Dana Proyek Air Bersih Mengalir ke 17 Rekanan
© Andri Damanik / Harian Jambi
|
TERBENGKALAI: Pemasangan pipa
proyek air bersih Kabupaten Tanjung Jabung Barat di Parit 11, Desa Bram
Itam, Kecamatan Bram Itam. Sampai saat ini, proyek bernilai ratusan
milyar ini belum selesai.
|
BERITA TERKAIT:
Dikepung Sawit, Bubur Kertas dan Minyak, Puluhan Tahun Warga Hidup Tanpa Air Bersih
DPRD Desak Pansus Air Bersih Tuntaskan Masalah Proyek Rp 275 Miliar
BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara Dalam Proyek Air Bersih
Abaikan Kasus-kasus Besar di Tanjab Barat, Kejati Dituding Bermain
Usman Ermulan: Ditemukan Ada Kerugian Negara
Air, oh, Air...
34 Tahun Menanti Air Bersih, Zat Besi Menjadi Momok yang Belum Terselesaikan
Sejumlah Anggota DPRD “Tiarap” Didesak Usut Proyek Rp 408 M
Proyek Rp 408 M Terbengkalai
JAMBI - Ini kabar terbaru terkait mega proyek air
bersih Tebingtinggi-Kualatungkal, Tanjung Jabung Barat. Ternyata, dana miliran
rupiah itu mengalir ke rekening 17 perusahaan, baik perusahaan yang berbasis di
Jambi maupun Jakarta. Dana terbesar mengucur ke PT Batur Artha Mandiri (BAM),
yakni sebesar Rp 146,12 miliar.
PT BAM diketahui sebagai salah satu
perusahaan yang dalam audit on call BPK Perwakilan Jambi tahun 2011 disebut
sebagai perusahaan yang harus dikenai sanksi denda sebesar Rp 7,56 miliar. Penyebabnya,
PT BAM sebagai pemegang kontrak induk senilai Rp 151,34 miliar, tidak mampu
menyelesaikan sebagian pekerjaan.
BACA SELENGKAPNYA
Di antara pekerjaan yang tidak beres sampai masa pengerjaan habis adalah pembangunan 13 unit jembatan penyeberang pipa dengan panjang dan nilai kontrak berbeda-beda. Lainnya, pekerjaan reservoir, rumah jaga dan rumah genset di Teluknilau serta pemasangan pipa 300 mm. Terdapat 431 batang pipa yang belum terpasang pada saat pengecekan fisik di lapangan.
“Atas pekerjaan yang tidak selesai tersebut,
yang telah melebihi 50 hari, PT BAM belum dikenakan sanksi denda maksimal
sebesar Rp 7,56 miliar,” ungkap BPK dalam laporan hasil audit itu. Nilai denda
sebanyak itu merupakan lima persen dari nilai kontrak.
Dari berbagai data yang dihimpun Harian
Jambi, proyek air bersih itu menelan dana sampai Rp 408 miliar. Namun, dalam laporan
hasil audit BPK, anggaran proyek sarana
air bersih Tebingttinggi-Kualatungkal itu ditetapkan “hanya” sebesar Rp 275,7
miliar.
Sebagian dana dibuat dengan pola tahun
tunggal, yakni periode 2007-2008. Sedangkan sejak 2009-2010 dianggarkan dengan
pola tahun jamak (multi years). Dana sebanyak itu mengalir ke dua konsultan
perencana, lima konsultan pengawas dan delapan kontraktor pelaksana. Konsultan
perencana, yakni PT Tirimitra Tujuatama dan PT Virama Karya masing-masing
menghabiskan Rp 744,8 juta dan Rp 737,6 juta.
Sedangkan konsultan pengawas adalah
PT Cipta Bina Tirta Konsultan (Rp 393,58 juta), PT Mega Citra Consultants (Rp 479,67 juta), CV Ariman
Consultants (Rp 98,56 juta), CV Geo Teknik Prima Raya (Rp 197,78 juta) dan PT
Mega Citra Consultants (Rp 707 juta).
Sedangkan di deretan kontraktor
pelaksana dibagi ke dalam sejumlah lingkup pekerjan sejak 2007 sampai 2010,
mulai dari intake, pipa jaringan, reservoir. Di antaranya tersebut nama PT Bina
Konsindo Persada (Rp 6,93 miliar), PT Sakti Nusaindo Perdana (Rp 48,77 miliar
dan Rp 24,12 miliar), PT Simbara Kirana (Rp 24,20), PT Delima Raya Merdeka (Rp
4,1 miliar), PT Demang Karya Mandiri (Rp 1,48 miliar), PT Antara Konstruksi (Rp
4 miliar), PT Cahaya Rembulan (Rp 1 miliar), CV Jati Diri (Rp 449 miliar) dan
PT Batur Artha Mandiri (Rp 146,12 miliar).
Aktivis anti-korupsi dari LSM
Garansi Jambi, Nasroel Yasir, menyayangkan tidak adanya kejelasan terhadap
masalah megaproyek air bersih yang terbengkalai ini. Menurut Nasroel, Polda dan
Kejati Jambi harus menurunkan tim untuk menemukan kejelasan kasus ini. “Sudah
bertahun-tahun proyek ini disuarakan para pegiat anti-korupsi,” ujar Nasroel,
Kamis (14/11).
Menurutnya, indikasi kerugian
negara yang ditemukan oleh KPK sebesar Rp 1,10 miliar bisa menjadi entry point
bagi aparat penegak hukum untuk menelisik kasus ini lebih jauh. Dengan
menurunkan tim, kata dia, kejaksaan dan kepolisian juga akan memperoleh
kepastian. “Sehingga kita tahu, kalau ada (korupsi, red), kata tidak ada ya
katakan tidak ada. Jadi jelas,” tegasnya.(*)
Terbengkalainya mega proyek
pipanisasi air bersih senilai Rp 408 miliar di Tanjung Jabung Barat mengundang
keprihatinan banyak kalangan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Jambi didesak menindaklanjuti temuan ini.
Tag: # skandal pipa air bersih
(Sumber : HARIANJAMBI.COM)
BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara Dalam Proyek Air Bersih
Tiarapnya aparat penegak hukum menyikapi megaproyek air bersih Tanjab Barat yang terbengkalai dinilai sebagai bentuk sikap pilih bulu dalam pemberantasan korupsi. Padahal, selain terbengkalai, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jambi juga menemukan indikasi kerugian negara pada proyek yang dikerjakan sejak 2007 itu.
“Saya menilai, penegak hukum pilih
bulu dalam mengusut kasus," ujar Jamhuri, aktivis LSM Sembilan kepada Harian
Jambi, Rabu (13/11). Proyek yang sebagian anggarannya dibuat dengan pola tahun
jamak (multi years) itu, menurut Jamhuri, telah menjadi sorotan banyak
kalangan, temasuk Pemkab Tanjab Barat sendiri dan BPK.
Tetapi, aparat penegak hukum,
termasuk Kejati dan Polda, terkesan tidak tegas. “Semua warga negara sama di
mata hukum. Penegak hukum dalam hal ini harus beriskap tegas, apalagi proyek
air bersih ini sudah berulang-ulang menjadi temuan BPK,” kata aktivis yang terkenal
vokal di lapangan dan di media massa ini.
Proyek pengadaan air bersih
Tebingtinggi-Kualatungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat terbengkalai tanpa
mampu membawa air besih bagi warga daerah itu. Pemasangan pipa terhenti, reservoir
tidak selesai, mesin water pump atau pompa air yang sudah didatangkan kini
terparkir di Dinas Pekerjaan Umum.
Bupati Tanjab Barat menolak
melanjutkan proyek tersebut karena khawatir terjerat masalah hukum. Dia lalu
meminta BPK melakukan audit ulang proyek yang dananya mengalir ke belasan
perusahaan itu.
Dalam penelusuran Harian Jambi, di
luar proyek awal pada 2007 sebesar Rp 7 miliar, dana proyek tersebut mencapai
Rp 408 miliar dari APBD Tanjab Barat. Rinciannya, 2008 dianggarkan Rp 111 M,
2009 sebesar Rp 160 M dan 2010 sebesar Rp 137 M.
Namun, berdasarkan laporan hasil
audit untuk tujuan tertentu (on call) BPK Perwakilan Jambi yang salinannya
diperoleh Harian Jambi, total APBD yang ditetapkan untuk itu “hanya” sebesar Rp
275,7 miliar. Yang mengalir ke rekanan sebesar Rp 264,62 miliar.
Sebagian anggaran proyek tersebut ditetapkan
dengan pola tahun tunggal, yakni periode 2007-2008. Sedangkan sejak 2009-2010
dianggarkan dengan pola tahun jamak (multi years). Hasil pembangunan proyek
itu, tulis BPK, belum dapat dioperasikan.
Dalam laporan hasil audit tersebut,
BPK menemukan bahwa penyusunan Perda No 4 Tahun 2009 yang mengatur penganggaran
tahun jamak proyek tersebut, ternyata tidak sesuai detail engineering design
(DED) atau desain teknik yang mendetil. Tidak hanya itu, BPK mencatat denda
yang seharusnya dikenakan ke kontraktor sebesar Rp 7,56 miliar dan indikasi
kerugian negara sebesar Rp 1,10 miliar.
Namun, dengan indikasi-indikasi
ini, aparat penegak hukum mengelak memberikan penjelasan terkait penyelidikan
proyek yang pada 2011 disebut-sebut pernah diinvestigasi oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Jamhuri, proyek tersebut
sudah jelas merugikan negara dan masyarakat karena tidak berfungsi padahal
telah menyedot ratusan miliaran uang negara.
Tidak seharusnya, kata dia, aparat penegak hukum menutup-nutupi.
“Itu kan sudah jelas temuan BPK,
jadi penegak hukum, baik Kejati maupun Polda, harus bersikap tegas," katanya
lagi. “Usut tuntas kasus ini, jangan sampai lenyap bagaikan ditelan bumi,"
pungkasnya.(*)
Sejumlah Anggota DPRD “Tiarap” Didesak Usut Proyek Rp 408 M
© Antara Foto
|
Juru Bicara KPK Johan Budi.
|
Aktivis Aliansi LSM (ALAS) Tanjab
Barat, Rahman mendesak Kejati Jambi menindak lanjuti kasus ini. Pasalnya,
setelah dilaporkan dan diselidiki oleh tim KPK, katanya, kasus ini diserahkan
ke Kejati. Tetapi, setelah hampir tiga tahun berjalan, kasus ini tak jelas
ujungnya.
“Kalau Kejati Jambi tidak sanggup
mengungkap kasus ini, kembalikan saja ke KPK. Sebab, KPK siap menunggu,” kata
pria berdarah Bugis ini, kemarin (20/10). Dua pekan lalu, ungkap Rahman, dia
menghubungi penyidik KPK. Menurutnya, KPK melihat ada indikasi kerugian negara
akibat terbengkalainya proyek tersebut.
Dia juga mendesak Kejaksaan Agung
turun tangan untuk memerintahkan Kejati menuntaskan kasus ini. “Ratusan miliar
anggaran daerah tersedot, namun air bersih belum bisa dinikmati masyarakat
Tanjab Barat,” tandasnya.
Dana proyek pipanisasi air bersih
di Tanjung Jabung Barat awalnya pada 2007 dianggarkan melalui APBD sebesar 7
miliar. Selanjutnya, sejak 2008 sampai 2010, proyek ini dibuat dengan anggaran
tahun jamak (multi years) dengan total biaya Rp 408 miliar.
Rinciannya, 2008 dianggarkan Rp 111 M, 2009 sebesar Rp 160 M dan 2010
sebesar Rp 137 M.
Itu dana APBD saja, belum termasuk
dana APBN yang jumlahnya mencapai Rp 154 miliar. Berdasarkan data yang
dihimpun Harian Jambi, item pekerjaannya meliputi pengadaan dan pemasangan
pipa; pembuatan beberapa unitreservoir atau bak penampungan serta
pengadaan dan pemasangan water pump, mesin penggerak, dan penyedot yang
juga berfungsi sebagai penyuplai air.
Rencana pemasangan pipa pada
mega proyek ini dimulai di Desa Teluk Pengkah, Tebing
Tinggi, melewati hutan tanaman industri (HTI) PT Wira Karya
Sakti, Desa Senyerang, Desa Teluk Nilau di Kecamatan Pengabuan hingga ke
Desa Parit Panting, Kecamatan Bram Itam.
Sementara reservoir direncanakan
dibangun di lokasi sumber air baku Desa Teluk Pengkah, Desa Teluk Nilau dan
Desa Parit Panting. Namun reservoir di Desa Teluk Nilau baru
dikerjakan sebatas lantai dan dinding, tanpa tutup, sehingga terkesan seperti
bak sampah besar. Sedangkan reservoir di Parit Panting tampak miring.
Pemasangan pipa dari Teluk Nilau
menuju Parit Panting terputus sepanjang hampir empat kilometer lebih. Sebagian
pipa pun tidak tertanam sempurna ke dalam tanah.
Beberapa batang pipa yang tak
terpasang sempat ditumpuk begitu saja di Terminal Pembengis Kuala Tungkal.
Belakangan, pipa-pipa tersebut dipindah ke workshop Dinas
Pekerjaan Umum Tanjab Barat di Pematang Lumut.
Demikian pula dengan mesin water
pump. Mesin yang semestinya terpasang di beberapa titik lokasi itu kini seperti
barang usang di lapangan parkir Dinas Pekerjaan Umum Tanjab Barat.
Sejak 2007, yang diawali dengan
Rp 7 miliar, proyek ini berlanjut sampai 2010. Cukup banyak perusahaan
terdaftar sebagai rekanan pada proyek ini, salah satunya adalah PT Simbara
Kirana dari Jakarta.
Anggota DPRD “Tiarap”
Sejumlah anggota DPRD yang dulu
mengetahui kasus ini ketika dihubungi kembali malah “tiarap”. Sukisman, mantan
anggota DPRD Tanjab Barat yang kini menjadi anggota DPRD Provinsi Jambi,
menolak berkomentar ketika kemarin (20/10) dihubungi Harian Jambi.
“Hubungi Jafar saja,” ujarnya.
Yang dimaksudnya adalah Ahmad
Jafar, ketua Komisi III DPRD Tanjab Barat. Di masa megaproyek ini dianggarkan
sejak 2008, Sukisman masih anggota DPRD Tanjab Barat. Jafar adalah rekannya.
Namun, saat dihubungi via telepon, Jafar juga mengelak.
Sementara itu, juru bicara KPK
Johan Budi SP mengaku belum mengetahui kasus ini. Bahkan, saat diingatkan bahwa
pada 2011 penyidik KPK pernah menginvestigasi kasus ini, Johan Budi masih
menjawab belum tahu.
“Saya sebagai humas hanya
menyampaikan informasi yang sudah ada. Kalau terkait hal yang dimaksud, hingga
kini saya belum tahu,” ucapnya lagi. Dia juga menyebut belum ada laporan yang
masuk ke KPK terkait terbengkalainya proyek tersebut.
Padahal, berdasarkan informasi dari
berbagai sumber, KPK pada 2011 pernah menurunkan sejumlah penyidik ke Tanjab
Barat. Hanya saja, setelah pengumpulan data yang menghabiskan masa sekitar 10
hari itu, belum jelas ujung kasus ini.
Sumber Harian Jambi yang
ikut mendampingi tim KPK saat investigasi di lapangan mengatakan bahwa tim
terdiri dari empat orang. “Yang saya ingat nama Pak Sagita dan Pak Presmon. Dua
orang lagi, laki-laki dan perempuan, saya lupa namanya,” ujar sumber yang
meminta namanya dirahasiakan ini pada Jumat (18/10).
Salah satu pengawas lapangan Dinas
Pekerjaan Umum Tanjab Barat, Gito, mengaku juga ikut mendampingi tim KPK saat
turun langsung ke lokasi proyek pada 2011. "Saya sempat pingsan kepanasan
karena waktu itu bulan puasa,” kenangnya.
Diakuinya, memang ada pembangunan
pipa terputus sepanjang sekitar 4 kilometer. “Waktu itu masyarakat menolak
tanah serta tanaman mereka dibongkar untuk dilewati pipa,” ujarnya, Jumat
(18/10).
Informasinya, kasus ini juga
dikoordinasikan dengan Kejaksaan Tinggi Jambi, tetapi belum ada perkembangan berarti. Terakhir,
koordinasi dengan Kejati dilakukan pada 27 Januari 2012.(*)
Penulis: Andri Damanik, Herjulian, Fachrul Rozi, Romi Afrizal
Editor: Joni Rizal
Editor: Joni Rizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar