Oleh : Chatarina Dara Iriantini
Latar Belakang
Sejarah dimulainya pengembangan kelapa sawit di Provinsi
Jambi diperkirakan tahun 80-an. Pengusahaan kelapa sawit mulai diusahakan oleh
Perusahaan Negara (PTP) tahun 1983/1984 dengan Pola PIR di Sei Bahar, Bunut,
Sungai Merkanding dan Tanjung Lebar. Selanjutnya pengembangan kelapa sawit
berjalan pesat dan secara nyata telah memberikan kontribusi terhadap
penanggulangan kemiskinan, penggangguran dan pengembangan wilayah.
Saat ini luas kelapa sawit di Provinsi Jambi telah mencapai
532.293 Ha, dengan komposisi tanaman belum menghasilkan seluas 110.259 Ha,
tanaman menghasilkan seluas 417.304 Ha dan tanaman tua/rusak seluas 4.730 Ha.
Produksi kelapa sawit dalam bentuk CPO 1.426.081 Ton dengan produktifitas 3.417
kg/Ha/tahun.
Seiring dengan perkembangannya, beberapa permasalahan yang dihadapi petani adalah terbatasnya penggunaan benih unggul, sarana dan prasarana infrastruktur yang kurang memadai, penyediaan pupuk yang belum optimal dan terbatasnya kemampuan petani untuk meremajakan kebun kelapa sawitnya.
Saat ini beberapa lokasi pengembangan kelapa sawit telah
memasuki masa peremajaan (berumur > 25 tahun) dengan produktivitas rata-rata
< 12 Ton/Ha/Tahun, dimana secara ekonomis tidak lagi menguntungkan.
Pemerintah telah berupaya untuk mengatasi permasalahan tersebut antara lain penyediaan bantuan bibit bersubsidi (APBD Provinsi), penggantian bibit kelapa sawit tidak bersertifikat, mencari model/demplot peremajaan kelapa sawit dengan pola tumpang sari (APBN) serta memfasilitasi petani untuk mempermudah mengakses Perbankan.
Penyuluh Pertanian Madya bertugas di Provinsi Jambi
Tujuan dan Sasaran
Kegiatan pengembangan model-model peningkatan produksi
kelapa sawit bertujuan untuk:
1. Mencari model pendekatan peremajaan perkebunan rakyat kelapa sawit yang paling sesuai ditinjau dari pertumbuhan kelapa sawitnya sebagai tanaman pokok;
2. Memperoleh gambaran tentang adanya sumber pendapatan alternatif sebelum tanaman kelapa sawit menghasilkan;
1. Mencari model pendekatan peremajaan perkebunan rakyat kelapa sawit yang paling sesuai ditinjau dari pertumbuhan kelapa sawitnya sebagai tanaman pokok;
2. Memperoleh gambaran tentang adanya sumber pendapatan alternatif sebelum tanaman kelapa sawit menghasilkan;
3. Pengaruhnya terhadap penurunan biaya invesatsi dibanding
dengan peremajaan menurut paket teknologi baku/konvensional.
Sasaran kegiatan pengembangan model-model peningkatan
produksi kelapa sawit:
1. Terlaksananya peremajaan kelapa sawit dengan model yang sesuai dengan kondisi wilayah setempa, 2.Tercapainya peningkatan produksi, minimal sama dengan siklus pertama yang telah dilaksanakan oleh petani
3. Tercapainya visi perkelapasawitan yaitu 35/26
1. Terlaksananya peremajaan kelapa sawit dengan model yang sesuai dengan kondisi wilayah setempa, 2.Tercapainya peningkatan produksi, minimal sama dengan siklus pertama yang telah dilaksanakan oleh petani
3. Tercapainya visi perkelapasawitan yaitu 35/26
Output Yang diharapkan. Petani yang mengusahakan kebun
kelapa sawit dan saat ini tanamannya sudah memasuki usia peremajaan dapat
melakukan peremajaan kelapa sawit dengan pola tumpang sari, dengan harapan
kehilangan pendapatan selama masa peremajaan (tanaman belum menghasilkan) dapat
disubstitusi dari hasil tumpang sari.
D. Pelaksanaan Kegiatan
1. Volume dan Lokasi. Pengembangan model/demplot peremajaan kelapa sawit dilaksanakan mulai tahun 2011 di Desa Mekar Sari Makmur, Desa Marga Mulya seluas 20 Ha dan tahun 2012 di Desa Suka Makmur Kecamatan Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi seluas 20 Ha.
2. Ruang Lingkup Kegiatan. a. Pelaksanaan persiapan lahan antara lain pembersihan lahan dan penyuntikan untuk mempercepat proses pelapukan batang. Selanjutnya dilakukan pancang patok batas yang bertujuan untuk mengetahui secara pasti batas kebun masing-masing petani. Pada saat ada tanaman kelapa sawit masih tegak, biasanya petani dengan mudah dapat melihat batas kebunnya, namun apabila tanaman sudah ditumbang seluruhnya maka sulit untuk menentukan tanda batas kebun.
1. Volume dan Lokasi. Pengembangan model/demplot peremajaan kelapa sawit dilaksanakan mulai tahun 2011 di Desa Mekar Sari Makmur, Desa Marga Mulya seluas 20 Ha dan tahun 2012 di Desa Suka Makmur Kecamatan Sei Bahar Kabupaten Muaro Jambi seluas 20 Ha.
2. Ruang Lingkup Kegiatan. a. Pelaksanaan persiapan lahan antara lain pembersihan lahan dan penyuntikan untuk mempercepat proses pelapukan batang. Selanjutnya dilakukan pancang patok batas yang bertujuan untuk mengetahui secara pasti batas kebun masing-masing petani. Pada saat ada tanaman kelapa sawit masih tegak, biasanya petani dengan mudah dapat melihat batas kebunnya, namun apabila tanaman sudah ditumbang seluruhnya maka sulit untuk menentukan tanda batas kebun.
b. Penumbangan pohon kelapa sawit tua
Kemampuan petani untuk menumbang pohon kelapa sawit tua secara manual sangat terbatas, oleh sebab itu petani menyewa alat berat sekaligus operatornya untuk menumbang pohon tersebut. Pekerjaan ini dapat diselesaikan dalam waktu 8 jam/Ha dengan sewa alat berat Rp.450.000/jam belum termasuk biaya gendong alat berat tersebut. Dengan penumbangan steking 1:1 diperoleh lahan sela 50 % dari luas tanaman, yang direncanakan untuk tumpang sari tanaman semusim.
c. Persiapan Bibit
Untuk menjamin kualitas bibit kelapa sawit, maka PTPN VI Sei Bahar menyediakan bibit kelapa sawit bersertifikat dengan kebutuhan sebanyak 140 batang/ha
d. Penanaman bibit kelapa sawit
Penanaman dilakukan pada musim penghujan dengan jarak tanam 9 m segitiga sama sisi, sehingga populasi per Ha 135 batang .
e. Penanaman tumpang sari
Dengan kepemilikan lahan masing-masing 2 Ha, maka lahan sela yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman tumpang sari seluas 1 Ha. Tanaman semusim yang diusahakan untuk tumpang sari adalah kedele, jagung, kacang tanah, kacang hijau, padi dan tanaman hortikultura seperti cabe, timun, semangka.
E. Pembahasan
1. Model Peremajaan Kelapa Sawit
Teknis peremajaan kelapa sawit telah banyak yang ditawarkan
dan diuji coba seperti teknis underplanting, teknis konvensional biasa dan
bertahap serta teknis konvensional dengan pola tumpang sari. Masing-masing
teknis peremajaan memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri.
Petani di Kecamatan Sungai Bahar yang kebunnya telah mulai
memasuki usia peremajaan, beberapa tahun terakhir mencoba teknis underplanting,
namun sampai saat ini tidak berkembang dan kurang diminati petani. Pada teknis
ini, penanaman dilakukan diantara tanaman kelapa sawit tua.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari teknis ini adalah
selama 6 bulan 1 tahun, petani masih dapat memetik hasil sehingga dapat menjaga
keberlangsungan pasokan TBS.
Kekurangan teknis ini adalah terhambatnya pertumbuhan
tanaman baru, endemi Ganoderma, meningkatnya serangan Oryctes dan kultur teknis
yang tidak sesuai standar. Hal ini didorong oleh sikap tidak disiplin dari
petani itu sendiri, dimana peracunan dan penumbangan tanaman tua terlambat
dilakukan petani dengan alasan masih berproduksi, sehingga tanaman baru
terhambat pertumbuhannya, kondisi bersemak dan lembab menyebabkan munculnya
serangan Ganoderma dan Oryctes.
Teknis underplanting tidak dianjurkan oleh Direktorat
Jenderal Perkebunan karena kurang didukung oleh perilaku petani yang disiplin
sehingga lebih banyak kekurangannya dibanding kelebihannya.
Teknis lain adalah konvensional baik penumbangan bertahap
maupun penumbangan habis. Pada pelaksanaannya teknis ini menyebabkan hilangnya
penghasilan petani selama masa tanaman belum menghasilkan, sehingga petani
enggan untuk mengaplikasikan di lapangan.
Pada demplot pengembangan model peremajaan kelapa sawit yang
dilaksanakan pada tahun 2011 dan 2012, teknis yang dianut adalah konvensional
dengan pola tumpangsari. Tanaman tua ditumbang habis kemudian dengan steking
1:1 (sesuai kemampuan operator alat berat) terdapat lahan kosong (lorong) 50 %
dari luas lahan tanaman tua yang ditumbang. Dengan pelaksanaan model ini,
muncul paradigma baru di tingkat petani antara lain:
a. Pola pikir petani bahwa peremajaan kelapa sawit merupakan pekerjaaan sulit terutama pembukaan/persiapan lahan dengan penumbangan tanaman tua membutuhkan tenaga kerja dan biaya tinggi serta menyebabkan kehilangan penghasilan selama beberapa tahun telah berganti menjadi pola pikir baru bahwa peremajaan kelapa sawit tidak sesulit yang dibayangkan. Secara berkelompok petani dapat menumbang tanaman tua dengan menyewa alat berat dan selanjutnya secara bertahap dapat melakukan tumpang sari disela tanaman pokok;
b. Bahwa lahan bekas pertanaman kelapa sawit tidaklah tandus, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana seperti penggunaan pupuk kandang/kompos maupun pupuk buatan, lahan tersebut subur dan dapat diusahakan tanaman sela. Bahkan tanaman pokok yang ditanam Juni 2011, saat ini sudah berbuah pasir dan pertumbuhannya baik;
c. Perlu segera dilakukan peremajaan kelapa sawit terhadap tanaman tua yang umurnya telah lebih dari 25 tahun dengan produktivitas rendah kurang dari 12 Ton/Ha/tahun, karena seiring pertumbuhannya tanaman kelapa sawit tua akan semakin bertambah luasnya setiap tahun. Model yang diterapkan adalah teknis konvensional dengan pola tumpang sari.
2. Sumber Pendapatan Alternatif
Pemanfaatan lahan sela 50 % dari luas lahan yang diremajakan, merupakan pilihan alternatif yang sangat tepat. Secara teknis tidak dapat diragukan lagi bahwa lahan tumbangan tanaman tua masih sangat produktif dengan sentuhan teknologi sederhana.
a. Pola pikir petani bahwa peremajaan kelapa sawit merupakan pekerjaaan sulit terutama pembukaan/persiapan lahan dengan penumbangan tanaman tua membutuhkan tenaga kerja dan biaya tinggi serta menyebabkan kehilangan penghasilan selama beberapa tahun telah berganti menjadi pola pikir baru bahwa peremajaan kelapa sawit tidak sesulit yang dibayangkan. Secara berkelompok petani dapat menumbang tanaman tua dengan menyewa alat berat dan selanjutnya secara bertahap dapat melakukan tumpang sari disela tanaman pokok;
b. Bahwa lahan bekas pertanaman kelapa sawit tidaklah tandus, tetapi dengan sentuhan teknologi sederhana seperti penggunaan pupuk kandang/kompos maupun pupuk buatan, lahan tersebut subur dan dapat diusahakan tanaman sela. Bahkan tanaman pokok yang ditanam Juni 2011, saat ini sudah berbuah pasir dan pertumbuhannya baik;
c. Perlu segera dilakukan peremajaan kelapa sawit terhadap tanaman tua yang umurnya telah lebih dari 25 tahun dengan produktivitas rendah kurang dari 12 Ton/Ha/tahun, karena seiring pertumbuhannya tanaman kelapa sawit tua akan semakin bertambah luasnya setiap tahun. Model yang diterapkan adalah teknis konvensional dengan pola tumpang sari.
2. Sumber Pendapatan Alternatif
Pemanfaatan lahan sela 50 % dari luas lahan yang diremajakan, merupakan pilihan alternatif yang sangat tepat. Secara teknis tidak dapat diragukan lagi bahwa lahan tumbangan tanaman tua masih sangat produktif dengan sentuhan teknologi sederhana.
Para petani di lokasi pengembangan model-model peremajaan
kelapa sawit secara intensif memanfaatkan lahan sela tersebut dengan
menggunakan tanaman tumpang sari seperti jagung, kedele, kacang tanah dan
tanaman hortikultura. Beberapa tanaman sela yang diusahakan petani dan telah
memberikan nilai tambah bagi petani adalah:
a. Jagung
Tanaman sela jagung merupakan alternatif yang dipilih petani, karena secara ekonomis menguntungkan. Kendala yang dihadapi adalah serangan hama babi dan pemasaran hasil.
b. Kedele
Pertumbuhan tanaman kedele pada masa vegetatif dan generatif cukup baik, namun karena faktor perubahan iklim dan gangguan hama, maka petani memilih panen muda, dengan harga jual Rp.2000,-/ikat. Biasanya pembeli langsung datang ke kebun
c. Kacang tanah
Secara fisik pertumbuhan kacang tanah cukup baik dengan pengisian polong yang penuh, namun sama halnya dengan komoditi kedele, untuk mengurangi resiko kegagalan akibat perubahan cuaca, gangguan hama babi dan tikus, maka petani memilih panen muda yang pasarnya sudah ada di Pasar Sei Bahar.
d. Semangka
Petani mengusahakannya pada gawangan yang masih kosong dengan biaya yang dikeluarkan untuk menanam semangka diperkirakan Rp.20.000.000/Ha termasuk tenaga kerja sampai panen sebesar Rp.6.000.000,-. Dengan hasil 13 Ton/ Ha dan harga jual Rp.3.000,- per kg, maka pendapatan bersih petani bisa mencapai 19 juta rupiah
e. Timun
3. Pengaruh tumpangsari terhadap Biaya Investasi Peremajaan K. Sawit
Bahwa pendapatan petani dari intercropping jagung, kedele, kacang tanah dan tanaman hortikultura telah memberikan nilai tambah bagi petani. Sumber pendapatan alternatif tersebut selain digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga telah membantu petani dalam pembiayaan peremajaan kelapa sawit. Apabila diperkirakan biaya peremajaan kelapa sawit sebesar 13 jutaan pada tahun I, maka dengan mengusahakan intercropping dapat membantu biaya pemeliharaan untuk tahun berikutnya.
F. Dukungan Pemerintah Provinsi Jambi
Dalam rangka percepatan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, beberapa dukungan yang diberikan :
1. Pencanangan peremajaan kelapa sawit oleh Bapak Gubernur Jambi, dimana dampaknya adalah tumbuhnya minat dan keyakinan petani tentang penting dan mendesaknya peremajaan kelapa sawit yang sudah tidak produktif lagi;
2. Program Sosial Revitalisasi Perkebunan Bank Indonesia bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi untuk Peremajaan Kelapa Sawit seluas 20 Ha di Kelompoktani Cempaka Kecamatan Sei Bahar.
G. Penutup
Model peremajaan kelapa sawit dengan pola tumbang habis tumpang sari tanaman semusim dinilai berhasil oleh kelompoktani pelaksana demplot, sehingga kedepan pola ini hendaknya diterapkan untuk peremajaan kelapa sawit.
a. Jagung
Tanaman sela jagung merupakan alternatif yang dipilih petani, karena secara ekonomis menguntungkan. Kendala yang dihadapi adalah serangan hama babi dan pemasaran hasil.
b. Kedele
Pertumbuhan tanaman kedele pada masa vegetatif dan generatif cukup baik, namun karena faktor perubahan iklim dan gangguan hama, maka petani memilih panen muda, dengan harga jual Rp.2000,-/ikat. Biasanya pembeli langsung datang ke kebun
c. Kacang tanah
Secara fisik pertumbuhan kacang tanah cukup baik dengan pengisian polong yang penuh, namun sama halnya dengan komoditi kedele, untuk mengurangi resiko kegagalan akibat perubahan cuaca, gangguan hama babi dan tikus, maka petani memilih panen muda yang pasarnya sudah ada di Pasar Sei Bahar.
d. Semangka
Petani mengusahakannya pada gawangan yang masih kosong dengan biaya yang dikeluarkan untuk menanam semangka diperkirakan Rp.20.000.000/Ha termasuk tenaga kerja sampai panen sebesar Rp.6.000.000,-. Dengan hasil 13 Ton/ Ha dan harga jual Rp.3.000,- per kg, maka pendapatan bersih petani bisa mencapai 19 juta rupiah
e. Timun
3. Pengaruh tumpangsari terhadap Biaya Investasi Peremajaan K. Sawit
Bahwa pendapatan petani dari intercropping jagung, kedele, kacang tanah dan tanaman hortikultura telah memberikan nilai tambah bagi petani. Sumber pendapatan alternatif tersebut selain digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga telah membantu petani dalam pembiayaan peremajaan kelapa sawit. Apabila diperkirakan biaya peremajaan kelapa sawit sebesar 13 jutaan pada tahun I, maka dengan mengusahakan intercropping dapat membantu biaya pemeliharaan untuk tahun berikutnya.
F. Dukungan Pemerintah Provinsi Jambi
Dalam rangka percepatan peremajaan kelapa sawit di Provinsi Jambi, beberapa dukungan yang diberikan :
1. Pencanangan peremajaan kelapa sawit oleh Bapak Gubernur Jambi, dimana dampaknya adalah tumbuhnya minat dan keyakinan petani tentang penting dan mendesaknya peremajaan kelapa sawit yang sudah tidak produktif lagi;
2. Program Sosial Revitalisasi Perkebunan Bank Indonesia bekerjasama dengan Dinas Perkebunan Provinsi Jambi untuk Peremajaan Kelapa Sawit seluas 20 Ha di Kelompoktani Cempaka Kecamatan Sei Bahar.
G. Penutup
Model peremajaan kelapa sawit dengan pola tumbang habis tumpang sari tanaman semusim dinilai berhasil oleh kelompoktani pelaksana demplot, sehingga kedepan pola ini hendaknya diterapkan untuk peremajaan kelapa sawit.
Berdasarkan pengalaman bukan hanya keberhasilan meremajakan kelapa sawitnya, ternyata petani juga mendapat nilai tambah dari pengusahaan lahan sela tanaman kelapa sawit dengan menggunakan tanaman semusim seperti jagung, kedele, kacang tanah, cabe, semangka dan tanaman hortikultura lainnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar