Kabut Asap di Kota Jambi 27 Oktober 2015. Gambar diabadikan dari Hotel Novita Jambi Lantai 6. Selama 70 Hari Sejak 20 Agustus 2015, Jutaan Masyarakat Jambi Terpapar Asap. FT Asenk Lee Saragih. |
Jambi- Aparat penegak
hukum perlu bertindak tegas terhadap perusahaan atau korporasi yang
terlibat kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Jambi. Sanksi
hukum yang dijatuhkan kepada perusahaan pembakar hutan harus maksimal.
Kemudian jajaran direksi perusahaan pembakar hutan dan lahan juga perlu
diproses secara hukum hingga ke pengadilan. Dengan demikian para
pengusaha tidak lagi melakukan pembakaran hutan dan lahan dalam kegiatan
pembukaan maupun pembersihan perkebunan dan kehutanan.
"Penerapan hukuman untuk pelaku pembakaran hutan dan lahan harus
dilakukan dengan maksimal dan menyentuh jajaran direksi perusahaan yang
terlibat kebakaran hutan dan lahan. Baik kebakaran hutan dan lahan yang
mereka lakukan secara sengaja maupun akibat kelalaian. Penegajan hukum
yang tepat, tegas, dan maksimal tersebut penting untuk memberi efek jera
kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan," kata Manajer Komunikasi
Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi)
Jambi, Rudi Syaf kepada SP di Jambi, Kamis (5/10).
Menurut Rudy Syaf, penegakan hukum terhadap para pelaku pembakaran
hutan dan lahan tidak bisa dilakukan hanya sebagai upaya menakut-nakuti
atau gertak sambal. Bila para pelaku pembakaran hutan dan lahan tidak
dijatuhi hukuman maksimal dan para pimpinan perusahaan pembakar hutan
dan lahan tidak diseret ke pengadilan, maka perusahaan tersebut akan
melakukan pembakaran hutan dan lahan kembali di masa mendatang.
"Hal tersebut sudah terbukti selama ini. Beberapa perusahaan yang
terlibat kasus pembakara hutan di Jambi tahun ini juga melakukan
pembakaran hutan dan lahan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi demikian
terjadi karena penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan kurang
maksimal. Ketika terjadi bencana asap, kasus kebakaran hutan seolah-olah
ditangani serius. Setelah bencana asap berakhir, kasus kebakaran hutan
dan lahan hilang begitu saja, tak ada pengusaha yang ditahan," katanya.
Rudy Syaf mengatakan, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pelaku
pembakaran lahan diancam hukuman minimal tiga tahun penjara, maksimal 10
tahun penjara dan denda minimal Rp 3 miliar, maksimal Rp 10 miliar.
Penegak hukum semestinya menjatuhkan sanksi maksimalnya, supaya memberi
efek mendalam terhadap pemilik perusahaan.
Tidak hanya itu, lanjut Rudy, sanksi administratif juga harus segera
diberlakukan oleh kementerian terkait terhadap perusahaan pembakar hutan
dan lahan. Dengan demikian, penegakan hukum kasus kebakaran hutan dan
lahan tidak terkesan hanya gertak sambal atau menakut-nakuti.
"Tindakan tegas terhadap pembakar hutan dan lahan harus dilakukan
agar kasus kebakaran hutan dan lahan di Jambi tidak menguap seiring
dengan hilangnya asap dari Sumatera dan Kalimantan," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas)
Polda Jambi, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Kuswahyudi Tresnadi
menjelaskan, penyidik Polda Jambi sudah menetapkan empat orang manajer
perusahaan atau korporasi terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di
Jambi. Namun, para tersangka belum ditahan karena pemberkasan kasusnya
belum lengkap. Penyidik masih meminta keterangan saksi ahli. Setelah
keterangan saksi ahli dan bukti lengkap, maka berita acara pemeriksaan
(BAP) akan dilimpahkan kepada pihak kejaksaan dan tersangka langsung
ditahan.
Dijelaskan, empat unsur pimpinan perusahaan yang telah ditetapkan
Polda Jambi sebagai tersangka pelaku pembakaran hutan, yakni, manajer
operasional PT ATGA berinisial Pl, manajer operasional PT DHL, Tr,
manajer operasional PT TAL, Sp dan manajer operasional PT RKK, Mn.
Keempat unsur pimpinan perusahaan perkebunan dan kehutanan tersebut
sudah diperiksa namun belum ditahan.
"Keempat manajer perusahaan ditetapkan jadi tersangka karena mereka
dinilai menjadi orang yang paling bertanggung jawab terkait kasus
kebakaran di lahan perusahaan mereka. Kebakaran lahan di areal PT RKK
mencapai 600 hektare (ha), areal PT ATGA (1.000 ha) dan areal PT TAL
sekitar 200 ha," paparnya.
Menurut Kuswahyudi, perusahaan perkebunan dan kehutanan yang saat ini
masih diperiksa terkait kebakaran hutan dan lahan antara lain, PT
Kasuari, PT Tebo Mandiri Argo (TMA), PT BKS, PT Lestari Alam, PT Mukti,
PT Manggis, PT Persada Alam Hijau (PAH), PT Wirakarya Sakti (WKS) dan PT
BMA.(Radesman Saragih/PCN-Suara Pembaruan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar