Kamis, 05 Desember 2013

MENGUAK ALIRAN DANA KWARDA PRAMUKA


 
FOTO: COVER TEMATIK HARIAN JAMBI

FOTO: HARIAN JAMBI

Mulai Perjalanan Dinas Hingga Biaya Perkempinas

HARIAN JAMBI

Penyidikan kasus dugaan korupsi dana Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi terus berlanjut. Besaran dana yang “dikorupsi” dari bagi hasil perkebunan sawit seluas 400 hektar (ha) mencapai Rp 8, 2 miliar. Dana bagi hasil dari mitra PT Indosawit Subur (IIS) yang tak dapat dipertanggungjawabkan medio tahun 2009-2011 sebesar Rp 1,5 miliar dan medio tahun 2012 mencapai Rp 6,7 miliar.

Aliran dana tersebut mengalir mulai dari biaya perjalanan dinas hingga dana Perkemahan Putri Nasional (Perkempinas) November 2012 lalu. Dana abadi dari hasil pengelolaan kebun sawit oleh PT IIS masuk ke kas Kwarda Pramuka sekitar tahun 2000. Jumlahnya sekitar Rp 24,2 miliar. Namun, sebanyak Rp 3, 1 miliar lebih diduga tidak jelas peruntukannya.

JPU juga menyatakan ada penggelembungan dana bagi hasil dari kerja sama antara Kwarda Pramuka dan PT ISS dari tahun 2009-2011. Dana di luar kegiatan pramuka senilai Rp 506.610.000 biaya perjalanan dinas Rp 210.106.000,  biaya penggunanan dana pramuka yang tidak didukung dengan barang bukti Rp 863.368.000 dan total semua kerugian senilai Rp 1,5 miliar.

Kemudian Inspektorat Provinsi Jambi menemukan sejumlah aliran dana Kwarda Pramuka Jambi pada kepemimpinan Syahrasaddin yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Dana itu diantaranya, pajak yang belum disetor Rp 256 juta, pengeluaran yang tidak dilengkapi barang bukti sebesar Rp 2,06 miliar, pengeluaran kegiatan Perkempinas 2012 yang belum dipertanggung jawabkan Rp 1,7 miliar dari total Rp 6,72 miliar.

Diketahui, pengadaan sebagian barang Perkempinas dilakukan melalui proses penunjukan langsung yang dinilai tidak sesuai ketentuan senilai Rp 3,397 miliar. Ada pula kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 19,560 juta. 

Sulitnya mendanai dana kegiatan Kwarda Pramuka Jambi, timbul niat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi melalui Gerakan Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi mencadangkan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 400 hektare (ha) untuk perkebunan kelapa sawit. Namun hasil panen dari perkebunan yang bermitra dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS) justru banyak mengalir kepada kantong-kantong oknum pejabat. 

Penyidik Kejati Jambi kini “membidik” dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka periode kepemimpinan Syahrasaddin atau “Korupsi Kebun Sawit Kwarda Pramuka Jilid II”. Dalam pengembangan perkara korupsi Kwarda Pramuka ini, tidak tertutup ada tersangka baru.

Dalam kasus “Korupsi Kebun Sawit Kwarda Pramuka Jilid I”, Ketua dan Sekretaris Kwarda Pramuka Jambi AM Firdaus dan Sepdinal kini masuk jeruji besi. Sementara AM Firdaus sudah menjalani sidang  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jambi sebagai terdakwa.

Seiring berjalannya proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan daerah Provinsi Jambi sebesar Rp 1,5 miliar itu, satu persatu pejabat di Provinsi Jambi jadi “tumbal” ketidakjelasan penggunaan dana hasil perkebunan sawit dengan sistem bagi hasil 30 persen untuk Kwrada Pramuka Jambi dan 70 persen untuk PT IIS. 

Giliran pertama yang menjadi “tumbal” adalah AM Firdaus, mantan Sekda Provinsi Jambi dan juga sebagai Ketua Kwarda Pramuka Jambi. AM Firdaus kini sudah status terdakwa dan menunggu vonis hakim.
Kemudian penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi telah menetapkan Sepdinal sebagai tersangka 21 Oktober 2013 lalu. Sepdinal, yang kini menjabat Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi Senin (2/12/2013) dijebloskan ke Lapas Klas II-A Jambi oleh penyidik Kejati Jambi.

Sepdinal  saat itu menjabat sebagai Bendahara Kwarda Pramuka Jambi. Kemudian Direktur Utama PT Inti Indosawit Subur (IIS) Semion Tarigan hingga kini belum ditahan walau sudah berstatus tersangka.
Dari hasil proses persidangan, AM Firdaus, Semion Tarigan dan Sepdinal diduga ikut menikmati dana abadi Kwarda Pramuka senilai Rp 3,1 miliar kurun 2009-2011. Diketahui, ada dana abadi dari hasil pengelolaan kebun sawit oleh PT IIS masuk ke kas Kwarda Pramuka sekitar tahun 2000. Jumlahnya sekitar Rp 24,2 miliar. Namun, sebanyak Rp 3, 1 miliar lebih diduga tidak jelas peruntukannya.

Mencuatnya kasus korupsi ini, berkat investigasi dari LSM 9 Jambi yang diketuai Jamhuri. Berbagai aksi unjukrasa dilakukan LSM 9 Jambi di Kejati Jambi dan KPK Jakarta agar kasus “kongkalikong” hasil perkebunan kelapa sawit tersebut diusut tuntas.

Medio Juni 2011 lalu, 5 pejabat sudah mengembalikan sejumlah uang ketika pemeriksaan yang dilakukan Inspektorat Provinsi Jambi. Nilainya yakni Rp 427 juta dari temuan senilai Rp 3 miliar. Hal itu dibenarkan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Jambi Andi M Iqbal Arif saat itu.

Terseretnya nama Syahrasaddin dalam pusaran dugaan korupsi tersebut, membuktikan bahwa perlakuan hukum sama bagi setiap orang. Penyidik Kejati Jambi juga lebih berani untuk mengungkap kasus tersebut secara terang menderang.

Modus penggelapan dana hasil perkebunan sawit seluas 400 ha dengan cara membagi-bagi ke kantong-kantong oknum pejabat, adalah bentuk yang tidak manusiawi. Dana hasil perkebunan tersebut seyogyanya dimanfaatkan untuk kegiatan Kwarda Pramuka Provinsi Jambi, bukan untuk kepentingan sekelompok orang.
Terseretnya nama Sepdinal, Syahrasaddin dan sederetan pejabat lainnya, sebagai pintu baru untuk membuka secara menderang aliran dana Rp 3,1 miliar tersebut. Penyidik Kejati Jambi juga diminta untuk “tidak masuk angin” dalam mengusut kasus ini sampai tuntas.

Fakta-fakta di Persidangan


Berdasarkan fakta-fakta di persidangan, izin HGU dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur tanggal 20 Agustus tahun 1992 berbunyi, jika tidak diurus maka SK tersebut akan gugur dengan sendirinya.

“Dalam hal ini pihak PT IIS maupun Kwarda Pramuka Jambi tidak mengurus izin selanjutnya, sampai waktu satu tahun tersebut habis. Maka pencadangan tanah seluas 400 ha tersebut dibatalkan,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aji Aryono.
Dalam eksepsi pada sidang November 2013 lalu, penasehat Hukum AM Firdaus, Ramli Taha menyatakan bahwa berdasarkan Surat Keputusan Gubenur tanggal 20 Agustus tahun 1992 tentang pencadangan tanah seluas 400 ha untuk perkebunan kelapa sawit sah dan legal.

“Kemudian dalam penggelembungan dana, itu sudah jelas disebutkan oleh BPKP dengan total senilai Rp 1,5 miliar kerugian negara,” ujar Aji Aryono. Namun masalah pengajuan izin pengajuan HGU berdasarkan Surat Keputusan (SK) Gubernur hanya formalitas kepemilikan lahan.

Menurut Ramli Taha, tanah yang dipersoalkan tersebut digunakan untuk pencadangan lahan kebun sawit Kwarda Pramuka Jambi yang bekerja sama dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS). Menurut dia, dalam permasalahan izin lahan, terdakwa AM Firdaus mengatakan JPU belum menguasai tentang undang-undang pokok agrarian sepenuhnya.

Menurut AM Firdaus, berdasarkan SK Gubernur, dimana maksud batalnya pencadangan tanah tersebut, jika lahan tidak diurus dan tidak diolah, tetapi ini diurus, diolah dan dikuasai secara fisik oleh Kwarda Pramuka Jambi.

Sidang lanjutan korupsi dana Kwarda Pramuka Jambi, dengan terdakwa AM Firdaus Senin (25/11/2013) lalu, JPU menolak eksepsi terdakwa. “Surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas dan lengkap. Mohon kepada Majelis Hakim untuk menolak eksepsi hukum terdakwa, dan melanjutkan sidang perkara ini,” ujar JPU Aji Aryono.

 “Izin HGU dalam SK Gubernur Jambi tanggal 20 Agustus tahun 1992 berbunyi, jika tidak diurus maka SK tersebut akan gugur dengan sendirinya. Dalam hal ini pihak PT Inti Indosawit Subur (IIS) maupun Kwarda Pramuka Jambi tidak mengurus izin selanjutnya, sampai waktu satu tahun tersebut habis. Maka pencadangan tanah seluas 400 ha tersebut dibatalkan,” ujar Aji Aryono.

Sementara pada persidangan  Senin (11/11/2013) lalu, JPU Aji Aryanto mengatakan bahwa terdakwa tidak mengindahkan PP No 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB, hak pakai tanah dan peraturan Menteri Agraria/KA. BPN No 9 Tahun 1992 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan pengelolaannya.

Terdakwa AM Firdaus juga melakukan perbuatan melanggar hukum karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 pasal 3 dan 5 tentang Keuangan Negara.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa AM Firdaus selaku Ketua Gerakan Pramuka Kwarda Jambi periode 2009-2012 bersama Sepdinal sebagai Sekretaris Kwarda Pramuka Jambi tersebut telah merugikan negara/daerah sebesar Rp 12 miliar lebih. Atau setidak-tidaknya sebesar Rp 1,5 miliar sesuai dengan surat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Jambi pada tanggal 17 September 2013.

Ramli Taha menyatakan pihaknya menolak dakwaan JPU. Menurutnya penggunaan dana tidak masuk di dalam APBN dan APBD, serta penggunaan dana tersebut sudah ada aturan dalam AD/RT Pramuka.

Pengembangan Penyidikan di Kejati Jambi

Sepdinal, yang kini menjabat Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jambi ditetapkan sebagai tersangka 21 Oktober 2013 lalu. Seiring berputarnya waktu, akhirnya, penyidik Kejati Jambi menahan Sepdinal yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi Senin (2/12/2013). Sepdinal dijebloskan ke Lapas Klas II-A Jambi usai diperiksa sekitar delapan jam, Senin.

Menurut Kasi Penkum Kejati Iskandarsyah Sepdinal diperiksa di Kejati Jambi, sejak pukul 10.00 dan baru berakhir pukul 18.00. Menurut penyidik, dia disuguhi sebanyak 23 pertanyaan. Di ruang pemeriksaan, mengetahui dirinya ditahan, Sepdinal meneteskan air mata.

Sebelum dibawa ke dengan tahanan, sekitar pukul 18.00 kesehatannya diperiksa oleh dokter. Selanjutnya, dia dibawa dengan mobil BH 1312 HZ sekitar pukul 18.45, menuju Lapas Klas II-A Jambi di Jalan Pattimura.

Sepdinal dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP. Sepdinal diduga menyebabkan kerugian negara senilai Rp 1,5 miliar. Saat pemeriksaan, Sepdinal didampingi dua penasihat hukumnya, Sahlan dan Sarbaini.

Sementara Aspidsus Kejati Jambi Masyrobi mengatakan, Sepdinal juga ditanyai kasus baru yang sedang diselidiki Kejati, yakni dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka periode kepemimpinan Syahrasaddin atau “Korupsi Kebun Sawit Kwarda Pramuka Jilid II”.

Menurut Masyrobi dalam pengembangan perkara korupsi Kwarda Pramuka ini, tidak tertutup ada tersangka baru. “Dalam kasus ini, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru periode Ketua Kwarda Pramuka Jambi setelah AM Firdaus. Sekarang masih dalam proses penyelidikan. Kita lihat saja nanti,” kata Masyrobi.

Usai AM Firdaus, Ketua Kwarda Pramuka Jambi dijabat Syahrasaddin yang juga Sekda Provinsi Jambi. Dalam kasus Korupsi Kebun Sawit Kwarda Pramuka Jilid II ini sudah delapan orang yang diperiksa, namun belum membidik tersangka.

Dalam Kasus Kebun Sawit Pramuka Jilid II, penyidik telah memeriksa Kepala Dinas Koperasi Provinsi Jambi Muhammad Rawi, Senin (2/12/13). Rawi dipanggil terkait jabatannya dalam tim pemeriksa keuangan Kwarda Pramuka Jambi Periode 2011-2013. Dia disuguhi tiga pertanyaan dalam pemeriksaan selama tiga menit di ruang Kasi Penuntutan Kejati Jambi.

Inspektorat Provinsi Jambi menemukan sejumlah aliran dana Kwarda Pramuka Jambi pada kepemimpinan Syahrasaddin yang belum bisa dipertanggungjawabkan.

Dana itu diantaranya, pajak yang belum disetor Rp 256 juta, pengeluaran yang tidak dilengkapi barang bukti sebesar Rp 2,06 miliar, pengeluaran kegiatan Perkempinas 2012 yang belum dipertanggung jawabkan Rp 1,7 miliar dari total Rp 6,72 miliar.

Diketahui, pengadaan sebagian barang Perkempinas dilakukan melalui proses penunjukan langsung yang dinilai tidak sesuai ketentuan senilai Rp 3,397 miliar. Ada pula kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 19,560 juta. Ketua Panitia Perkempinas Hj Yusniana HBA juga akan diperiksa Kejati Jambi dalam kasus ini.

Pada kasus korupsi “Kebun Sawit Kwarda Pramuka Jilid I” mantan Bupati Tanjung Jabung Barat Safrial Siregar, mangkir dari panggilan penyidik Kejati Jambi. Ia dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi, atas tersangka Sepdinal.

Aspidsus Kejati Jambi, Masyrobi, mengatakan bahwa Kejati memanggil lima orang saksi termasuk Safrial, terkait tersangka Sepdinal pada Senin (11/11/13) lalu. Namun hanya satu saksi yang datang memenuhi panggilan yakni Suci Lestari, staf sekretariat Kwarda Pramuka Jambi.

Kelima saksi yang sebelumnya dipanggil yakni, staf bagian sekretariat Kwarda Jambi Suci Lestari, mantan Kabag Sarana dan Prasarana Kwarda Jambi Suharmiati, Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Jambi Panca Pria, mantan Bendahara Pramuka Sepdinal, Sri Hartati, dan selanjutnya mantan Bupati Tanjung Jabung Barat Safrial.

Terhadap Suci Lestari dan Suharmiati, penyidik akan meminta keterangan mengenai biaya ATK, foto kopi, dan elektronik. Kemudian Panca Pria akan masalah perizinan lahan. Sri Hartati terkait masalah keuangan yang masuk dan keluar. Sementara Saprial terkait masalah perizinan lahan.(*)

(*/BERITA INI SUDAH NAIK DI HARIAN JAMBI-TEMATIK JUSTISIA EDISI 4 DESEMBER 2013) www.harianjambi.com


Tidak ada komentar: