Seorang Model Jambi |
MUSLIHIN, Jambi
Perkembangan minat masyarakat terhadap pakaian tradisional
Jambi cukup
meningkat. Hal ini tidak terlepas dari sosialisasi budayawan dan pemerintah untuk
terus melestarikan Adat dan Budaya Jambi. Penyuluhan dan sosialisasi pakaian
tradisi unggulan Jambi terus dilakukan. Baik di lingkungan masyarakat maupun
sekolah.
Ketua Lembaga Adat Kota Jambi,
Azra’I
Al-Basyari mengatakan, pakaian tradisi unggulan Jambi
luar bisa karena upaya
dari pemerintah itu sangat kuat untuk melestariakan adat budaya Jambi yang
berupa pakaian adat Jambi.
“Setiap tahun, ada anggaran dan penyuluhan baik
di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah tentang pakaian
tradisional Jambi,” katanya.
Disebutkan, misalnya Batik
Jambi, Teluk Belango dan Baju Kurung Tengkuluk menjadi salah satu pakaian dinas
Pemerintahan
Kota Jambi. Pada hari-hari tertentu, pakaian ini diwajibkan untuk digunakan
oleh seluruh pegawai Pemerintah
Kota Jambi di lingkungan kerja.
“Untuk Pemerintahan Kota Jambi, pakaian Batik Jambi, Teluk
Belango dan Baju Kurung Tengkuluk, sudah dijadikan sebagai baju dinas di
hari-hari tertentu,” ujarnya.
Faktor yang menjadi
masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya peranan
budaya lokal sebagai identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal
harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh
negara lain.
“Namun,
meski saat ini sudah banyak baju yang lebih modern, perkembangan baju adat di Jambi masih banyak diminati.
Karena apabila baju adat Jambi ini bisa dimodifikasi serta pemakaian Tengkuluknya
bisa divariasi, maka akan terlihat lebih elegan dibandingkan
dengan pakaian lain pada umumnya,” katanya.
Pesona Batik
Jambi
Selain
kaya akan flora dan faunanya, Jambi memiliki perbedaan dibandingkan provinsi
lainnya di pulau Sumatera. Jambi telah lebih dulu mengembangkan
industri di bidang Batik. Batik yang
merupakan salah satu kebanggaan sejak dari zaman Kerajaan Melayu Jambi.
Menyusuri
wilayah seberang Kota Jambi, masih dapat menemukan banyak rumah yang dibangun
dengan gaya tradisional Jambi, yakni rumah panggung. Diantara rumah-rumah
tersebut,
terdapat banyak tempat dalam memproduksi Batik Jambi.
Kini
Batik Jambi semakin dikenal dan dilestarikan. Di Seberang Kota Jambi, tidak jauh dari kediaman
Gubernur Jambi, Seberang Kota Jambi, dapat
dicapai dengan menyeberangi Sungai Batanghari dengan menggunakan Ketek (sejenis
perahu kayu) yang digunakan oleh penduduk lokal, yang hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Atau
kita dapat mengikuti sungai dengan kendaraan bermotor selama 45 menit dan kemudian
menyeberanginya menggunakan 1.000 meter panjang jembatan Aurduri 1. Kemudian
kita berbelok ke kanan dan menuju Kelurahan Jelmu, tepat di seberang Kota
Jambi.
Di
salah satu rumah tradisional, terdapat tulisan Pengrajin Batik Jambi, yakni Dua Putri yang
beralamat di Jalan
Basuki Rahmat Kampung Jawo Kelurahan Jelmu Seberang Kota Jambi. Batik Jambi Dua
Putri telah berdiri sejak tahun 1996.
Uai
Ria salah seorang pengrajin mengatakan alasannya dalam memilih usaha Batik. Ia sendiri mengaku, memilih usaha Batik tersebut
karena hobi. Mengembangkan usaha Batik tersebut, selain untuk berbisnis dan
berinvestasi, juga untuk meneruskan budaya tradisi Jambi.
“Memilih usaha Batik karena hobi dan ingin
meneruskan sejarah kebudayaan jambi, karena dari setiap motif Batik Jambi ini
memiliki arti atau kisah tersendiri,” ujarnya.
Bersama
dengan pengrajin Batik lainnya, dia sibuk membuat Batik di lantai rumah mereka.
Ruangan itu tampak penuh dengan potongan-potongan Batik. Masih
pada tahap pewarnaan dan
menggantung sampai kering.
“Kami
membuat Batik sesuai dengan pemesanan, menggunakan bahan sutra dan katun dengan
pekerja tetap 7 orang dan karyawan lepas 15 orang. Pemasaran
saat ini sudah keluar Jambi, meliputi Jakarta, Bandung, NTB, Sulawesi dan juga
sampai ke mancanegara
seperti Jepang dan Belanda,” ungkapnya.
Batik Tulis Jambi
Pejabat Jambi Mengenakan Pakaian Adat Lokal Jambi |
Seperti
daun kelapa, yang semuanya tersedia secara lokal. Selain itu, ada campuran
menggunakan bahan-bahan tidak tersedia di Jambi, seperti biji dari pohon tinggi
dan daun nila, yang biasanya diperoleh dari Yogyakarta.
Selain
dari zat pewarna yang digunakan, Batik tulis Jambi memiliki banyak motif dengan
warna-warna cerah yang melambangkan komunitas cerah dan ceria Jambi. Ada 40
motif Batik khas Jambi seperti Candi Muaro Jambi, Kaca Piring, Puncung Rebung,
Angso Duo Bersayap Mahkota, Bulan Sabit, Pauh (mangga), Antlas (Tanaman), Awan
Berarak, Riang-Riang, Kapal Sanggat, Durian Pecah, Kapak Lepas, Buah Nona, Tampuk
Manggis, Burung Kuaw dan
lain-lain.
Proses
pemasaran yang dilakukan adalah dengan mengikuti berbagai pameran yang diadakan dan mengenalkan
Batik ke masyarakat Jambi secara khusus. Untuk pembuatan Batik tulis
memakan waktu sekitar 1 hingga 2 bulan. Sedangkan
untuk Batik cap selama 1 hingga 2 minggu.
Batik yang menjadi unggulan adalah Batik tulis
khusus.
Karena, pembuatannya
khusus jika ada pemesanan, lama proses pewarnaan jika menggunakan warna alami
lebih lama yakni 1 bulan sedangkan warna kimia hanya 1 minggu saja.
Dukungan Dekranasda
Selain
itu, pada pameran Telanai Ekspo 2014 dalam rangka HUT Jambi yang ke
57 beberapa waktu yang lalu, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) dan
Dinas Koperasi Provinsi Jambi turut serta dalam memperkenalkan Batik Jambi kepada
masyarakat.
“Koperasi
siap membantu UMKM dalam memasarkan produknya, terlebih lagi seperti Batik. Kita
akan menyokong para pengusaha ini agar dapat melebarkan sayapnya. Karena
UMKM merupakan roda perekonomian di Jambi,” ujar Syaiful
AR, staf Dinas
Koperasi Provinsi
Jambi.
Untuk
harga Batik Jambi saat ini, sudah sangat terjangkau dibandingkan
beberapa tahun belakangan. Hal ini terlihat dari animo masyarakat Jambi akan Batik
semakin tinggi.
Karena sebagai masyarakat Jambi, kita
harus melestarikan kebudayaan kita dan bangga akan apa yang kita miliki.
“Kita harus bangga untuk melestarikan Batik Jambi.
Karena itu warisan dan menjadi investasi,” ujarnya.
Leni, selaku pelestari pakaian adat Jambi mengatakan,
agar investasi budaya benda berupa pakaian khas Jambi ini terjaga, pelaku utama
harus datang dari masyarakat Jambi itu sendiri. Hal yang harus dilakukan,
adalah dengan bersama-sama membudidayakan pakaian tersebut.
“Oleh karena itu, perlu
adanya kesadaran dari masyarakat untuk saling menjaga. Karena dengan adanya
kesadaran dari masyarakat, untuk selalu memakai pakaian adat. Hal ini dapat
membuktikan, bahwa masyarakat Jambi telah melestarikan seni dan budaya. Dengan
pelestarian dari pakaian ini, maka akan memberikan dari bagi pengembangan dan
juga meningkatkan mutu kualitas dari pakaian adat itu sendiri,” ujarnya.
Tengkuluk
Salah satu aset Jambi berupa budaya benda adalah Teluk Belango dan baju kurung yang dilengkapi
dengan penutup kepala. Teluk Belango dipakai untuk laki-laki,
sedangkan untuk wanita disebut Tengkuluk atau Kuluk.
Dalam hal ini, baju
Teluk Belango dan baju kurung Tengkuluk merupakan ciptaan dari interaksi dan
kreatif masyarakat Jambi yang kental dengan budaya berlandaskan agama Islam.
Oleh karena itu pengaruh Islam memang cukup kuat dalam pakaian adat ini.
Biasanya, pemakaian baju
adat Teluk Belango lebih pada kelompok penabuh rebana atau kompangan atau
pengiring adat sebagai pelaku serah antar atau serah terima bagi para mempelai
laki-laki dan perempuan.
Pemerhati Budaya Jambi, Junaidi
T Noor mengatakan, pakaian adat yang selalu digunakan dalam suatu acara, telah
menjadi tradisi selama bertahun-tahun. Hal ini menjadi ciri khas dan keunikan
dari masyarakat.
“Dari busana yang
dipakai, maka akan dapat dipelajari mengenai tradisi dari masyarakat yang
bersangkutan,” kata Junaidi.
Meskipun
gelombang modernisasi tidak bisa dilawan, masih dapat menemukan tengkuluk baik
sebagai pilihan busana sehari-hari dan juga selama acara khusus.
Untuk
mencegah keberadaan tengkuluk terhapus dengan busana modern, Museum Provinsi
Jambi, bekerja sama dengan Dekranasda dan Badan Kerajinan Nasional. Keduanya mempromosikan
penggunaannya di berbagai kesempatan. Pemerintah Provinsi Jambi juga saat ini
mendorong perempuan untuk mengenakan tengkuluk pada hari Rabu.
Pada
hiasan kepala Tengkuluk tradisional dibuat dengan melipat sepotong kain Batik
atau sarung, benar-benar unik dan eksotis. (Dibantu Rosenman
M/lee) (HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI SENIN 14 APRIL 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar