Jambi, Batak Pos
Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin mendesak jajaran Polres Muarojambi mengusut tuntas para pelaku alih fungsi hutan lindung Taman Hutan Raya (Tahura) di Desa Sungai Aur, Kabupaten Muarojambi. Bahkan dirinya mengakui tidak pernah ada koordinasi pihak Pemerintah Kabupaten Muarojambi tentang adanya perambahan hutan di Tahura Sungai Aur tersebut.
"Terus terang saya tahu tentang Tahura ini sejak sudah menjadi masalah. Tidak gampang untuk mengalihkan hutan lindung dijadikan keperluan lain. Ini merupakan kesalahan prosedur oleh instansi terkait,”demikian kata Zulkifli Nurdin kepada wartawan di Jambi, Kamis (26/2).
Dirinya berharap, permasalahan ini harus diselesaikan secara cepat melalui jalur hukum. Disebutkan, walaupun adanya permintaan untuk mengusulkan izin pemanfaatan kayu, Gubernur Jambi tidak akan keluarkan, karena pengalaman selama ini izin tersebut sering disalahgunakan untuk melakukan aksi pembalakan liar.
“Permasalahan ini pun timbul akibat, kurangnya pengawasan, tapi pengawasan itu juga akibat keterbatasan dana, tenaga dan peralatan. Kita keterbatasan dana dan tenaga dalam melakukan pengawasan hutan lindung di Provinsi Jambi. Seharusnya Pemerintah Pusat membantu pengadaan sebuah helicopter patroli hutan di Polda Jambi,”katanya.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Budi Daya, menyatakan, masalah 131 unit rumah yang terlanjur dibangun di kawasan Tahura harus direlokasi, mengingat itu atas perintah dari Departemen Kehutanan.
Akibat adanya indikasi tidak seriusnya aparat kepolisian dalam menangani kasus alih fungsi hutan Tahura Sungai Aur, maka warga Jambi, melalui Lembaga Sewadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat anti Korupsi (Jarak) Jambi, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih pengusutan kasus ini, terutama menyangkut adanya indikasi korupsi.
"Kami pada 20 Februari lalu, telah mengirim berkas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, agar lembaga itu mau mengambil alih pengusutannya", kata M. Hasan, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Jarak Jambi.
Menurut Hasan, aparat kepolisian Resor Muarojambi, dituding hanya setengah hati alias tak serius dalam mengusut kasus alih fungsi lahan Tahura Sungai Aur, terutama dalam upaya penanganan kasus korupsinya. Diduga kuat Bupati Muarojambi juga terlibat dalam pemberian izin alih fungsi Tahura tersebut.
"Saya nilai polisi setengah hati mengusut kasus ini, karena hingga sekarang belum ada upaya untuk menyentuh otak pelaku siapa sebenarnya yang terlibat, khususnya menyangkut dugaan telah terjadi kerugian negara dalam proyek pembukaan lahan untuk pemukiman transmigrasi itu", ujarnya.
Dalam kasus ini kuat sekali indikasi unsur korupsinya, bupati dan anggota DPRD Muarojambi, harus bertanggungjawab atas masalah ini. “Mereka tidak bisa lepas tangan begitu saja", ujarnya.
Menurut Hasan, ada dua hal yang telah dilanggar, terutama masalah pembalakan liar, terkait Undang-Undang nomor 41 tahun 1999, tentang Kehutanan dan dugaan unsur korupsi.
Polisi terkesan hanya sebatas mengusut kasus pembalakan liarnya saja, terbukti hingga kini hanya empat orang yang telah ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka, semuanya merupakan buruh pekerja pada kontraktor dan konsultan pelaksana, tapi bukan orang yang benar-benar dianggap bertanggungjawab timbulnya masalah tersebut.
“Kasus perambahan Tahura ini, lebih dari apa yang terjadi dengan kasus Tanjung Siapi-Api, Sumatera Selatan atau kasus fungsi lahan di Pulau Bintan, Riau Kepulauan, mengingat membabat hutan lindung tanpa terlebih dahulu ada upaya alih fungsi,”katanya.
Disebutkan, indikasi ketidak seriusan aparat penyidik kepolisian daerah ini, terbukti pula dengan adanya tidak adanya tanggapan atas surat laporan yang disampaikan LSM Jarak kepada Polisi daerah Jambi, 13 Januari 2009.
Ajun Komisaris Besar Tedjo Dwikora, Kepala Polisi Resor Muarojambi, belum lama ini kepada wartawan, membantah jika dikatakan pihaknya tidak serius dalam upaya pengusutan kasus ini.
"Tidak benar jika kami dituding tidak serius, terbukti kini kami telah membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini, apakah ada unsur pidana atau tidak. Kami akan serius dan tidak akan main-main dalam menanganinya", ujarnya.
Memang diakui Tedjo, pihaknya baru sebatas mengusut kasus pembalakan liar dan kini mulai ditingkatkan penyelidikan pada aspek tindak pidana korupsi. Hasil penyidikan unsur tindakan pembalakan liar pada lokasi Tahura ini, aparat kepolisian setempat telah menetapkan dan menahan empat orang tersangka, masing-masing Kamiluddin, Benot, Suhendro dan Kanto. ruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar