Selasa, 04 Februari 2020

Ketika Dana Pengembangan Danau Toba Rp 3 Triliun Parkir di APBN

 
Jalan Lingkar Danau Toba di Kecamatan Pamatang Silimahuta, Kabupaten Simalungun, Januari 2019. (Foto Asenk Lee Saragih)
BERITAKU-Lambannya 7 pemerintah kabupaten di kawasan Danau Toba dalam membuat proposal program pengembangan kawasan Danau Toba sebagai destinasi parawisata super prioritas, mengakibatkan alokasi dana Rp 4 Triliun yang disediakan Pemerintah Pusat (APBN) terancam ditarik. Sejak pembentukan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), penyerapan anggaran APBN hanya Rp 1 Triliun.

Direktur Pemasaran Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Basar Simanjuntak dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi B DPRD Sumut, pemkab se-kawasan Danau Toba, Disbudpar Sumut, dan pelaku pariwisata Sumut, Senin (3/2/2020), mengatakan, dana Rp4 triliun tersebut sudah on place (di APBN) dan siap dikucurkan. Direncanakan dana itu digunakan untuk persiapan berbagai fasilitas pariwisata di tujuh kabupaten (Simalungun, Karo, Dairi, Tobasa, Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara) di kawasan Danau Toba.

Disebutkan, status Danau Toba sebagai destinasi pariwisata super prioritas terancam dicabut oleh pemerintah pusat. Dana sebesar Rp4 triliun yang pernah dijanjikan Presiden Joko Widodo untuk pengembangan kawasan pariwisata di Danau Toba, terancam ditarik kembali oleh Pemerintah Pusat untuk dialihkan ke wilayah lain. 

Pasalnya, penyerapan anggaran untuk pengembangan pariwisata di danau terbesar di Asia Tenggara itu tidak maksimal.

“Anggaran untuk pengembangan super prioritas wisata Danau Toba Rp4 triliun. Duit itu harus dihabiskan dengan benar. Namun yang terjadi saat ini, justru baru terserap Rp1 triliun,” kata Basar Simanjuntak.

“Saya khawatir status Danau Toba sebagai salah satu destinasi pariwisata super prioritas yang dicanangkan Pemerintah Pusat pada 2019 lalu bersamaan dengan destinasi lain seperti Labuhan Bajo, Borobudur, dan lainnya, kemungkinan bakal berakhir lebih cepat. Status super prioritas itu mungkin berakhir dua tahun lagi sejak sekarang. Tapi prediksi saya, status super prioritas ini bisa saja berakhir tahun depan (2021),” tegasnya.

Disebutkan, tidak maksimalnya penyerapan dana Rp4 triliun itu, disebabkan sejumlah hambatan dari masyarakat, terutama soal pembebasan lahan yang rumit dan berlarut-larut.

Saat ini, ada salah satu marga yang melakukan gugatan hukum terkait status tanah yang hendak dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 

Selain soal pembebasan lahan, juga penolakan masyarakat juga menjadi kendala utama pengembangan pariwisata Danau Toba. 

“Saat ini sudah sepuluh kali sidang. Saya pikir (jaur hukum) ini jauh lebih bagus, jadi ada kepastian. Jika penolakan ini terus berlanjut tanpa ada solusi hukum, saya khawatir masa kerja pembangunan destinasi wisata super prioritas Danau Toba tidak akan maksimal hasilnya,” ujarnya.

Padahal rencana pembangunan dari anggaran tersebut antara lain, Pelabuhan Bebas Parapat, Pelabuhan Sigapiton (Toba Samosir), waterfront Pangururan (Samosir), waterfront Pantai Atsiri, Padat Barelong (Toba Samosir) dan sebagainya.

“Diantara rencana itu, hanya pembebasan lahan untuk Pelabuhan Bebas Parapat dan Pantai Atsiri yang sudah 100 persen selesai. Yang lainnya belum. Informasi ini saya peroleh setelah minggu lalu bertemu dengan pihak Kementerian PUPR, persisnya dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya,” kata Basar Simanjuntak.

“Disebutkan, kemungkinan hanya Rp1 triliun dana tersebut yang terpakai untuk pengembangan kawasan Danau Toba. Sedangkan Rp3 triliun lagi kemungkinan dialihkan ke daerah lain. Di setiap daerah problem pembebasan tanah berbeda-beda, mulai dari soal harga atau berbagai faktor lainnya. Ini seharusnya jadi perhatian kita bersama. Kita carikan solusinya, sebab status super prioritas hanya sampai 2021, setelah itu harus cari dana sendiri,” katanya.

Disebutkan, mengenai rencana pembangunan tujuh hotel mewah di kawasan Danau Toba, sudah terlaksana dua hotel yang dibangun. Direncanakan pada 2021 pembangunan akan rampung dan dapat beroperasi.

“Perihal ini sudah disampaikan Pak Luhut dalam rapat terbatas di Jakarta tahun lalu. Sekarang sudah jalan pembangunan dua (hotel) yang semuanya dikerjakan investor,” katanya.

Sementara Ketua dan Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Sumatera Utara, Viktor Silaen dan Ahmad Hadian yang memimpin rapat menyampaikan, persoalan pembebasan lahan terkait pembangunan super prioritas kawasan Danau Toba akan dibicarakan dengan mengundang BPODT secara khusus. Pihaknya mengaku miris mendengar paparan dari BPODT sekaitan hal itu.

“Dana pusat Rp4 triliun mungkin hanya akan terlaksana Rp1 triliun saja. Banyak kendala, salah satunya pemkab sekitar Danau Toba terkesan tidak siap, khususnya kendala pembebasan lahan. Rencana pembangunan pelabuhan bebas juga mungkin akan batal. Sementara waktu tersisa untuk program super prioritas ini hanya tinggal dua tahun. Nampaknya BPODT perlu diundang RDP lanjutan dengan lintas komisi DPRD Sumut,” kata Hadian.

Sementara Kepala Disbudpar Tobasa, mengakui dari anggaran Rp4 triliun tersebut memang ada Rp700 miliar mengalir ke Tobasa. Salah satunya dalam pembebasan lahan 30 hektar untuk pembangunan pengembangan Bandara Sibisa.

“Kemenhub RI belum tegas apakah dari mereka dananya, kalau kami manalah pula ada anggaran sebesar itu,” katanya.

Mereka juga meminta agar BPODT terbuka soal anggaran yang ada di APBN untuk pengembangan super prioritas di kawasan Danau Toba. (Berbagaisumber/Asenk Lee)

Tidak ada komentar: