Oleh Musri Nauli
Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa |
Pada tanggal 13 Maret pukul 06.00 wib saya meninggalkan
Jakarta dengan menggunakan maskapai Garuda Airways (Garuda). Setelah memasuki
pesawat (boarding), di belakang saya diikuti seorang pejabat dan dua orang.
Setelah saya duduk, saya cermati siapakah gerangan pejabat dan diikuti dua
orang tersebut. Saya kemudian tersadar. Diaadalah Menteri Sosial Khofifah Indar
Parawansa.
Gaya sederhana seorang Menteri yang rela antri menuju tempat
duduk. Mengambil bangku ekonomi dua baris didepan saya. Saya memilh
bangku“emergency”. Bangku favorit saya selain karena alasan tungkai kaki yang
panjang, bangku emergency merupakan tempat yang cukup lapang untuk keluar masuk
duduk di bangku.
Saya teringat dengan photo-photo yang beredar Jokowi yang
mengambil bangkuekonomi ketika menghadiri (urusan pribadi) wisuda putranya
diSingapura. Ternyata semangat kesederhanaan, meninggalkan protokoler,rela
antri memasuki pesawat merupakan sikap keteladanan kepemimpinan.
Hmm. Pasti ada agenda penting kedatangan seorang Menteri ke
Jambi.
Saya kemudian tidak mengikuti dan mengetahui agenda Menteri
Khofifah .Selain ada acara yang mesti dikejar, pertemuan yang saya hadiri juga
memaksa saya tidak mengikuti berita-berita online dan media cetakselama satu
hari penuh.
Saya kemudian baru mengetahui ketika keesokan harinya berita
memuat tentang kedatangan Menteri Sosial menemui warga Rimba di Bukit Duabelas
Kabupaten Sarolangun-Batanghari, Jambi. Bantuan ini diberikan menyusul kasus
meninggalnya 11 orang Rimba.
Tidak ada yang istimewa dari peristiwa. Selain bentuk
dukungan dari Pemerintah terhadap persoalan yang menimpa rakyatnya.
Namun saya kemudian kaget ketika sebuah mediaonline yang
memuat berita yangcukup menarik perhatian saya. “Mensos Bagikan Rokok Gratis ke
Orang Rimba, YLKI: Tragis Sekali”. Didalam berita disebutkan“Mensos Khofifah
Indar Parawansa memberi bantuan seperti bajukaos sebanyak 180 potong, rokok
segala jenis merek sebanyak 15 slof,dan kebutuhan pokok lain kepada orang Rimba
di Provinsi Jambi.
Dengan panjang lebar, YLKI mengomentari dan menyesalkan
sikap Mensos yang memberikan bantuan rokok kepada orang rimba. Tentu saja
lengkapanalisis berbagai peraturan yang mengatur tentang larangan untuk
memberikan rokok gratis.
Saya kemudian kaget. Mengapa YLKI tidak memahami peristiwa
sebenarnya dan “makna” pemberian rokok dilihat dari konteks peristiwa
ituterjadi. Tanpa bermaksud menyalahkan sikap YLKI ada beberapa pointuntuk
melihat peristiwa ini lebih utuh. Sehingga pernyataan harusdipahami dari
konteks peristiwa dengan melihat keadaan yangmelatarbelakangi.
Pertentangan Norma
Menggunakan norma hukum dengna bersandarkan kepada peraturan
seperti PP 109 Tahun2012 adalah salah kaprah. Bahkan terkesan
“menghakimi”pemberian rokok atau perokok adalah “kejahatan” yang harus
dimusuhi.
Dalam konteks masyarakat adat, Seloko “Sirih nan sekapur,
rokok nan sebatang” melambangkan Salam dan tanda persahabatan.
“Sirih” yang dicicipi dan “rokok” yang dihisap merupakan
persahabatan danpersaudaran mulai ditautkan.
Dalam tradisi Melayu Jambi, setiap pengundang yang
menghampiri tuan rumah selalu membawa Bokor yang berisikan “sirih, pinang,
rokok” untuk diberikan kepada tuan rumah. Tuan Rumah akan menentukan apakah
“sirih akan cicipi” dan rokok akan dihisapi atau tidak. Tidak mencicipi sirih
dan menghisap rokok, maka tawaran dari yang datang maka undangan tidak dapat
dihadiri.
Dalam setiap peristiwa adat seperti perkawinan, mengantar
sang mempelai laki-laki oleh keluarga laki-laki kepada Keluarga perempuan
selalu dimulai dengna menyodorkan “sirih dan rokok”. Setelah diterima sirih dan
rokok maka dimulai percakapan.
Pihak Laki-laki : Lah, kami antarkan “sirih dan rokok”
kepada tuanrumah.
Pihak Perempuan : Pihak jantan ke betino butandang, lah
dicicipi sirihnan sekapur. lah tehisap rokok nan sebatang, lah tehirup kupi
nansecawan. Boleh tahu maksud kedatangan kawan?
Pihak Laki-laki : Raso-rasonyo ado anak gadis sikok dalam
kamar, bolehsuruh keluar biak anak daripado sayo biso lamar.
Pihak Perempuan : Dak semudah itu kawan biso petik anak
gadis kami,takut kalu-kalu dio kagi betilam di jerami.
Pihak Laki-laki : Kami ko tahu anak gadis kawan intan nan
berlian, dakakan pulak kami taruh di pundaknyo sebongkah bulian.
Pihak Perempuan : Kalu memang lah tesebut janji, anak kami
nan gadis lahsiap di mahligai, elok rupo bebalut cindai. Dan seterusnya.
Dengan melihat “sirih dan rokok” dalam penempatannya, maka
sirih nan sekapur dan rokok nan sebatang merupakan adat yang diistiadatkan.Adat
nan sepanjang jalan. Cupak yang sepanjang batang. Adat lamopusako usang, yang
terpahat di tiang panjang yang terlukis di benduljati.
Adat yang diatur “luak nan bepenghulu, kampung nan tuo, alam
berajo,negeri bebathin, Rantau bejenang. Dimana bumi dipijak. Disitu
Langitdijunjung. Dimana tembilang tecacak. Disitu tanaman tumbuh.
Dengan melihat “sirih dan rokok” dalam seloko masyarakat
Melayu Jambi, sehingga pemberian rokok atau perokok tidaklah bisa dilihat dari
konteks PP 109 Tahun 2012. Peristiwa pemberian rokok dari Mensos Khofifah
merupakan manifestasi tawaran persahabatan dari tamu (MensosKhofifah) yang
ingin menjalin persahabatan dengan tuan rumah (warga Rimba di Bukit Duabelas
Kabupaten Sarolangun-Batanghari, Jambi).
Sudah saatnya kita “sejenak” mau memahami peristiwa
sebenarnya tanpa berpretensi “meracuni” peristiwa itu. Meninggalkan keegoan
dari rasa sebagai orang terpelajar tanpa memahami “dunia” yang justru
menghormati nilai-nilai yang mereka anut.(Musri Nauli: Ketua Walhi Jambi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar