Selasa, 08 Juli 2014

Menanti Mandat Rakyat untuk Jokowi atau Prabowo

http://www.partaidamaisejahtera.org/wp-content/uploads/2011/05/GP.jpg
PANCASILA-NKRI
JAMBI-Sehari jelang pencoblosan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Rabu 9 Juli 2014, suasana tenang cukup terasa di dunia nyata. Namun di dunia maya lewat media jejaring sosial terus saja ada kicauan dan status saling menyudutkan antara pasangan calon dari para simpatisan dan relawan. Tapi itu tak begitu penting, yang jelas pasangan Capres Nomor Urut 1 Prabowo-Hattarajasa dan Pasangan Nomor Urut 2 Joko Widodok-Jusuf Kalla sudah menyerahkan sepenuhnya mandat kepada seluruh Rakyat Indonesia di seluruh dunia. 
 
Rabu, 9 Juli 2014, menjadi hari bersejarah bagi Bangsa Indonesia dalam menentukan Pemimpinnya untuk lima tahun kedepan. Rakyat adalah kunci utama, karena satu suara berharga untuk menentukan nasib bangsa. Soal siapa menang, siapa kalah, itu sudah mandat Rakyat Indonesia.
 
"Siapa pun yang menang, rezeki Anda tetap tanggung-jawab  pribadi Anda. Santunlah.Jangan membesarkan kesialan bagi diri sendiri dengan saling menyebar Fitnah.Siapa pun yang menang, Anda harus mencari makan sendiri. Utamakan kebaikan bagi diri dan keluarga. Siapa pun yang menang, hidup Anda harus tetap baik," demikian Mario Teguh dalam satu statuf FBnya menuliskan.
 
Kita adalah Bangsa yang besar yang dibungkus dalam Bhineka Tunggal Ika dan Berdasarkan Pancasila. Kita hidup berdampingan dengan berbagai suku, etnis dan RAS yang dibalut dalam satu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Boleh kita kecewa jika jagoan kita kalah, boleh kita bergembira kalau jagoan kita menang. Namun itu pada akhirnya untuk tujuan mulia untuk memajukan Indonesia lebih baik. Logowo kalah, bersyukur menang, adalah jiwa satria putra-putri Indonesia. 
 
"Kita boleh beda pilihan, namun kita tetap bersaudara. Mari jadikan Pilpres 9 Juli 2014 sebagai kegembiraan demokrasi di Indonesia. Kalah menang itu soal biasa, karena Capres yang terpilih adalah mandat Rakyat Indonesia".

***
Kalau budaya saling membenarkan diri dan menyalahkan orang lain terus berlangsung di negeri ini, maka tidak lama lagi negeri akan hancur. Suasana seperti ini adalah lahan bagi tumbuh suburnya pemimpin-pemimpin yang suka berbohong, suka korupsi dan menyembunyikan kesalahan.

Sementara, rakyat akan terus menerus bingung. Sebab kita MEREKA tidak tau lagi siapa yang maling berteriak maling. Kita bingung soal penculikan, kasus Mei 1998, kita bingung siapa Soeharto, kita bingun siapa Prabowo, sebagian rakyat juga bingung siapa Jokowi, siapa Ahok.

Penegakan hukum yang konsisten, aturan-aturan yang tidak memihak satu golongan atau kelompok adalah tugas kita bersama. Patuh dan menghargai hukum dan penegak hukum adalah kunci negera yang kuat. 
 
Mereka taat kepada aturan KPU, Bawaslu, penegak hukum dan turut mengawal keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan demikian, rakyat tidak lagi saling menghakimi dan harus tunduk serta menyerahkan keadilan ditegakkan melalui penegak hukum.

Tidak Ada yang Pasti Menang

Jangan berfikir "pasti menang". Sama dengan pertandingan bola, bola itu bulat. Diatas kertas Costa Rica adalah underdog, tetapi lihatlah kenyataannya! Mereka malaju ke putaran menabjukkan.

Serahkan kepada rakyat, ambil hati rakyat dengan tulus. Tidak usah pakai kampanye hitam segala, atau menjelekkan satu sama lain. Jadi Presiden tidak hanya karena silat lidah, atau jual kecap.
Rakyat sudah tau siapa yang mau dipilih kok!. Tidak boleh gegabah, apalagi sampai menjanjikan sesuatu apalagi "serangan fajar" agar rakyat mau mendukung. Dua-duanya harus menyadari hanya satu yang menang, tapi tidak ada yang "pasti menang".Jadi, nggak usah serangan fajar, kasihan uangnya sia-sia.

Tuhan memberkati Jokowi dan Prabowo. Sedih aku melihat Prabowo, sedih juga melihat Jokowi. Dua-duanya dihina rakyatnya sendiri. Padahal mereka sudah berkeringat, menumpahkan segalanya, untuk melayani kita lima tahun ke depan.

Semoga semua menyadari tindakan-tindakan salah yang saling membenarkan dirinya sendiri, dan yang menganggap yang lain salah semua. Di mata saya tidak ada yang sempurna dari kedua Capres itu.

Tapi saya memilih yang terbaik dari pilihan terburuk yang tersedia. Dan, saya tidak mau golput. Semua harus menyadarinya, para Capres dan pendukungnya, masyarakat Indonesia pada umumnya.

Sayapun merasa berdosa, kok ikut-ikutan menceritakan kejelekan orang lain. Mulai hari ini saya tidak akan lakukan lagi. Kenapalah KPU meloloskan mereka kalau toh memang punya masalah. Kalau tokh mereka ada kekurangan, itu kesalahan kita semua. 
 
Khususnya para Jenderal yang berkuasa, dan penguasa di masa menjelang reformasi dan sesudah reformasi yang suka menyimpan rahasia. Mereka itu pengecut! Menyimpan bom waktu selama 16 tahun dan membuat rakyat saling menghakimi.

Begitu juga rakyat pemilih yang suka "uang" atau hanya mendukung seseorang karena ikut-ikutan. Saya juga mendoakan kalian berdua agar sehat-sehat saja hingga kami menentukan pilihan tanggal 9 Juli 2014.

Karena kalau salah satu dari kalian tidak sehat, apalagi mengalami musibah, maka Pilpres menurut saya akan gagal, karena tidak seru lagi. Jangan Saling Mengejek lagi ya! Malu.

Terpaksa dan Dipaksa

Dulu kita “dipaksa” penguasa memahami Bung Karno itu PKI, ajarannya berbahaya, makanya meski beliau sangat besar jasanya bagi negeri ini, lama sekali baru diterima menjadi pahlawan nasional. Jadi, ternyata penguasa Orde Baru salah! Rakyatlah yang benar.

Di Masa Reformasi, para aktivis mempengaruhi rakyat terpaksa membenci Soeharto, makanya masih ditolak jadi pahlawan nasional. Jadi. tokoh-tokoh reformasi masih diterima rakyat!

Di masa Pilpres seperti ini: rakyat terpaksa memilih salah satu Capres Jokowi atau Prabowo dan sekaligus membenci calon yang bukan dipilihnya, sebagian membenci juga orang yang tidak memilih calon yang disukainya.

Sesudah terpilih, nanti kita akan dipaksa juga memusuhi keduanya. Kapan bangsa ini maju ya. Masak bangsa ini merdeka hanya untuk mempermalukan pemimpinnya. Padahal syarat sebuah bangsa yang maju adalah kalau mereka menghormati pemimpinnya. Kalau setiap pemimpin, di akhir jabatannya jadi orang yang dibenci, bagaimana?

Ah...apa yang salah dengan negeriku ini? Kita terlalu banyak dicecoki dengan rumor, kampanye hitam, kurang kreatif menggali budaya bangsa yang luhur. Bangsa ini kurang membaca--persentasi rakyat yang gemar membaca sangat rendah, akhirnya kuranglah belajarnya. Apa kata orang kebanyakan, itulah yang diikutinya dan diyakininya.

Diskusi berakhir dengan rasa permusuhan, karena referensinya kadang hanya "perasaan", keyakinan, bukan ilmu pengetahuan.

Kampanye Tak Elok

Melawan Jokowi memang harus dengan kekerasan, karena dia penuh dengan kebaikan. Makanya tidak heran kalau penyerang Jokowi harus melumpuhkannya dengan kampanye "hitam". Berhasilkah?

Lembaga survei Indonesia Indicator (I2) menyebutkan kampanye hitam melalui media sosial (Twitter) terhadap calon presiden Joko Widodo atau Jokowi lebih tinggi dibanding Prabowo Subianto.

Siapa yang melakukannya? Namanya juga kampanye "hitam" sulit melacaknya. Yang jelas, pasti orang yang tidak senang Jokowi jadi Presiden.

Berkelimpahan

Merasa kekurangan, merasa cukup hanya untuk dirinya/keluarganya/kelompoknya dan berkelimpahan (selalu bersyukur) atas keadaannya. Tiga sikap manusia yang umum memaknai kehidupannya.

Dua yang pertama adalah orangyang tidak pernah bersyukur, atau bersyukur bersyarat dan yang terakhir adalah orang bersyukur tanpa syarat. Wajahnya selalu ceria, menyenangkan, dan mudah dan tulus memberi pertolongan semampunya, sesuai dengan keadaannya. “When you are grateful, fear disappears and abundance appears” (Anthony Robbins).

Ketika Anda bersyukur, hilanglah rasa khawatir dan muncul perasaan berkelimpahan. Bersyukur atas kesehatan, kekayaan, bahkan kekurangannya sekalipun, sehingga mampu melakukan sesuatu yang berguna dan membuat orang lain bersyukur.

"Untunglah ada dia", tentu beda dengan ungkapan "kalau boleh dia nggak usah ada deh, buat susah aja". Mungkin kita berada dalam transisi-transisi tiga sikap di atas. Makanya selalu muncul rasa khawatir dan berkekurangan, kurang bersyukur atau enggan mengungkapkan rasa syukur. Wajah kurang ceria, susah tertawa, mudah tersinggung, harga diri tinggi.

Koreksi

Anda bisa dengan mudah mendeteksi apakah pikiran, kata-kata, tulisan, tindakan dan pemaknaan Anda atas pekerjaan hari ini perlu koreksi atau tidak. Perlu dikoreksi: kalau pekerjaan itu berujung membuahkan percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, kekhawatiran, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri.

Benar: kalau pekerjaan itu membuahkan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan DAN penguasaan diri.

Di era dimana melek huruf, budaya tulis mulai berkembang, ditambah teknologi internet, maka dokumen peristiwa, tindakan seseorang akan mudah ditemukan.

Dokumentasi tentang apa yang dipikirkan, dilakukan dan dimaknai seseorang tentang sebuah peristiwa tidak bisa ditutupi. Karakter baik dan buruk seseorang bisa dilacak melalui dokumen tertulis itu.

Semua ini mendidik dan melatih kita untuk melakukan hal-hal yang terbaik bagi umat manusia. Percayalah kebaikan selalu menang, meski seolah-olah kalah untuk sementara. Sebaliknya, kejahatan akan selalu kalah, walau untuk sementara terlihat seperti kuat.

Kampanye hitam, kampanye negatif mungkin bisa menang dalam Pilpres, tetapi pemenangnya akan sengsara. Kejahatan itu akan selalu terpatri dalam tulisan yang abadi sepanjang masa. Pelaku-pelakunya akan mengalami penderitaan, karena telah membuat banyak orang menderita.

Koruptor memang untuk sementara, selama kasusnya belum terbongkar, bisa menikmati kenikmatan dunia. Tetapi boleh lihat apa yang dirasakan Akil Mohtar, Angelina Sondakh, Nazaruddin, serta beberapa yang saat ini sedang menghadapi dakwaaan korupsi.

Dia, istri/suami, anak-anak dan keluarga akan tercoreng mukanya di mata dunia, tercatat sebagai pelaku kejahatan di dunia maya yang dokumentasinya akan abadi. Bisa saja memang masih diterima publik, tetapi harus mengalami pertobatan, susah payah untuk merehabilitasi dirinya.

Kejahatan tidak hanya bentuk tindakan korupsi, penipuan atau kekerasan secara fisik. Memfitnah, menjelekkan atau merendahkan sesama, menebar ketakutan, memaksakan kehendak melalui ucapan, tulisan bernada ancaman, adalah kejahatan besar yang sering tidak tercium hukum, tetapi dampak negatifnya luar biasa bagi umat manusia.

Kampanye Pilpres adalah momentum bagi kita semua untuk merenungkan apa yang kita sudah lakukan. Mungkin melalui FB secara tidak sadar kita pernah menghina, mengejek teman kita yang berbeda pilihan. Tidak ada manusia yang sempurna.

Kadang dalam keadaan bersemangat, kita tidak sadar sudah banyak orang yang tersakiti, tersinggung, atau kecewa. Dalam demokrasi yang bertujuan untuk mencapai kemaslahatan bersama, prosesnya akan melintasi jalan berliku. Menuju yang baik, kita tidak mengalami hal-hal yang mudah.

Itulah "salib". Kita mengalami hinaan karena melaksanakan, memberitakan sesuatu yang baik. Mari semua berlomba-lomba menabur kebaikan, hindari kampanye hitam, kampanye negatif.

Munculkan karya-karya Capres yang bisa memberikan inspirasi baru untuk berbuat lebih baik. Kebaikan yang dibuat keduanya adalah kebaikan Indonesia, sebaliknya kejelekan mereka adalah kejelekan kita semua.

Dari semua yang jelek tentang Jokowi dan Prabowo masak nggak ada yang baik! Tapi, mungkin sudah kadung rasa hati "cinta" dan "benci", jadi susah melihat sebuah "terang" dari keduanya.

Coba, tanya diri kita masing-masing. Bosan nggak terus-menerus menceritakan yang jelek tentang teman kita? Saya sendiri sudah mulai bosan. Hasilnya menggembirakan atau mengundang kebencian? Jelas tidak!

Bagaimana kalau sikap itu kita lanjutkan? Bagaimana kalau sikap itu kita rubah dengan sikap yang lebih elegan? Kita sudah banyak terjerumus pada jurang kebencian yang dalam dan mungkin akan makin terjerumus lagi lebih dalam kalau kita tidak melakukan refleksi.

Untuk apa sebenarnya kita mendukung seseorang. Apakah untuk saling memusuhi atau untuk membedakan kehebatan negeri ini dipimpin oleh seseorang?.

Jangan-jangan kita nggak tau alasannya kita menjatuhkan pilihan pada Capres tertentu, sementara kita menghakimi yang lain salah pilih. Tidak ada pilihan yang salah, karena keduanya diakui KPU. Pemilih memiliki preferensi memilih seseorang. Mari melihat wajah kita di cermin!

Kita Sedang Ditonton Dunia

Kita semua bersaudara. Kita bersaing sehat menuju kebaikan bersama. Jadi, nggak usah terlalu ngototlah dengan pendapat atau pendirian kita, apalagi sampai saling membenci. Semua sikap, pendapat akan teruji oleh waktu. Semua hasil akan ditentukan 9 Juli 2014.

Hari-hari ke depan kita dalam proses menuju penentuan pemenang. Sikap kita adalah: pemenang di mata rakyat (pengumpul suara terbanyak), kita harus menghormatinya, apapun resikonya.

Semua harus sadar, proses demokrasi kita sedang ditonton, bukan hanya masyarakat Indonesia, tetapi juga masyarakat dunia. Sikap kita, cara-cara berkampanye kita, diamati dengan didukung kemajuan teknologi dan jejaring sosial dunia.

Seluruh dunia dengan mudah mengetahui kebaikan dan kejahatan yang terjadi di seluruh titik di permukaan bumi. Kampanye hitam sangat dibenci dunia, karena merupakan pembunuhan karakter yang luar biasa, dan luka yang ditimbulkannya akan membekas dari generasi ke generasi.

Ingat, dunia sangat membenci kejahatan dan gemar mencari jalan menuju kebaikan. Dunia internasional, termasuk media-media asing, mencermati secara serius bagaimana perkembangan politik Indonesia. 

Mereka membutuhkan informasi perubahan, kehidupan yang lebih baik, dan cara menuju ke sana. Yang terbaik memberikan solusi di mata rakyat akan menang. Mereka yang menjanjikan kebaikan, melaksanakan kebaikan yang lebih banyak di mata rakyat akan disenangi dan dipilih. Tindakan-tindakan mereka menginspirasi orang lain berbuat lebih baik, bukan menambah ketakutan atau kekhawatiran.

“Terbaik", bukan hanya definisi baik untuk sekelompok orang, tetapi terbaik bagi Indonesia, terbaik di mata dunia. Proses menghasilkan tindakan yang terbaik, memberikan pembelajaran bagi semua.

Kita sedang menjalani proses demokrasi di negara demokrasi ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Amerika Serikat. Masuk akal, jika pengamat dari dalam negeri dan seluruh dunia sangat tertarik mengamati proses ini.

Oleh sebab itu tunjukkanlah yang terbaik, proses yang menjadi pembelajaran tidak hanya menarik bagi rakyat di negeri ini, tetapi juga masyarakat dunia. Kita berdoa dan terus belajar, bekerja, berharap, presiden RI mendatang mampu membawa kita ke arah yang lebih baik.

Mari bersyukur karena kita mengalami proses demokrasi yang masih dalam batas-batas yang wajar, jauh dari ketakutan dan kekhawatian, bahkan tidak sempat mengalami gangguan adu fisik yang berarti. Kita baru belajar demokrasi, dan mari merasakan indahnya demokrasi dan memperbaiki prosesnya hari demi hari!

Habis Manis Sepah Dibuang

Karena iklan Ahmad Dhani bertajuk Indonesia Bangkit mendapat sorotan media terkemuka dunia TIME, Fadli Zon, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra merespon dengan sangat simpatik, tapi menyakitkan kalau Ahmad Dhani masih manusia yang punya perasaan.

“Terkait modifikasi lagu di luar tanggung jawab tim jurkam, karena kami hanya membayar beliau. Itu urusan person Ahmad Dhani,” tulis Fadli Zon di akun Twitternya, Kamis (26/6/2014), seperti dikutip Suara Pembaruan.

Time menulis iklan kampanye itu dengan judul: "Video Nazi Indonesia ini adalah salah satu kampanye politik terburuk sepanjang masa". Sebelum disorot media asing, semua pada jingkrak-jingkrak. Ahmad Dhani dielu-elukan. Ketika disorot dan kurang menarik pendukung, bukan urusan tim Jurkam.

Kampanye Terburuk

Aduh...kok sampai gini ya. Bingung juga jadinya. Kok, bisa-bisanya, gitu lho! Bahan kampanye yang dibuat Ahmad Dhani, pendukung Prabowo-Hatta mendapat kritikan majalah terkemuka dunia TIME. Seorang penulis Amerika, mengungkap penghinaan Prabowo kepada Gus Dur, sebagai counter video kampanye pujian Gus Dur kepadanya.

Tapi tunggu dulu! Lyli Wahid, salah satu adik Gus Dur menuduh Prabowo ngomong mencla mencle. Makanya! Kampanye penyanyi terkenal Ahmad Dhani pendukung Prabowo ditulis di majalah TIME dengan judul: "This Indonesian Nazi Video Is One of the Worst Pieces of Political Campaigning Ever", yang dimuat dalam edisi 25 Juni 2014.

Tau artinya?. "Video Nazi Indonesia ini adalah salah satu kampanye politik terburuk sepanjang masa". Aduh, buat yang elegan dan menginspirasi sedikit, kenapa?.

Belum lagi kegeraman keluarga Gus Dur yang menggunakan ucapan Gus Dur yang mermuji Prabowo. Lily Wahid, salah seorang saudara Gus Dur protes.

“Kalau menurut saya Prabowo tipe orang yang gak punya hati dan nurani. Dia bisa ngomong mencla-mencle seperti itu tapi sekian tahun beda (pakai perkataan Gus Dur untuk iklan kampanye). Kalau orang konsisten pasti tetap sama perbuatan dan perkataannya," kata  Lily Wahid, salah seorang putri almarhum Gus Dus, kepada merdeka.com.

Mengapa? Dulu mantan Komandan Kopassus itu pernah menghina Gus Dur, menurut penulis Alan Nairn. Tapi kini, Prabowo memanfaatkan ucapan Gus Dur yang memujinya. untuk kampanyenya. Dan Lyli sendiri seperti dikutip Merdeka, percaya tulisan Alan Nairn itu.

Inilah ucapan Gus Dur dalam kampanye yang mengundang kontroversi itu. “Orang yang paling ikhlas kepada rakyat Indonesia itu adalah Prabowo."Iklan ini mendapat protes dari keluarga Gus Dur. Pasalnya, pada 2001, seperti ditulis Allan Nairn, Prabowo pernah menghina Gus Dur.

Prabowo mengkritik TNI yang tunduk padanya, apalagi sang presiden buta secara fisik. "Militer bahkan tunduk pada seorang presiden yang buta! Bayangkan! Lihatlah dia (Gus Dur), dia sangat
memalukan," kata Prabowo seperti dikutip dari http://www.allannairn.org/2014/06/news-do-i-have-guts-prabowo-asked -am-i.html, Selasa, dan diberitakan media cetak dan elektronik di Indonesia.

Prabowo lalu membandingkan Gus Dur dengan PM Inggris saat itu Tony Blair, Presiden AS George W Bush, dan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menurutnya adalah para lelaki tampan
Tim Kampanye Prabowo tentu membela diri juga.

“Pernyataan Allan Nairn adalah bagian dari black campaign yang terkoordinasi oleh sekelompok jurnalis asing yang tidak menghendaki Prabowo menjadi presiden," kata Budi Purnomo, di Rumah Polonia, Jakarta, Kamis (26/6/2014) (Kompas.com).

Budi mengatakan, Prabowo sangat menghormati Gus Dur. "Prabowo sangat menghormati Gus Dur dan tidak pernah sekali pun dalam hidupnya, dalam konteks apa pun, mengucapkan kata-kata yang merendahkan martabat Gus Dur," ujar Budi. Siapa yang betul, silakan dipercaya!

Rakyat Bingung, Jangan Sempat Marah

Rakyat Indonesia benar-benar bingung soal penculikan aktivis 1998. Yang jelas, semua elit sudah berbohong soal penculikan. Rakyat tak mau dengar lagi. Capeeeek!.

Bahkan satu partai: Elza Syarif dan Wiranto sendiri--sama-sama pendiri Partai Hanura tidak satu pandangan soal kebenaran. Statemen Wiranto tentang penculikan yang dilakukan Prabowo, disanggah Elza, yang bertindak sebagai pengacara Prabowo.

Prabowo yang menjadi korbanpun diam, seolah menutup sesuatu. Bilang dong yang sebenarnya, supaya rakyat tidak bingung. Bentar lagi kalian akan menuduh rakyat pula yang melakukan penculikan! Tidak mungkin tokh, rakyat yang melakukan penculikan?
Tuhan pasti melindungi rakyat, dan menghukum mereka yang berbohong. Tau nggak? Tuhan tau, siapa yang menculik dan yang diculik. Suatu saat Dia akan memberitahu rakyat kok!. Suatu ketika, rakyat akan mengoyak perut kalian kalau terus berbohong!

Rakyat bingung!. Kok, calon pemimpin negeri ini pada takut kebenaran?. Bukankah berkuasa itu adalah menegakkan kebenaran, cinta kebenaran? Kalau takut kebenaran, apa berhak berkuasa?. Bingung deh, ih!

Di masa kampanye ini, entah mengapa muncul pula issu penculikan. Padahal itu sudah 16 tahun lalu. Ideologi Partai, kampanye damai, kebocoran Rp 1000 triliun, pemurnian agama dan kepercayaan, semua membuat kami rakyat ini bingung.

Di tengah kebingungan itu, yang soornya, banyak pula dari kami rakyat ini yang sok pintar. Sok tau, kenal Prabowo, kenal Jokowi. Padahal nol besar! Dari mana pula mereka kenal dekat dengan Jokowi dan Prabowo!. Paling cuma baca di koran, nonton televisi, dengar-dengar dari orang yang tujuh lapis jaraknya dari sumber pertama.

Kadang, cuma karena kakeknya ada hubungan, kebetulan karena partai pendukungnya berjasa bagi diri dan keluarga, iparnya jadi Ketua Partai, karena dia bekerja di perusahaan Prabowo, naik gaji, langsung deh bilang Prabowo hebat.

Atau karena dari dulu sudah cinta Jokowi, apapun yang Jokowi katakan jadi wah, hebat. Kebetulan pula memang Jokowi luar biasa. Lihatlah penghargaan yang diperolehnya, lihatlah kesederhanaannya, kepeduliannya.

Pendukungpun karena punya pengetahuan sedikit, tak tau argumentasi yang rasional, terpecah seperti berperang, kayak Perang Badar, kata Amin Rais. Memang, yang tak enak, para pendukung masing-masing Capres ikut-ikutan musuhan pula. Berantam pula di FB. Salin caci. 

Entah apa yang kami cari. Yang penting bersuara, dukung penuh pilihan masing-masing. Kepedulian kami memang luar biasa soal Pilpres kali ini. Meski kami belum tau pasti, tapi setidaknya kami bebas mengungkapkan isi hati kami. Itulah hak rakyat. Sebelum terpilih, kami sangat berkuasa. 

Sesudah itu terserah sama yang terpilih. Itu kok yang terjadi selama ini. Rakyat juga bingung apa artinya Dukungan Partai. Para elit partai dengan seenaknya melawan induk partainya. Orang-orang partai tidak setia pada ideologi partainya.

Rakyat bingung, apa artinya kampanye damai. Kampanye saling menjelekkan, saling melancarkan kampanye hitam masih berjalan meski sudah menandatangani dokumen kampanye damai. Elit-elit kita hanya haus kekuasaan. Di mata mereka, berkuasa adalah segalanya, menghalalkan segala cara.

Rakyat benar-benar ditinggalkan, diabaikan. Tunggu ya kalau rakyat nanti melepas kedaulatannya dari kalian para elit-elit partai, para penguasa. Kalau rakyat bingung, maka ujung-ujungnya akan marah.

Sekuat apapun Soeharto di masa Orde Baru, kalau rakyat marah, maka dia akan jatuh juga. Sehebat apapun Marcos, kalau rakyat Filippina  marah, maka akhirnya Powerless juga. Terjungkal juga!

Bertobatlah hai para elit, para penguasa. Rakyat sudah mulai "geram" melihat tingkah kalian. Para elit yang bermain api sekarang ini, ibarat penumpang Titanic yang mau tenggelam. Mereka masih asyik berdansa, padahal kapal sudah setengah berisi air laut, lambat laun tenggelam.

Tidakkah kalian melihat Indonesia ini sudah setengah tenggelam? Orang berbangga karena negaranya ikut Piala Dunia, bangsa kita hanya bisa jadi penonton. Orang sudah memikirkan teknologi ruang angkasa yang canggih, para Timses Capres taunya hanya "Kampanye Hitam". Otaknya tumpul, hatinya kosong. Tega membohongi bangsa sendiri.

Bertobatlah!. Revolusi moral!. Jangan buat rakyat bingung, nanti mereka marah Lho!. Kalian semua akan tercampak, tenggelam ke dasar laut, seperti penumpang Titanic. (Sumber: Dirangkum dari Status FB Jannerson Girsang-Penulis Senior di Medan)

Tidak ada komentar: