Budaya Nongkong Remaja di Kafe Pinggir Jalan di Kota Jambi |
Pergeseran budaya kini semakin tak
terbendung lagi. Tak dapat
dipungkiri, budaya nongkrong remaja masa kini semakin diminati. Walaupun ada
hal yang positif yang dilakukan oleh para kaum remaja, tapi tetap saja bagi
masyarakat awam, akan selalu beranggapan remaja nongkrong di kafe seuatu hal
yang negatif.
ANDRI MUSTARI, Jambi
Pagi itu, waktu masih menunjukkan
pukul 10.30 WIB. Sekelompok anak remaja yang masih mengenakan seragam sekolah
tampak asyik bercerita di salah satu resto made in Amerika
di Jambi. Mereka tampak gembira dengan canda tawa sembari minum aroma soda.
Remaja lainnya tampak serius menikmati sajian ala Negeri Paman Sam itu.
Gaya remaja seperti itu, tak lagi jarang kita jumpai saat
ini, khususnya di Kota Jambi. Gaya ala kebarat-baratan kerap merasuki
remaja-remaja masa kini. Kalau tidak seperti itu, katanya dibilang tak gaul.
Kota Jambi dikenal juga sebagai kota
yang berkembang dan salah satu menjadi pusat pendidikan
yang cukup dikenal bagus di semua kalangan masyrakat, bukan saja dikenal di
kalangan masyarakat Jambi.
Tetapi juga
dikenal di berbagai daerah lain, contohnya Provinsi Riau,
Sumatera Selatan dan sebagainya.
Sehingga para generasi muda yang menuntut ilmu pendidikan
di Jambi, kebanyakan anak-anak yang di luar daerah. Dengan demikian, didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan kemajuan modernisasi,
sehingga pola pikir para generasi muda berubah baik dari segi tingkah laku
maupun dari segi pergaulan.
Ketua Komunitas Indonesia
Bass Family Chapter Jambi Gono mengatakan, dengan
perkembangan teknologi dan modernisasi seperti saat ini, para generasi muda,
mau tidak mau harus mengikuti perkembangan itu.
“Karena hal yamg
seperti ini juga, merupakan sebuah demokrasi bagi generasi
muda, dalam artian bukan kebebasan yang sifatnya ke arah negatif. Melainkan kebebasan dalam berkreasi, salah satu contohnya
anak-anak band,” kata Gono.
Pada saat ini, para pemuda Jambi,
memiliki hobi yang baru, yaitu membentuk sebuah komunitas baik
komunitas anak band maupun komunitas yang bersifat oragnisasi kepemudaan. Dan salah
satu cara para komunitas untuk selalu bisa berkumpul dengan para anggota
komunitasnya masing-masing.
Mereka sering kali mengadakan pertemuan
di tempat- tempat yang mereka anggap sederhana, seperti di kafe-kafe yang ada di Kota Jambi. Menurut Gono, yang mengatakan seluruh komunitas anak-anak Jambi,
sering kali nongkrong di kafe-kafe, contohnya di kafe The Trees Kafe, Warung Tuka Late, Jambi Milk dan masih banyak yang lainya dan rata-rata anak
muda yang nongkrong di kafe kebanyakan para komunitas anak band,” kata Gono.
Menurut Gono, kafe bukan saja dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul
ataupun makan-makan, tetapi para generasi muda khususnya yang memiliki komunitas anak band, mereka
lebih cenderung menggunakan kafe sebagai tempat inspirasi untuk bisa berkreasi
Kafe sebagai Tempat Inspirasi
Foto Gono Saat Dicafe TokoLate ( Tehok). |
Kafe bisa dijadikan
tempat untuk mengeluarkan ide-ide dalam membuat sebuah karya lagu maupun musik, dan kafe juga
kebanyakan telah memiliki sarana dan prasaran yang cukup memadai untuk bisa
dipergunakan oleh para generasi muda khususnya anak band yang ingin menampilkan
karyanya.
Hal ini juga disampaikan Gono. “Kafe
bukanlah tempat hanya sekedar untuk ngmpul-ngmpul atau makan-makan dengan
kawan-kawan, tetapi kafe kami jadikan sebagai tempat inspirasi kami, di saat
kami ingin membuat sebuah karya,”
kata Gono.
Dengan perkembangan saat ini, kafe-kafe
bukanlah tempat yang tersembunyi bagi masyarakat, karena pada zaman dulu, kafe
selalu identik dengan hal-hal yang negatif. Tapi saat ini
kafe dan warung biasa tidak jauh berbeda.
“Hanya membedakan
adalah dari segi sarana-prasarana yang ada di dalamnya. Keberadaan kafe
bukan saja hanya ada di kota-kota besar. Kafe untuk saat ini
telah berada di setiap daerah dan di daerah pedesaan,” katanya.
Jimmy, salah satu teman Gono, mengatakan, dengan perkembangan zaman modernisasi, kafe-kafe pun
mulai berkembang di kalangan masyarakat, dan dulu orangtua-orangtua kita, kafe
itu adalah tempat yang tidak baik.
“Mereka selalu
memandang kafe itu negatif, tapi untuk saat ini, di kalangan orangtua pun
banyak nongkrong di kafe,”
kata Jimmy.
Saat ditanya, biasanya para generasi
muda yang nongkrong di kafe identik dengan anak-anak yang memiliki sifat yang hedonis, Gono mengatakan bahwa, apabila ada
orang yang beranggapan demikian, maka itu anggapan yang salah.
“Karena kenyataannya berbeda, karena kami yang sering nongkrong di
kafe, juga sering tidak memiliki uang yang banyak untuk bisa nongkrong di kafe. Karena kami tidak menjadikan kafe itu sebagai tempat untuk
foya-foya, tapi kami jadikan kafe itu sebagai sarana untuk menambah pergaulan,” katanya.
Kafe meluangkan
ide-ide kami untuk membuat sebuah karya, begitu juga dengan teman-teman yang
lain, komunitas-komunitas yang lain seperti komunitas yang identik dengan otomotif, malah kita berbagi ilmu, antara komunitas yang
satu ke komunitas yang lain.
Untuk berkumpulnya mereka
tidak selalu setiap hari, dan biasanya mereka berkumpul pada waktu-waktu yang
tidak mengganggu jam kuliah, bagi yang kuliah, dan tidak mengganggu kerjaan, bagi yang kerja,
sehingga aktivitas yang dimiliki oleh para personel komunitas tidak terganggu.
Jimmy menambahkan, pihaknya nongkrong di kafe tidak selalu setiap hari. “Kami juga memiliki aktivitas masing-masing. Ada yang kuliah
dan ada yang
sudah bekerja dan telah memiliki keluarga, sehingga kami
mencari waktu yang tepat untuk bisa berkumpul dengan tidak menganggu jam
aktivitas para anggota,”
Jimmy.
Bagaimana dari
perkembangan segi pendidikan, apakah ada dampak yang negatif bagi teman-teman
yang masih duduk di lembaga pendidikan khususnya bagi teman-teman
yang masih duduk di bangku perkuliahan?
Gono menegaskan, dampak yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas komunitas
pasti ada. Namun itu tidak mejadikan kendala dalam
berkarya. Karena hal yang seperti itu bersifat kepada individual,
tergantung orangnya.
“Karena dalam
komunitas tidak ada paksaan dalam melaksanakan sebuah pertujukan ataupun
dalam melaksanakan sesi latihan.
Dalam komuntas,
sebuah kebersamaan dan komunikasi yang baik. Hal seperti
inilah harus dijaga dan dipertahankan demi terciptanya sebuah hubungan yang
harmonis antara komunitas sendiri maupun teman-teman
komunitas yang lainnya,” kata Gono.
Disebutkan, tradisi anak-anak nongkrong, itu sudah merupakan
hal yang tidak dipungkiri di kalangan remaja. Banyak sebenarnya tempat-tempat tongkrongan
para anak muda, khususnya di Kota Jambi.
“Baik tempat-tempat eksklusif seperti kafe, diskotik dan
malah sekarang yang menjamur di Jambi adalah warung-warung bandrek yang buka di
setiap jalan trotoar. Tapi para komunitas kebanyakan nongkrong di kafe,” kata
Jimmy.(*/lee)
****
Penilaian Negatif Masyarakat Awam pada Kafe
Pelajar pagi-pagi di Kafe KFC di Trona Jambi. fOTO rOSENMAN MANIHURUK |
Seorang psikolog Aulia Suryani mengatakan, tidak dipungkiri
budaya nongkrong, walaupun ada hal yang positif yang dilakukan oleh para kaum
remaja, tapi tetap saja bagi masyrakat awam, akan selalu mengira itu merupakan
seuatu hal yang negatif.
Budaya nongkrong itu sebenarnya kurang mendidik, khususnya
bagi budaya ke Timur-an. Budaya nongkrong di kafe itu adopsi dari kehidulan
budaya Barat. Namun akibat modernisasi, remaja di Jambi ikut terpengaruh
olehnya.
“Ada kata tak gaul, kalau remaja tak pernah nongkrong di
kafe. Oleh karena itu, orangtua boleh memberikan kebebasan kepada anaknya, tapi
dengan catatan, pengawasan jangan sampai terlupakan,” kata Aulia.
Sementara seorang pemerhati sosial di Jambi, Fatria Dewi
menambahkan, dalam perkembangan pergaulan para kaum muda, yang memiliki
tanggung jawab penuh adalah orangtua.
Kemudian pemerintah sebagai lembaga penyalur bakat dan
potensi yang dimiliki oleh para kaum pemuda. “Seperti anak-anak band yang ingin
berkarya, maka pemeritah juga harus memberikan sebuah wadah dan sarana. Untuk
mereka menyalurkan bakat mereka, sehingga para remaja khususnya di Kota
Jambi, merasa mendapatkan perhatian yang layak, begitupun peran dari orangtua,”
ujar Fatria. (ams/lee)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI KAMIS 17 APRIL 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar