Senin, 30 November 2009

7 LSM Tolak Produk Kertas Sinar Mas Group

Jambi, Batak Pos

Tujuh LSM di Indonesia menolak keras produk hutan tanaman industri kelompok Asia Pulp & Paper/ Sinar Mas Group karena tidak standar menurut Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Produk APP Sinar Mas Group tidaklah lestari.

Ke tujuh LSM yang menolak itu yakni KKI Warsi, Frankfurt Zoological Society Indonesia Program, Program Konservasi Harimau Sumatera (PKHS), Jikalahari, Walhi Riau, Walhi Jambi and WWF Program Riau.

Tujuh LSM itu merekomendasikan pembeli internasional untuk menghindari resiko diakibatkan pembelian produk APP/SMG, bahkan produk yang disertifikasi LEI. Mereka juga mendesak LEI untuk lebih memperkuat standar sertifikasi hutan tanaman serta persyaratan auditor guna menjamin sertifikasi kurang bagus ini tidak lagi terjadi.

Demikian dikatakan, Dicky Kurniawan dari KKI Warsi dalam siaran pers yang diterima BATAKPOS, Selasa (24/11). Disebutkan, lima pabrik pengolahan pulp dan kertas APP menerima sertifikat lacak balak atau Chain of Custody (CoC) di bawah program sertifikasi hutan tanaman LEI.

Sementara, salah satu pemasok kayu bahan baku pulp APP, PT. Wirakarya Sakti, juga memperoleh sertifikasi memenuhi standar sistem manajemen hutan tanaman lestari LEI.

Disebutkan, APP dan LEI baru-baru ini bersama mengumumkan akan mulai menjual produk kertas bersertifikat LEI-APP pada akhir tahun 2009. Namun produk kertas tersebut tidaklah menunjukkan bahwa APP telah meningkatkan praktek bisnisnya.

Namun APP/SMG memiliki sejarah panjang di Indonesia dengan tanpa pilih menebangi hutan bernilai konservasi tinggi; yang dikaitkan juga dengan pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat tempatan, serta terus menebangi dan mengeringkan hutan gambut kaya karbon, menyebabkan emisi gas kaca secara global.

Konsesi-konsesi PT WKS bersama-sama kehilangan hutan lebih dari 48.000 hektar (59 persen) dari hutan alam yang masih tersisai antara 2007-2008, sementara audit terus dijalankan.

Sekitar 31 persen dari semua kawasan konsesi PT WKS ada pada gambut yang dalam, dimana lebih dari 60 persen diantaranya masih ditutupi oleh hutan alam pada tahun 2000.

Analisa citra Landsat secara historis menunjukkan bahwa hampir dari separuh hutan gambut telah berganti dengan perkebunan akasia. Bahkan selama periode audit 2007-2008, perusahaan menebangi hampir 70 persen (20.353 ha) dari hutan gambut alam yang masih tersisa di konsesi-konsesi ini.

“Artinya, ini meninggalkan hanya sedikit kepingan dan garis hutan alam di antara akasia. Kita LSM juga mengkritisi skema LEI kurang memiliki jaminan kuat untuk memastikan perusahaan-perusahaan kehutanan atau grup yang secara kesatuan tidak mengabaikan semangat sertifikasi LEI,”kata Dicky.

Disebutkan, LEI seharusnya tidak mensertifikasi pemasok kayu APP/SMG karena mereka terus menebangi dan merusak hutan alam serta lahan gambut di Indonesia yang menyebabkan masalah sosial oleh operasi di luar kawasan bersertifikasi.

“Konsesi-konsesi APP bersama-sama menghilangkan lebih dari 450.000 hektar hutan alam sejak 2000. Lebih dari separuh berada di lahan gambut. Pada 2007, Forest Stewardship Council (FSC), mengumumkan kepada publik pemutusan dengan APP secara global,”ujar Susanto Kurniawan dari Jikalahari. ruk

Tidak ada komentar: