Senin, 23 April 2012

Candi Muarojambi Mulai Menarik Simpatik Pengunjung

 Bhiksu : Para Bhiksu dari Cina saat mengunjungi Candi Muarojambi baru-baru ini. Candi Muarojambi juga disebut sebagai Pusat ajara Budha di Sumatera. Foto batakpos/rosenman manihuruk

 Rental Sepeda : Penyewaan sepeda Ontel di kasawan Candi Muarojambi sebagai penunjang obyek wisata sejarah terpadu tersebut.  Foto batakpos/rosenman manihuruk

Jambi, BATAKPOS

Sejak Komplek Percandian Muarojambi dijadikan sebagai sebagai kawasan wisata sejarah terpadu (KWST) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kompleks Candi Muarojambi, September 2011 lalu, Candi Muarojambi kini mulai banyak dikunjungi wisatawan lokal dan manca negara.

Kemudian Budayawan dan seniman Indonesia meminta Pemerintah agar tidak mengganaikan peninggalan sejarah hanya untuk meraup keuntungan. Salah satu peninggalan sejarah yang terancam tergadaikan kepada pengusaha batu bara adalah Komplek Percandian Muarojambi. Padahal Komplek Candi Muarojambi telah dicanangkan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kawasan Wisata Sejarah Terpadu (KWST) September 2011 lalu.

Jumlah wisatawan pengunjung Candi Muarojambi di Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, kini mencapai 6.000 perbulan. Pemandu kawasan wisata Candi Muarojambi, Muhammad Havis alias Ahok (35) di Jambi, Minggu (22/4) mengatakan, meski masih didominasi wisatawan lokal, jumlah pengunjung di situs percandian terluas di Asia Tenggara itu terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

“Mungkin ini disebabkan maraknya pemberitaan tentang Candi Muarojambi ini sehingga wilayah ini makin dikenal publik dan banyak yang ingin mengunjunginya,”katanya.

Dikatakan, hingga April 2012, jumlah kunjungan wisatawan rata-rata lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya tercatat antara 3-4 ribu perbulan.

Meningkatnya jumlah kunjungan wisata ke Candi Muarojambi sangat berdampak langsung bagi kesejahteraan masyarakat setempat, khususnya bagi warga yang banyak membuka usaha di dalam kawasan candi tersebut.

Salah satunya adalah usaha sewa sepeda ontel. Di dalam kawasan itu terdapat sekurangnya 10 orang warga yang menyewakan jasa sepeda ontel bagi pengunjung yang ingin mengelilingi kawasan situs percandian seluas kurang lebih 17 kilometer persegi itu.

“Tarif sewa sepeda ontel itu Rp10.000 perjam, sedang jumlah sepeda mencapai ratusan unit. Pendapatan rata rata perbulan bidang usaha ini bisa mencapai Rp3 juta,”katanya.

Kemudian banyaknya pengunjung juga dimanfaatkan warga untuk berjualan makanan maupun sewa penginapan. Kondisi itu juga dirasakan para anggota pemandu wisata Candi Muarojambi atau Dwarapala Muda Muarojambi, yang banyak menawarkan jasa pemandu wisata.
Ahok berharap pemerintah Provinsi Jambi maupun Kabupaten Muarojambi lebih memperhatikan upaya pelestarian Candi Muarojambi. Salah satunya adalah dengan menerbitkan peraturan khusus terkait penetapan kawasan Candi Muarojambi.

“Kondisi Candi Muarojambi saat ini terus menuai polemik karena banyaknya perusahaan yang diklaim berdiri di kawasan situs. Sayangnya, pemerintah sepertinya enggan melakukan penertiban. Hal ini karena memang belum ada penetapan khusus dari pemerintah status kawasan Candi Muarojambi ini,”katanya.

Perjuangan untuk melestarikan kawasan Candi Muarajambi, datang dari berbagai pihak, baik kalangan budayawan, seniman dan tokoh masyarakat baik dari Jambi maupun dari pelosok nusantara, dengan menamakan Petisi Muarajambi.

Lebih dari 4.000 orang yang peduli akan candi ini telah membubuhkan tandatangan, dan petisi itu sudah diserahkan kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan langsung ke Presiden RI Bambang Susilo Yudhoyono, baru-baru ini.

Di kawasan hutan belukar sekitar 40 kilometer dari Kota Jambi terdapat sederet situs kepurbakalaan dengan areal sangat luas, yakni mencapai 12 kilometer persegi atau terluas diseluruh situs purbakala yang ada di negeri ini.

Berbagai Candi Di areal inilah dijumpai sedikitnya 82 candi berbagai ukuran. Semua candi kini terawat dengan rapi dibawa pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang beralamat di Kota Jambi.

Situs ini membentang dari barat ke timur 7,5 kilometer dari tepian Sungai batanghari, hanya dapat ditempu dalam waktu 30 menit dari Kota Jambi.

Dulunya tempat ini belum banyak dikenal orang kecuali penduduk setempat. Baru tahun 1820 secara terbatas situs ini mulai terungkap setelah kedatangan S.C Crooke, seorang perwira Inggris, ketika dalam tugasnya mengunjungi daerah pedalaman Batanghari.

Kemudian dilanjutkan seorang sarjana Belanda, bernama F.M Schnitger dalam ekspedisi kepurbakalaan di Wilayah Sumatera tahun 1935 -1936. Sejak itu pula situs ini mulai terkenal.

Berawal dari itulah, maka sejak tahun 1976 hingga kini situs ini mulai secara serius dilakukan penelitian dan preservasi arkeologi.

Di dalam situs tidak hanya terdapat beberapa buah Candi, tetapi juga mennyimpan berbagai artefak kuno,seperti arca, keramik, manik-manik, mata uang kuno serta berbagai jenis peninggalan lainnya.

Terdapat delapan kompleks percandian , kolam kuno bagi penduduk setempat disebut kolam tanggorajo serta diperkirakan lebih dari 60 buah menapo atau gundukan tanah reruntuhan sisa bangunan kuno.

Dijumpai juga sedikitnya enam kanal atau parit-parit kuno buatan manusia masa lalu, diberinama Parit Sekapung, Johor dan Melayu.

Dalam kawasan candi ini diduga masih banyak candi atau benda lainnya yang belum terkelola, akibat keterbatasan tenaga dan kondisi geografis kawasan itu sebagian hutan belukar, sehingga sulit untuk dikerjakan.

Stokfile Batubara di Lokasi Candi

Namun keresahan dirasakan 47 pecinta budaya di Indonesia dengan keberadaan industri yang mengancam keberlangsungan situs kuno, peninggalan sejarah, Candi Muarojambi. Ini tergambar dalam surat permintaan yang ditandatangani 47 pecinta budaya atau petisi kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) dan Bupati Muarojambi Burhanuddin Mahir.

Ke 47 budayawan itu yang menandatangani surat diantaranya, Prof. Dr. Mundardjito (arkeolog), Goenawan Mohamad (budayawan), Edy Putra Irawady (Badan Musyawarah Keluarga Jambi), Trie Utami (artis), Ayu Utami (novelis), Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Nirwan Dewanto (budayawan).

Kemudian Bambang Budi Utomo (arkeolog), Lin Che Wei (analis), Aswan Zahari (Ketua umum Dewan Kesenian Jambi), Naswan Iskandar (Ketua harian Dewan Kesenian Jambi), MH Abid (Direktur Swarnadvipa Institute, Jambi), Ratna Dewi (SELOKO, jurnal budaya Jambi), H Sulaiman Hasan (lembaga adat Melayu Jambi), Dr. Maizar Karim (Pusat Studi Adat dan Melayu Jambi) dan sejumlah pecinta budaya lainnya.

Direktur Swarna Dwipa (Komunitas Budaya di Jambi), M Husnul Abid mengatakan, sejumlah pecinta budaya ini menyatakan sikap dan meminta kawasan percandian Muarojambi dikukuhkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional yang dilindungi Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010.

Kemudian, menetapkan kawasan budaya ini sama sebagai Kawasan Stratejik Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Selanjutnya, menerbitkan payung hukum bagi pelestarian kawasan percandian Muarojambi sebagai kawasan wisata sejarah terpadu, seperti yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke Candi Muarojambi, 22 September 2011 lalu. RUK



Tidak ada komentar: