JIS |
Seorang guru, apalagi guru TK, seharusnya mendidik anak-anak mengenal dunia, berkomunikasi dengan dunia dengan baik, hingga dia memiliki imaginasi membangun dunia yang lebih baik.
Willian James Vahey, seorang guru TK dan pernah mengajar 10 tahun di JIS, justru melakukan perbuatan sebaliknya. Di otaknya setiap hari adalah menggilir anak-anak menjadi pemuasan nafsu seksnya yang menyimpang.
Perbuatannya itu rapi selama puluhan tahun, hingga flesh disknya berhasil dicuri pembantunya dan diserahkan kepada kepolisian Amerika beberapa waktu lalu.
Peristiwa yang kemudian membuatnya malu dan frustrasi, bahkan melakukan bunuh diri di Luverne, Minnesota, AS, bulan lalu, dua hari setelah seorang hakim
federal di Houston mengatakan bahwa pihak berwenang bisa mencari salah satu flash disk William James Vahey yang diduga berisi foto-foto yang menggambarkan kekerasan seksual terhadap anak-anak.
Ternyata William James sudah melakukan kejahatan ini di berbagai negara, termasuk Nicaragua dan negara-negara lain. Korbannya, menurut FBI mencapai 90 orang.
Itu dia kalau polisi, penegak hukum yang profesional. Mampu menunjukkan fakta, dan bekerja berdasarkan fakta. Mereka bergerak cepat.
Meski William James sudah meninggal, tetapi FBI terus melakukan penyelidikan mengumpulkan fakta, mencari penyebab masalahnya, sehingga diperoleh cara mencegahnya dan suatu ketika masalah yang sama tidak muncul lagi.
Tentu, sangat susah mengakui segala sesuatu yang belum jelas. Kini, laporan FBI sudah terang benderang dan meyakinkan. Ada guru yang melakukan pelecehan kepada anak-anak, termasuk di JIS.
Pihak JIS sendiri sudah menyadari kesalahan dan kealpaannya dan mulai terbuka untuk menguak kejahatan di sekolahnya. Mendeteksi penderita pedofilia bukan hal yang mudah.
Bahkan polisi Amerika Serikat, Nicaragua juga kecolongan, kok. Ini yang ditutupi polisi Indonesia dan Mendikbud, seolah mereka sudah bekerja baik, dan dari pihak pemerintah semua sempurna, semua kasus adalah salah lembaga pendidikan.
Makanya, mereka semua bersikap seperti hakim agung yang tidak bijak. Taunya cuma menghukum, meski tidak memahami apa yang dihukum. Kesalahan seorang guru, hukumlah gurunya.
Dirjen PAUD hanya taunya cuma ngomong tutup sekolahya. Tanggungjawabnya sebagai pejabat apa? Anak SD juga bisa, kalau cuma bilang tutup.
Polisi Indonesia lamban. Meski lamban, kita juga berterima kasih karena memberikan perhatian besar atas kasus ini. Meski publik sempat berpeluang menghakimi, sesuai dengan kepentingannya.
Semoga dengan temuan-temuan baru ini, kita semakin paham kelainan seks yang diidap para guru TK ini. Bayangkan puluhan tahun dia mampu menyembunyikan aksinya. Artinya, tidak mudah untuk mendeteksinya, dan kita semua harus concern.
Semoga pemerintah kita, polisi kita dan masyarakat kita makin pintar. Tidak goblok-goblok amat seperti yang sekarang ini dipertontonkan di televisi. Semua emosional, tanpa mampu memecahkan persoalan yang sebenarnya.
Ini semua tanggungjawaba Mendiknas dan Kepolisian.Mereka memiliki pengawas, sayangnya tidur nyenyak, sontoloyo, kata Prof Dr Sahetapy.
Dimana kalian selama ini? Jangan cuma cuap-cuap di TV, dan kebakaran jenggot kalau sudah ada masalah.
Dirjen PAUD, Dinas Pendidikan buat apa untuk pembinaan sekolah itu. Tidak ada alasan sekolah itu tertutup, bongkar saja, kalau kalian memang jujur!.
Kita semua harus sadar, masalah kita bukan hanya soal JIS, Itu hanya sebongkah dari gunung es persoalan pelecehan seksual anak. 12 provinsi di Indonesua kini punya kasus yang sama, 3000 anak setiap tahun mengalami pelecehan seksual oleh guru-guru dan pegawai sekolahnya. Komisi Perlindungan Anak sudah berbusa-busa mulutnya ngomong soal ini.
Di sana ada orang-orang seperti "William James Vahey" yang siap mengancam kelangsungan hidup generasi mendatang. Mata, telinga polisi, mata, telinga Mendiknas arahkan juga ke sana. Jelaskan kepada masyarakat, apa yang sudah dilakukan kepolisan, Mendiknas atas laporan itu.
Pemerintah (Mendiknas) dan kepolisian ditantang mendudukkan persoalannya dan mempertontonkan masyarakat cara penyelesaiannya, dan hasilnya.
Alasan konyol selalu muncul di media dari pihak pemerintah. "Sekolah itu tertutup". Kalian dibayar untuk apa?. Tugas pemerintah adalah melindungi seluruh warga, melindungi orang-orang, lembaga-lembaga pendidikan yang mencerdaskan bangsa.
Kalau tidak ada ijin, itu salah pemerintah dan polisi. Kenapa diam, kenapa dibiarkan?. Konyol sekali.
Sudah rahasia umum, pengawas datang, tapi ujung-ujungnya "amplop", kasi uang transport, diam. Apa yang mau selesai?.
Pelajaran berharga bagi kita semua, dan dukunglah memberantas kejahatan ini sampai tuntas, termasuk masalah PAUD, sekolah internasional, dan sekolah-sekolah nasional di tempat lain.(Sumber FB: Jannerson Girsang Medan 24 April 2014)
******
(Kumpulan Berita Kasus Kasus Pedofilia di Jakarta Internasional School dari www.detik.com)
Kasus Kekerasan Seksual di JIS Jadi Sorotan Internasional
Jakarta - Kisah kasus kekerasan seksual di Jakarta
International School (JIS) kini mendunia. Sejumlah media asing
menyorotinya. Bahkan kasus ini disebut membuat kalangan ekspatriat
khawatir.
Beberapa media yang menulisnya adalah Sydney Morning
Herald dan beberapa media di Asia dan Belanda. Khusus di Sydney Morning
Herald, ada ulasan cukup panjang karena rupanya sang penulis, Michael
Bachelard, memiliki dua anak yang bersekolah di JIS.
Pengacara korban, OC Kaligis, menyebut kasus di sekolah elite sudah menjadi pembicaraan serius.
"Ini
kan bukan lagi masalah di lokal lagi, tapi ini sudah masuk laporan di
Belanda dan masuk koran-koran di Australia. Ini menyangkut dua hal,
perlindungan anak dan HAM pendidikan," kata Kaligis saat mengajukan
gugatan perdata bagi JIS dan Kemendikbud di PN Jaksel, Senin
(21/4/2014).
"Oleh karena itu, ini masalah serius sekali. Ini
masalah kan menghilangkan barang bukti, menghentikan outsourcing,
katakanlah ada surat-suratnya," ucapnya.
Kaligis lalu menggugat
perdata untuk menutup JIS secara permanen. Selain itu, Kaligis juga
menggugat Kemendikbud karena dianggap lalai.
Wakili Keluarga Korban Sodomi, OC Kaligis Gugat JIS Secara Perdata
Pengacara korban kekerasan seksual di Jakarta
International School (JIS), OC Kaligis, menggugat perdata sekolah
tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dia meminta
JIS untuk ditutup.
"Ini (gugatan) perdatanya. (Untuk menutup) Bagian TK-nya, kan nggak ada izinnya," kata Kaligis.
Kaligis
bersama timnya datang ke PN Jaksel, Jl Ampera Raya, sekitar pukul 10.00
WIB, Senin (21/4/2014). Dia mendaftarkan gugatan perdata dengan nomor
pendaftaran 226/Pdt.G/2014 tertanggal 21 April 2014.
Kasus
pencabulan di sekolah elite ini merebak sejak dua pekan lalu. Belakangan
diketahui bahwa TK JIS belum memiliki izin operasional.
Kemendikbud
akhirnya membuat keputusan untuk menutup sementara TK tersebut. Para
siswa diminta untuk diliburkan sampai persyaratan selesai.
Polda
Metro Jaya telah menetapkan dua petugas cleaning service yang menyodomi
bocah 5 tahun di sekolah elite itu sebagai. Keduanya dijerat dengan
pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Mereka terancam 15 tahun
penjara.
OC Kaligis: JIS Hilangkan Barang Bukti
Pengacara korban sodomi di JIS, OC Kaligis kesal bukan kepalang. Dia
menuding Jakarta International School (JIS) menghilangkan barang bukti
(barbuk) dengan memberhentikan semua cleaning service.
JIS selama ini mempergunakan jasa ISS untuk petugas cleaning service.
"Semua
cleaning service-nya diberhentikan. Ini jelas menghilangkan barang
bukti. Mereka sengaja menghilangkan barang bukti dan menghalang-halangi
pemeriksaan. Sudah salah malah dikasih lagi gula-gula. Saya jengkel juga
ini," ujar Kaligis.
Kaligis mengatakan itu dalam jumpa pers
bersama Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kemendikbud, Lidya
Freyani, kedua ortu korban, pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri
Amriel, Sekjen KPAI Elfrida di Griya Dewantara, Jl RS Fatmawati No 16-18
Jaksel, Sabtu (19/4/2014).
Kaligis menambahkan, pihak JIS juga
mengubah toilet, tempat bocah 6 tahun disodomi. Dengan mengubah toilet,
Kaligis menilai, pihak JIS menghilangkan barang bukti.
"Sekarang barang buktinya sudah nggak ada. Karena sudah diganti toiletnya itu," tuturnya.
Pihak
JIS, lanjut Kaligis, juga melarang-larang orangtua murid lainnya
berbicara pada pemerintah. Padahal orangtua murid lainnya akan
mengadakan pertemuan dengan orangtua korban pada Senin atau Selasa
mendatang.
"Tapi dari sms/email yang masuk melarang semua orangtua berkumpul atau
berbicara ke pemerintah tanpa ada izin dari JIS. Ini membuat kami
terhambat karena kami mau memberikan perlindungan darurat kepada anak,"
ucap Kaligis.
Upaya konfirmasi kepada pihak JIS terkait tudingan
Kaligis belum direspons sejauh ini. Namun Kepala Sekolah JIS, Tim Carr,
dalam pernyataan persnya menyatakan, siap bekerjasama dengan pihak mana
pun terkait masalah ini.
"Kami akan terus bekerja sama secara
erat dengan Kementerian Pendidikan, pihak kepolisian dan institusi
pemerintahan lainnya demi tercapainya jalan keluar yang terbaik. Fokus
utama kami selama ini dan ke depannya adalah untuk mengedepankan
kesejahteraan siswa dan keluarganya, serta keamanan dan keselamatan dari
komunitas sekolah kami," papar Carr.
Polisi sebelumnya
mengatakan, sudah menyelidiki toilet tempat peristiwa pilu itu terjadi.
CCTV juga sudah dipasang di depan area toilet.
Pemerintah Harus Tinjau Ulang Sekolah Internasional
Kasus pelecehan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta
International School (JIS) harus diusut secara tuntas. Pemerintah juga
didesak untuk meninjau ulang keberadaan sekolah internasional.
"Kami
sangat menyesalkan terjadinya kasus tersebut, hal ini tentu saja
mencoreng dunia pendidikan di negeri ini. Berharap pengusutan kasus ini
berjalan dengan baik hingga tuntas dan pelakunya dihukum
seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.” ujar Sekretaris
Jenderal Gerindra Ahmad Muzani lewat rilis yang diterima, Rabu
(23/4/2014).
Muzani berharap dengan adanya kasus ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan segera melakukan peninjauan ulang terhadap
sekolah-sekolah berlabel Internasional.
"Saya rasa pemerintah
melalui Kemendikbud perlu melakukan review terhadap sekolah-sekolah
asing yang berlabel internasional. Dalam kasus TK JIS bahkan sekolah
yang bersangkutan tidak memiliki izin operasional," terangnya.
"Oleh
karena itulah perlu dicek juga apakah sekolah-sekolah asing yang lain
juga mempunyai izin operasional, jangan sampai karena ada label
internasional dan asing maka ekolah-sekolah tersebut bisa bertindak
seenaknya, Kemendikbud juga jangan bersikap permisif terhadap sekolah
yang melanggar aturan. Jika sekolah tersebut berdiri di wilayah
Indonesia, maka aturan lokal harus ditaati sepenuhnya," tambahnya.
Saat
ini polisi telah menetapkan dua tersangka yang merupakan petugas
cleaning service dari perusahaan outsourching penyedia jasa kebersihan
PT ISS Indonesia. Mereka sudah bekerja di JIS sejak satu tahun terakhir.
Kedua tersangka melakukan perbuatan cabul itu di dalam toilet, ketika
korban hendak buang air kecil. Dari hasil pemeriksaan laboratorium,
kedua tersangka memiliki bakteri yang identik dengan bakteri yang ada
pada anus korban.
Status tersangka Awan sendiri sudah menikah dan
memiliki seorang anak, sementara tersangka Agun masih lajang. Polisi
pernah merilis beberapa waktu lalu, bahwa kedua tersangka memiliki
kelainan seksual jenis homoseksual.
Ibunda Korban: Sudah Bayar Rp 20 Juta/Bulan, Ternyata TK JIS Tak Berizin
Orang tua mana yang tidak pilu melihat kondisi trauma anak pasca kasus
pelecehan seksual yang baru dialaminya di TK Jakarta International
School (JIS). Apalagi setelah mengetahui sekolah yang dibayar mahal
setiap bulannya itu ternyata tak berizin.
"Nanti (anak) saya
pindah sekolah. Apalagi setelah ada statement sekolah, apa kah ibu nggak
malu kalau anaknya kembali ke sekolah kita (JIS) kemudian teman-teman
ledekin dia. Saya bilang, siapa yang mau kembali ke sekolah Anda. Begitu
sombongnya Anda berpikir anak saya akan kembali ke sana, memang sekolah
itu saja yang internasional," ucap ibu tersebut dengan nada penuh
emosi.
Hal ini diungkapkan usai konferensi pers di Griya Dewantara, Jl RS Fatmawati No 16-18, Jaksel, Sabtu (19/4/2014).
Dia
ditemani suaminya mengaku kecewa dan merasa tertipu oleh keamanan
sekolah bertaraf internasional tersebut. Terlebih, setelah terkuak kalau
dari tahun 1992 TK JIS belum memiliki izin operasional.
"Iyalah,
kamu mau masuk tidak ada izin, bayar Rp 20 jutaan mau perbulan, itu
makanya jengkel saya. Merasa dikhianati," lanjutnya.
Sang Bunda
juga membantah keras tudingan pihak sekolah yang mengatakan kondisi
keluarganya tidak harmonis. Sehingga, anak bisa mengalami kasus
kekerasan seksual.
"Karena keadaan rumahnya harmonis, mental
anaknya bisa cepat sembuh. Jadi apa yang dibilang JIS soal saya dan
suami tidak harmonis terbantahkan. Tanya saja Kak Seto, beliau nggak
mungkin bohong," tegas perempuan yang mengenakan kemeja putih dan celana
jeans ini.
"Betapa sombongnya petinggi-petinggi JIS itu bilang ke ibu korban. Saya memasukkan anak saya bayar bukan mengemis," pungkasnya.
TK JIS Ditutup Sementara, Kemendikbud: Anak-anak Liburkan Saja
Perwakilan Jis dan Kemendikbud |
"Jadi ya jangan ada proses belajar mengajar. Anak-anak liburkan saja dulu," kata Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (18/4/2014).
Surat keputusan itu kemungkinan terbit paling lambat hari Selasa (22/4) mendatang. Keputusan ini hanya ditujukan untuk TK, bukan jenjang yang lain.
Ditambahkan Lydia, bila nantinya JIS sudah bisa melengkapi persyaratan izin pendirian dan penyelenggaran, maka TK bisa kembali beroperasi. Selama itu belum dipenuhi, maka tidak boleh ada kegiatan belajar mengajar.
"Kalau dia cepat, maka sekolah itu pun bisa beroperasi cepat pula," tambahnya.
Lydia mengimbau agar sekolah-sekolah lain yang memiliki TK dan belum berizin harus segera melengkapinya. Contoh kasus seperti JIS harus dijadikan pelajaran.
"JIS itu kan dari 1992, kenapa diam saja selama ini? Jangan gitu dong," tegas wanita yang kini sibuk gara-gara kasus kekerasan seksual di JIS tersebut.
TK JIS disorot karena salah satu siswanya menjadi korban kekerasan seksual di toilet sekolah. Pelakunya adalah dua cleaning service yang bekerja di sana. Dalam perkembangannya, keberadaan TK tersebut rupanya ilegal. Izin yang diberikan kepada JIS selama ini adalah untuk tingkat SD hingga SMA.
Dua tersangka cleaning service dari ISS sudah dijadikan tersangka dan ditahan. Mereka terancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
5 Cerita Tentang Sosok Agun dan Awan, Pelaku Sodomi di JIS
Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh bocah di Jakarta International School (JIS) menggegerkan banyak pihak. Bagaimana tidak, sekolah bertaraf internasional yang dikenal memiliki reputasi baik selama ini bisa 'kebobolan' perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh cleaning service dari ISS.Akibat tindakannya, korban yang baru berusia lima tahun ini mengalami trauma hebat hingga menyebut kedua pelaku sebagai bad man and scary. Dia pun menjadi sangat takut untuk pergi ke toilet. Bahkan ketika berada di dalam rumah, korban tidak mengenakan celana karena tidak ingin pergi ke toilet.
Polisi sudah menetapkan dua tersangka kasus kekerasan seksual di TK JIS. Keduanya adalah Agun Iskandar (24) dan Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20).
Keduanya dikenakan UU Perlindungan Anak dan terancam dipenjara selama 15 tahun. Seperti apa sebenarnya sosok Agun dan Virgiawan itu? Berikut profil kedua tersangka yang tengah mendekam di balik jeruji besi:
Tak banyak informasi yang dapat digali mengenai pria ini. Satu hal yang
diketahui secara pasti dari para tetangganya, Agun memiliki seorang
istri dan anak.
Agun tinggal di sebuah rumah sederhana bercat kuning di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Rumahnya berada di gang sempit dan sederhana dengan tembok menempel satu sama lain.
"Maaf, saya belum bisa ngomong apa-apa," ujar istrinya yang belum diketahui namanya tersebut.
Agun tinggal di sebuah rumah sederhana bercat kuning di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Rumahnya berada di gang sempit dan sederhana dengan tembok menempel satu sama lain.
"Maaf, saya belum bisa ngomong apa-apa," ujar istrinya yang belum diketahui namanya tersebut.
2. Tetangga Bungkam Soal AgunTak banyak yang mau
bicara soal sosok Agun Iskandar terkait kasus sodomi yang dituduhkannya.
Sebagian besar tetangganya memilih bungkam atau menghindar saat ditanya
tentang bapak satu anak tersebut.
Bahkan tiga orang tetangga dekat Agun yang sedang duduk di depan rumah juga langsung beranjak saat ditanya-tanya. Ada yang masuk rumah, ada yang langsung pergi meninggalkan kawasan rumah yang dindingnya berdampingan tersebut. Salah satu dari mereka memberi isyarat kecil dengan telunjuk mengarahkan ke rumah Agun. Kemudian pergi.
"Baru tahu juga (kasus sodomi yang dilakukan tersangka Agun) dari berita. Jangan tanya-tanya tentang itu, kalau rumahnya mah yang itu," ujar seorang wanita paruh baya dengan berbisik sambil menunjuk rumah Agun.
Bahkan tiga orang tetangga dekat Agun yang sedang duduk di depan rumah juga langsung beranjak saat ditanya-tanya. Ada yang masuk rumah, ada yang langsung pergi meninggalkan kawasan rumah yang dindingnya berdampingan tersebut. Salah satu dari mereka memberi isyarat kecil dengan telunjuk mengarahkan ke rumah Agun. Kemudian pergi.
"Baru tahu juga (kasus sodomi yang dilakukan tersangka Agun) dari berita. Jangan tanya-tanya tentang itu, kalau rumahnya mah yang itu," ujar seorang wanita paruh baya dengan berbisik sambil menunjuk rumah Agun.
3. Awan Dikenal Sebagai Sosok yang PendiamTak banyak
yang menyangka di balik pribadinya yang pendiam, Virgiawan Amin bin
Suparman alias Awan bisa berbuat keji pada anak lima tahun di Jakarta
International School (JIS). Keluarga pun mengaku kaget begitu mendengar
kabar kasus kekerasan seksual tersebut.
Awan diketahui bermukim di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Di rumah sederhana itu ia tinggal bersama neneknya yang bernama Saunih dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.
"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," ujar Saunih tak kuasa menyembunyikan kesedihannya.
4. Awan Tak Punya Pacar
Tak banyak cerita seputar kehidupan pribadinya yang dapat terungkap dari Awan. Keluarganya mengaku, pria yang genap berusia 20 tahun itu jarang 'curhat' tentang masalah pribadi.
"Dia nggak pernah bawa pacar paling teman kerja," kata nenek Awan, Saunih, di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Marwadi, paman Awan yang tinggal di rumah tersebut menambahkan, keponakannya tersebut memang jarang ngobrol. Tak banyak cerita soal kehidupan sehari-hari, apalagi masalah kekasih.
5. Awan Memiliki Masa Lalu yang Kelam
Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih sangat belia, bapaknya pergi meninggalkan dirinya. Lalu dia tinggal bersama ibunya yang bernama Murni.
Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.
Menurut sang paman, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.
"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," tegasnya.
Polisi telah menetapkan Agun Iskandar dan Virgiawan Amin alias Awan
sebagi tersangka kasus kekerasan seksual pada anak di Jakarta
International School (JIS). Pengamat kriminal dan psikologi forensik,
Reza Indragiri Amriel menduga para pelaku pernah mendapatkan kekerasan
seksual di masa lalunya.
Jadi Pelaku Sodomi, Awan Mendapat Perlakuan Tidak Menyenangkan Saat Kecil?
Polisi yakin Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) sebagai pelaku sodomi terhadap bocah TK Jakarta International School (JIS). Bukti berupa hasil lab dan pengakuan korban jadi petunjuk utama. Apa kondisi yang melatarbelakangi tindakan tersebut?
Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih belia, bapaknya pergi meninggalkannya. Lalu dia tinggal bersama sang ibu yang bernama Murni.
Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.
"Dia masuk dari bulan Mei lalu, nggak sampai setahun," kata Marwadi saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).
Saat ditanya apakah Awan punya masa kecil yang kurang menyenangkan, Marwadi mengaku tidak tahu banyak. Yang jelas, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.
"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," jawab Marwadi.
Kini, Awan dan tersangka lainnya Agun sudah ditetapkan jadi tersangka. Mereka dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 15 tahun penjara.
Polisi sudah melakukan uji lab terhadap dua cleaning service ISS tersebut. Hasilnya ditemukan kemiripan bakteri di tubuh mereka dan korban. Tiga rekan mereka yang diduga ikut terlibat kini masih berstatus saksi.
"Kemaren pas di kantor polisi ngebesuk saya tanya ke Awan. Kamu benar berbuat? 'Nggak bang'," kata paman Awan, Marwadi, saat ditemui di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).
Versi keluarga, Awan dijemput pada tanggal 3 April 2014 lalu oleh atasannya di ISS. Sehari setelahnya, ISS mengabarkan Awan ada di Polda Metro Jaya.
"Hasil tes tidak terbukti mengidap herpes. Berarti kan ada pelaku lain," terangnya.
Menurut polisi, Awan sudah mengakui perbuatannya, meski di awal sempat membantah. Bukti kuat polisi adalah bakteri yang ditemukan di kedua pelaku dan di tubuh korban ada kecocokkan.
Tak butuh waktu lama, Awan dan tersangka lainnya Agun pun dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Bila terbukti bersalah di pengadilan, mereka bisa divonis maksimal dengan hukuman 15 tahun penjara.
Awan Jadi Tersangka Sodomi di JIS, Ini Reaksi Keluarga
Tak ada yang menyangka Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) bisa berbuat keji pada anak lima tahun di Jakarta International School (JIS). Keluarga pun kaget begitu mendengar kabar kasus kekerasan seksual tersebut.
"Kejadian begini Masya Allah, saya kaget banget lemes dengernya. Sekarang di penjara udah dua minggu dari tanggal 3 April," kata nenek Awan, Saunih, saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2014).
Menurut Saunih, Awan belum berkeluarga. Dia tinggal di rumah tersebut bersama nenek dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.
Saunih tak berhenti menyiratkan kesedihan saat melihat pemberitaan soal Awan. Alasannya, Awan yang membantu kehidupannya sehari-sehari.
"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," sambung Saunih.
Marwadi mengaku sudah menjenguk Awan di penjara. Kondisi keponakannya tersebut sehat, namun memang belum beradaptasi dengan situasi di tahanan.
"Saya sedih liat ibu saya (nenek Awan) sering nangis kalau malam," terang Marwadi.
Awan dan Agun ditetapkan sebagai tersangka sodomi kepada bocah 5 tahun di JIS. Keduanya dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Mereka terancam 15 tahun penjara.
Keduanya sudah ditahan sejak dua pekan lalu. Kepada polisi, awalnya mereka tak mengaku, namun belakangan mengakui perbuatan sodomi kepada bocah tersebut di toilet sekolah JIS.
Saking ketatnya Jakarta International School (JIS) tidak sembarang orang
bisa masuk ke area sekolah elite itu. Bahkan, pengacara kondang Hotman
Paris Hutapea menyebut sekelas Istana Negara masih kalah dengan JIS pola
keamanannya.
Korban kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS)
bertambah menjadi dua. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk
melaporkan adanya temuan terbaru korban sodomi di TK JIS tersebut.
Korban merupakan teman satu kelas dari korban sebelumnya. Belum diketahui secara pasti, kapan kekerasan itu dialami korban.
Jakarta International School (JIS) menegaskan pihaknya memiliki proses
rekrutmen yang ketat dalam seleksi tenaga pengajar di tempatnya. Bahkan
JIS mengaku menggunakan kurikulum Indonesia.
Satu lagi korban pelecehan seksual di TK Jakarta International School
(JIS) kembali terkuak. Parahnya pihak guru di JIS pun sudah tahu
mengenai kejadian kali ini.
"Salah satu yang pernah dia lihat yang pernah lakukan tindak kekerasan
kepada dia itu yang sudah ditangkap sekarang," lanjut Erlinda.
Awan diketahui bermukim di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Di rumah sederhana itu ia tinggal bersama neneknya yang bernama Saunih dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.
"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," ujar Saunih tak kuasa menyembunyikan kesedihannya.
4. Awan Tak Punya Pacar
Tak banyak cerita seputar kehidupan pribadinya yang dapat terungkap dari Awan. Keluarganya mengaku, pria yang genap berusia 20 tahun itu jarang 'curhat' tentang masalah pribadi.
"Dia nggak pernah bawa pacar paling teman kerja," kata nenek Awan, Saunih, di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Marwadi, paman Awan yang tinggal di rumah tersebut menambahkan, keponakannya tersebut memang jarang ngobrol. Tak banyak cerita soal kehidupan sehari-hari, apalagi masalah kekasih.
5. Awan Memiliki Masa Lalu yang Kelam
Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih sangat belia, bapaknya pergi meninggalkan dirinya. Lalu dia tinggal bersama ibunya yang bernama Murni.
Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.
Menurut sang paman, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.
"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," tegasnya.
Ini yang Menyebabkan Agun dan Awan Tega Menyodomi Bocah TK di JIS
Polisi telah menetapkan Agun Iskandar dan Virgiawan Amin alias Awan
sebagi tersangka kasus kekerasan seksual pada anak di Jakarta
International School (JIS). Pengamat kriminal dan psikologi forensik,
Reza Indragiri Amriel menduga para pelaku pernah mendapatkan kekerasan
seksual di masa lalunya.
"Dalam sekian banyak kasus kekesaran
seksual, pelaku kekerasan seksual pada anak memiliki masa lalu yang
suram, dan pernah menerima prilaku yang tak senonoh," kata Reza kepada
detikcom, Jumat (18/4/2014).
Reza mengatakan, hal ini
menimbulkan rasa dendam, beci dan malu yang tak pernah teratasi sehingga
bisa meledak. Sehingga setelah dewasa saat mereka memiliki modal mereka
melampiaskan kebencian itu.
"Biasanya berputar-putar dari
korban menjadi pelaku. Tapi tidak selalu begitu, ada juga yang korban
justru survive dan menjadi aktivis perlidungan anak," katanya.
Reza
juga mengatakan perilaku meniru teman juga bisa jadi pemicu terjadinya
kekerasan terhadap anak. "Bisa juga pelaku ini melihat temannya
melampiaskan ke anak kemudian dia mengikutinya karena melihat temannya
mendapatkan kepuasan," katanya.
Reza menegaskan, dua orang
pelaku kekerasan tersebut bukanlah pedofilia karena mereka masih memliki
ketertarikan dengan lawan jenis yang dewasa. "Kalau pedofil sama sekali
tidak memiliki ketertarikan dengan lawan jenis yang dewasa, mereka
hanya suka anak-anak. Kalau mereka ini masih tertarik dengan lawan jenis
dewasa," katanya.
Reza menyatakan, para pelaku ini memilih
anak-anak sebagai korbannya karena memiliki keterbatasan sehingga tak
bisa melampiaskan hasratnya pada lawan jenisnya.
"Mereka ada
keterbatasan seperti tak punya uang untuk menikah atau hambatan lainnya
sehingga melampiaskan hasratnya ke anak-anak bukan pada lawan jenisnya
yang sudah dewasa," katanya.
Saat ditanya mengenai pelaku Agun
yang sudah memiliki istri dan anak, Reza mengatakan adanya keluarga tak
menutup kemungkinan Agun menjadi pelaku kekerasan seksual ke anak.
"Ini
perlu ditelusuri lagi seperti perlu ditanyakan apakah anaknya juga jadi
korban pelaku ini dan berapa kali dia melakukan hubungan dengan
istrinya. Ini memang pertanyan yang brutal tapi memang dibutukan
pertanyaan itu karena kasus ini juga sangat brutal," katanya.
Jadi Pelaku Sodomi, Awan Mendapat Perlakuan Tidak Menyenangkan Saat Kecil? Polisi yakin Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) sebagai pelaku sodomi terhadap bocah TK Jakarta International School (JIS). Bukti berupa hasil lab dan pengakuan korban jadi petunjuk utama. Apa kondisi yang melatarbelakangi tindakan tersebut?
Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih belia, bapaknya pergi meninggalkannya. Lalu dia tinggal bersama sang ibu yang bernama Murni.
Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.
"Dia masuk dari bulan Mei lalu, nggak sampai setahun," kata Marwadi saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).
Saat ditanya apakah Awan punya masa kecil yang kurang menyenangkan, Marwadi mengaku tidak tahu banyak. Yang jelas, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.
"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," jawab Marwadi.
Kini, Awan dan tersangka lainnya Agun sudah ditetapkan jadi tersangka. Mereka dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 15 tahun penjara.
Polisi sudah melakukan uji lab terhadap dua cleaning service ISS tersebut. Hasilnya ditemukan kemiripan bakteri di tubuh mereka dan korban. Tiga rekan mereka yang diduga ikut terlibat kini masih berstatus saksi.
Kepada Keluarga, Awan Tak Mengaku Sebagai Pelaku Sodomi di JIS
Keluarga sempat menjenguk Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) di Polda Metro Jaya tak lama setelah ditangkap. Pada momen itu, Awan meyakinkan keluarga bukan sebagai pelaku sodomi di Jakarta International School (JIS)."Kemaren pas di kantor polisi ngebesuk saya tanya ke Awan. Kamu benar berbuat? 'Nggak bang'," kata paman Awan, Marwadi, saat ditemui di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).
Versi keluarga, Awan dijemput pada tanggal 3 April 2014 lalu oleh atasannya di ISS. Sehari setelahnya, ISS mengabarkan Awan ada di Polda Metro Jaya.
"Hasil tes tidak terbukti mengidap herpes. Berarti kan ada pelaku lain," terangnya.
Menurut polisi, Awan sudah mengakui perbuatannya, meski di awal sempat membantah. Bukti kuat polisi adalah bakteri yang ditemukan di kedua pelaku dan di tubuh korban ada kecocokkan.
Tak butuh waktu lama, Awan dan tersangka lainnya Agun pun dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Bila terbukti bersalah di pengadilan, mereka bisa divonis maksimal dengan hukuman 15 tahun penjara.
Awan Jadi Tersangka Sodomi di JIS, Ini Reaksi Keluarga
Tak ada yang menyangka Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) bisa berbuat keji pada anak lima tahun di Jakarta International School (JIS). Keluarga pun kaget begitu mendengar kabar kasus kekerasan seksual tersebut.
"Kejadian begini Masya Allah, saya kaget banget lemes dengernya. Sekarang di penjara udah dua minggu dari tanggal 3 April," kata nenek Awan, Saunih, saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2014).
Menurut Saunih, Awan belum berkeluarga. Dia tinggal di rumah tersebut bersama nenek dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.
Saunih tak berhenti menyiratkan kesedihan saat melihat pemberitaan soal Awan. Alasannya, Awan yang membantu kehidupannya sehari-sehari.
"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," sambung Saunih.
Marwadi mengaku sudah menjenguk Awan di penjara. Kondisi keponakannya tersebut sehat, namun memang belum beradaptasi dengan situasi di tahanan.
"Saya sedih liat ibu saya (nenek Awan) sering nangis kalau malam," terang Marwadi.
Awan dan Agun ditetapkan sebagai tersangka sodomi kepada bocah 5 tahun di JIS. Keduanya dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Mereka terancam 15 tahun penjara.
Keduanya sudah ditahan sejak dua pekan lalu. Kepada polisi, awalnya mereka tak mengaku, namun belakangan mengakui perbuatan sodomi kepada bocah tersebut di toilet sekolah JIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar