dengan
mengusung nuansa yang lintas etnik dan budaya bangunan bersejarah ini dapat
dipertimbangan dalam pencarian dan penciptaan ikon Kota Jambi,” Ibnu Ziady.
Begitu juga dengan Masjid Al Falah, jika dijadikan ikon Kota
Jambi kurang memberi energi bagi pluralitas masyarakat Jambi. Dengan
memerhatikan karakteristik masyarakat Jambi yang plural tak pelak jika mencari
ikon kota adalah sesuatu yang tidak mempunyai ikatan dengan kelompok etnik
tertentu.
“Ikon kota selain memancarkan lintas etnik, tetapi juga ikon
kota itu mempunyai historical and cultural bonds kelampauan di wilayah ini.
Bila di kota besar ikon kota selalu berbentuk patung, monumen, menara, dan
gedung yang melambangkan kebesaran dan sekaligus pengingat glorifikasi masa
lalu, maka jika Jambi ingin mempunyai ikon yang dapat diterima publik adalah
sesuatu yang lintas etnik yang memiliki ikatan kelampauan dengan wilayah ini,”
tambah Ibnu Ziady.
Berangkat dari permasalahan tersebut, berawal dari ide brillian
Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) yang direalisasikan melalui program yang ada
ada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi telah memulai berupaya membangun sebuah
menara dan jembatan pendestrian di lokasi yang sangat startegis.
“Bangunan kedunaya diharapkan nantinya membuat masyarakat mampu
menjawab dengan tegas atas pertanyaan apa yang menjadi icon/penanda yang
spesifik di Kota Jambi. Dan pada akhirnya diharapkan mampu membuat daerah Jambi
lebih di kenal dan dikenang. Namun untuk mewujudkan itu semua tidak terlepas
dari dukungan dari semua elemen masyarakat yang mempunyai visi yang jauh
kedepan,” kata Ibnu Ziady.
Disebutkan, menara yang diberi nama “Gentala Arasy” oleh Budayawan
Jambi H Junaidi T Noor ini secara harfiah mempunyai makna “Lonceng pengatur
waktu yang menjulang tinggi”. Sedangkan kalimat “Arasy” adalah singkatan dari
Abdurrahman Sayuti, yaitu nama salah satu mantan Gubernur Jambi yang berasal
dari Jambi Seberang.
Ibnu Ziady menjelaskan, keberadaan menara Gentala Arasy yang
dibangun dengan tujuan untuk memperkuat destinasi Kota Seberang sebagai tujuan
wisata religi. Untuk itu direncanakan ada beberapa fasilitas bagi wisatawan
yang terdapat pada menara.
Antara lain pengunjung dapat menikmati panorama indahnya
Kota Jambi dari ketinggian ± 25 meter dengan menggunakan lift yang sudah
disediakan. Kemudian pada lantai dasar terdapat museum yang berisi diorama
tentang sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam di Jambi.
“Sedangkan pada lantai basemen direncanakan terdapat mini
theater yang menayangkan film dokumenter sejarah Jambi. Dari beberapa fasilitas
yang direncanakan tersebut diharapkan dapat memberikan kenangan tersendiri bagi
para wisatawan yang berkunjung ke Jambi. Untuk tujuan lebih luas lagi
keberadaan menara Gentala Arasy diharapkan mampu untuk menambah geliat wilasa
Religi di Kota Jambi, khususnya Seberang Kota Jambi,” katanya. (*R MANIHURUK, Jambi/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar