Halaman

Selasa, 13 Mei 2014

Uang Receh Coca Kids untuk Sesama



Tutik Wijiyanti
Kini ada komunitas pengumpul koin (uang receh) untuk membantu pendidikan anak-anak kurang mampu. Adalah Coin Care Kidsatau biasa disebut dengan komunitas Coca Kids nama komunitas itu.Jangan meremehkan uang receh, karena koin tersebut ternyata bisa membantu anak sekolah yang kurang mampu untuk mengenyam pendidikan. Setidaknya ini sudah dibuktikan anak muda yang tergabung dalam sebuah komunitas.

Bagi sebagian orang, koin atau uang receh merupakan nominal uang yang dianggap kurang bermanfaat. Bahkan tak jarang, uang koin ini hanya ditimbun di dalam dompet, tanpa ada yang melirik. Namun siapa sangka, dengan ide yang disampaikan oleh Tutik Wijayanti, penggagas Coca
Kids Jambi, ternyata uang tersebut bisa dimanfaatkan untuk membantu orang-orang yang kurang mampu, khususnya untuk anak-anak.

“Saya sering melihat anak-anak di Jambi ini banyak yang tidak mampu, bahkan terkadang mereka rela berjualan koran sepulang sekolah. Kemudian ada juga yang menjual kantong plastik di pasar itu semua demi untuk mencari uang untuk kebutuhan sekolah ataupun kebutuhan keluarganya, makanya
dengan adanya bantuan koin untuk anak ini, setidaknya bisa membantu kebutuhan mereka,” ungkap Tutik.

Gerakan sosial pengumpul koin ini tidak hanya mengajak teman, tapi juga keluarga, kerabat, dan
masyarakat yang aktif di jejaring sosial internet seperti pengguna blog, Facebook bahkan yang aktif
nongkrong di Twitter untuk mengumpulkan recehan atau uang logam yang dimiliki.

“Nah, uang yang biasanya bertumpuk dan mungkin jarang digunakan itu kemudian dikumpulkan dan
ditukar, dengan sebuah kesempatan untuk membantu biaya bagi anak putus sekolah,” ujarnya.

Dalam hal ini ia juga menjelaskan bahwa masyarakat bebas untuk berpartisipasi dan mengajak semua orang untuk memanfaatkan kembali uang receh untuk berbagi.Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa awal terbentuknya komunitas ini dipicu oleh masalah yang sudah tidak asing lagi bagi kehidupan masyarakat, yakni kemiskinan.

Kemiskinan yang mengakibatkan anak-anak yang seharusnya menikmati dunia pendidikan tetapi malah sibuk mencari uang demi untuk membantu kebutuhan keluarganya.

Komunitas Coca Kids

Sebelum membentuk komunitas ini, Tutik sapaan akrabnya melihat uang koin tersebut berceceran. Kemudian Tutik berpikir bagaimana agar uang koin tersebut bisa berguna khususnya untuk orang-orang yang kurang mampu. Sebab pada kenyatannya, uang koin tersebut memang kurang dimanfaatkan untuk keperluan belanja. Kemungkinan hanya sekedar untuk diberikan dengan pengemis ataupun yang lainnya.

“Perbandingannya mudah, jika orang punya uang koin sejumlah Rp 20 ribu, dengan uang dalam bentuk kertas yang jumlahnya nominalnya juga sama. Maka kebanyakan mereka akan lebih rela memberikan uang koinnya daripada uang kertasnya,” ujarnya.

Akhirnya terbentuklah komunitas Coin Care Kids (Coca Kids). Coca Kids merupakan komunitas pengumpul koin, dan dari koin tersebut nantinya digunakan untuk dibagi kepada anak-anak yang tidak mampu. Dulu awal mula Coca Kids ini dibentuk, sasaran yang dituju adalah anak-anak pengamen ataupun anak-anak jalanan. Coca Kids ini dibentuk sejak November 2011 lalu.

“Kami dulu membagikannya bukan hanya dalam berupa uang. Seperti waktu bulan Ramadhan kami mengajak mereka untuk buka bersama, kemudian juga berbagi bingkisan untuk mereka. Kita bagikan sarung untuk mereka,” ungkap wanita ramah yang didaulat menjadi ketua ini.

Tutik memilih kids karena sebanyak apapun uang koin yang didapat, tapi nominalnya itu sedikit makanya kegiatan mereka untuk saat ini lebih difokuskan untuk membantu anak-anak. Selain itu, anak-anak dipilih karena nantinya anak-anak tersebut akan menjadi generasi penerus. Apalagi di Provinsi Jambi masih banyak anak-anak yang membutuhkan bantuan uluran dari tangan kita.

Koin Sebagai Simbol

Dalam hal ini, menurut penjelasan dari Tutik bahwa komunitas ini memang komunitas pengumpul koin. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa komunitas ini tidak menolak uang dalam bentuk uang kertas. Sedangkan untuk pembagiannya tetap untuk anak-anak yang membutuhkan.

“Walaupun komunitas ini disebut dengan bantuan koin, namun pada dasarnya koin tersebut adalah
simbol. Jika kawan-kawan mau membantu tidak harus dalam bentuk uang koin, dalam bentuk uang cash itu malah lebih baik,” ungkapnya sambil tersenyum.

Namun, untuk mempermudah mengingatnya maka diberi nama koin. Apalagi di daerah-daerah lain juga sudah banyak komunitas yang membentuk kelompok sebagai pengumpul koin. Tetapi untuk di daerah Jambi, sepertinya hanya ada Coca Kids ini sendiri.

Kemudian,  kegiatan komunitas ini bukan hanya bergerak membantu di bidang sosial semata namun juga di bidang pendidikan. Langkah pertama yang dilakukannya adalah dengan  cara survei ke sekolah untuk melihat kondisi anak-anak yang kurang mampu. Kemudian setelah itu diberikan bantuan dalam bentuk seragam sekolah ataupun kebutuhan lainnya.

Untuk menyalurkan dananya, ia sendiri sering melakukan survei ke berbagai sekolah, guna mencari data mengenai siswa-siswa yang membutuhkan dukungan materil, untuk pendidikan mereka.

Seperti membantu melunasi uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan Lembar Kerja Siswa
(LKS), membelikan sepeda baru untuk anak yang jarak rumahnya jauh dari sekolah, membelikan fasilitas belajar (meja dan kursi) dan sebagainya. Semua kegiatan dan penggunaan dananya akan dilaporkan untuk menjaga transparansi.

Kendala Program

Dalam melakukan kegiatan sosial ini, awalnya Coca Kids juga mengalami banyak kendala. Mulai dari komunikasi yang kurang, terbatasnya pergaulandan waktu pengumpulan dana yang cukup lama.
“Sedangkan mereka yang membutuhkan itu perlunya cepat jadi itulah yang terkadang membuat Coca
Kids harus berjuang keras,” katanya.

Bahkan menurut Hani Yunizah selaku anggota dari komunitas ini juga mengakui bahwa perjalanan untuk mencari koin ini, tidak semudah memasukan koin dalam celengan stoples yang disediakan di
rumah.

Karena,dibutuhkannya kesadaran dari setiap individu untuk berbagi. Bisa jadi karena belum dikenal masyarakat, apalagi sebagian besar volunteer itu mahasiswa dari luar kota dan mempunyai kesibukan masing-masing.

”Sebagain besar lebih suka menjadi droppercoins ketimbang aktif sebagai coiner, yang harus bertanggungjawab menggerakkan sekitarnya untuk mengumpulkan koin,” ujar Hani.

Oleh karena itu, dari dicetuskannya komunitas ini hingga sekarang, Tutik dan Hani masih merasa kurang aktif. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang mu menjadi kelompok anggota seperti
ini.

Namun, Tutik sendiri tidak menyerah, ia tetap semangat untuk memperjuangkan komunitasnya demi
untuk membantu anak-anak yang kurang mampu.Sosialisasipun sangat gencar dilakukannya.Mulai dari jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga melalui jejaring sosial lainnya.

Kemudian dari teman ke teman dan juga keluarga. Oleh karena itu, walaupun komunitas ini hanya
mempunyai dua pengurus dan satu pamong yang bernama Lilik Gunawan. Namun ternyata sampai saat ini, donatur yang bergabung dengan Coca Kids sudah cukup banyak.

Seperti dari pihak Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kampus, serta kumpulan pengusaha muda yang tergabung di Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD HIPMI) Jambi.

Karena, di BPD HIPMI sendiri memiliki klub ataupun bagian yang disebut  HIPMI Peduli.“Khusus HIPMI mereka memang punya bagian sendiri di organisasinya, yaitu HIPMI Peduli. Memang fokus peduli sosial untuk lingkungan sekitar. Jadi kami masuk di situ,” terangnya. (*/lee)

***

Fokus pada Anak Penderita Jantung

Komunitas Coca Kids kini akan mencoba untuk bergerak dalam membantu dibidang kesehatan, khususnya anak penderita jantung. Menurut Tutik, bahwa mereka sedang fokus mengumpulkan dana untuk menolong seorang anak yang menderita sakit jantung. Dan membutuhkan dana yang besar untuk operasi di Jakarta.

“Kemarin ada yang melaporkan ke saya bahwasanya ada anak yang bernama Muhammad Fauzi, usianya 4 tahun. Anak tersebut menderita sakit jantung. Dan dia butuh bantuan karena kondisi keluarganya memang tidak mampu, tinggalnya juga di daerah terpencil. Walaupun ada Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat), tapi untuk penginapan dan juga pengobatannya tidak bisa mengandalkan itu. Kami tergerak untuk membantunya,” ungkapnya.

Dana yang dibutuhkan oleh Coca Kids untuk membantu Muhammad Fauzi adalah sekitar Rp 280 juta. Waktu yang diberikan pun juga hanya satu minggu, karena pada saat itu Tutik mengetahuinya
juga mendadak.

Tapi Tutik tidak terlalu mengharapkan untuk mendapatkan uang dalam jumlah tersebut. Namun Coca Kids ini akan berusaha semampunya agar bisa membantu. Oleh karena itu bersama dengan HIPMI Peduli, Coca Kids ini akan menggalangkan dana tersebut.

“Harapan saya semoga Coca Kids ini semakin berkembang dan  donaturnya juga semakin banyak. Anak-anak yang kita bantu juga semoga bisa berkurang bebannya, informasi terus mengalir karena koin itu memang sebagai pemanfaatan,” ungkap mahasiswi Universitas Jambi ini.

Walaupun terkadang ada rasa lelah, tapi pengurus Coca Kids ini berpikir bahwa untuk saat ini hanya
itulah yang bisa mereka lakukan jadi belum ada terpikir capeknya.

“Capek itu terbayar ketika uang itu telah kami bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Kalau
anak yang menerimanya itu senang. Maka di situlah ada rasa bangga tersendiri dalam hati kita,”
ungkap Hani.

Oleh karena itu, Tutik dan Hani selalu berharap agar komunitas ini bisa langgeng dan tidak sekadar menjadi tempat nongkrong meriah-meriahan saja. (lee)

Bagi Anda yang berminat ingin bergabung dan menjadi donatur melalui Coin Care Kids (Coca
Kids), silahkan menghubungi:087745017791 (Tutik Wijayanti)           
082375427675 (Hani Yunizah)
Atau bisa langsung memberikan bantuan melalui
rekeningBNI, dengan Nomor Rekening 017-995-444-2
a/n Hani Yunizah.



COCA KIDS: Seorang anak yang mengidap sebuah kelainan penyakit secara fisik, yang pernahdibantu oleh komunitas Coca Kids, melalui program pengumpulan uang receh (koin).


UANG RECEH: Hasil donasi yang terkumpul, dari program pengumpulan uang receh oleh Coca Kids baru-baru ini. Terlihat, tidak hanya koin yang terkumpul, namun juga dalam bentuk uang kertas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar