Halaman

Rabu, 04 Februari 2015

Sungai Batanghari Tercemar Limbah Dua PKS

 
JAMBI-Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi menyebutkan bahwa air Sungai Batanghari tercemar limbah dua perusahaan kelapa sawit, yakni PT Kurnia Tunggal Nugraha (KTN) dan PT Era Sakti Wira Forestama (ESWF) di Kabupaten Muarojambi.

Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jambi, Ardi, Selasa (3/2) kepada wartawan mengatakan, air sungai itu tercemar akibat pembuangan limbah perusahaan langsung ke aliran sungai.  Hal itu diketahui setelah BLHD Provinsi Jambi melakukan uji sampel air Sungai Batanghari.

Dijelaskan, tingkat kekeruhan air dan juga Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air dan Biological Oxygen Demand (BOD), atau kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme, tidak normal.


“Berdasarkan sampel, di perusahaan KTN itu yang tinggi adalah tingkat kekeruhannya. Ini diduga karena yang mereka keluarkan di outlet itu di parit, artinya sudah bercampur dengan parameter-parameter lain, cuma kekeruhannya saja yang tinggi," kata Ardi di Kota Jambi.

Sementara di PT ESWF, diduga air mengandung bahan kimia krena hasil pengolahan limbah yang tidak sempurna. Diduga pengolahan dalam Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) nya yang belum maksimal dan tidak baik.

Ardi menjelaskan, PT KTN tidak mempunyai IPAL sedangkan PT ESWF meski memiliki pengelolaan limbah dengan 11 kompartemen namun pengolahan limbahnya tidak bagus sehingga hasilnya juga masih tercemar.

“Yang satu punya izin, punya IPAL untuk limbah cair, ada 11 kompartemen. Sementara KTN sepanjang yang kami ketahui mereka belum punya izin pembuangan limbah cair," jelasnya.

Khusus untuk PT KTN mereka beralasan sedang dalam tahap pembuatan IPAL, yang menurut mereka pembangunannya selesai pada akhir tahun 2015.
Ardi mengatakan perusahaan itu harus segera membuat IPAL kalau masih tetap mau beroperasi.

Untuk sanksi bagi kedua perusahaan sawit tersebut, Ardi mengatakan hal itu merupakan kewenangan Kabupaten Muarojambi, sebab perizinan perusahaan tersebut ada di daerah tersebut.

BLHD Provinsi Jambi, katanya, telah memberi rekomendasi agar perusahaan itu diberikan sanksi administrasi berupa surat teguran. BLHD Kabupaten juga disebut lalai dalam pengawasan sehingga pencemaran ini terus berlangsung.

Namun, kata Ardi, permasalahan ini lebih cenderung disebabkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap aturan yang ada.

“KTN karena perizinan di Kabupaten maka pengawasannya di daerah itu. Saya tidak katakan mereka lalai dalam melakukan pengawasan, tetapi mungkin disebabkan ketidakpatuhan pengusaha terhadap pengelolaan lingkungan. Kalau soal sanksi tidak tahu apa yang sudah diberikan oleh kawan-kawan di Kabupaten. Tetapi kami memberikan rekomendasikan ke kawan-kawan Kabupaten untuk memberikan sanksi," ujarnya.

Dua perusahaan itu kedapatan mengalirkan limbah hasil pengolahan kelapa sawit langsung ke sungai tanpa pengolahan. Meski telah terbukti, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) dan Komisi III DPRD Provinsi Jambi yang mengangkat permasalahan tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menindak perusahaan itu.

DPRD Provinsi Jambi malah melemparkannya ke Kabupaten Muarojambi, karena menurut Ketua Komisi III DPR Provinsi Jambi, Hilallatil Badri, pihaknya hanya sebatas monitor dan melakukan pengawasan.

Melalui hearing yang dilakukan antara Komisi III, BLHD Provinsi Jambi dan juga kedua perusahaan tersebut, Senin, Hilal mengatakan kewenangan menindak perusahaan tersebut ada di Kabupaten Muarojambi, karena mereka yang mengeluarkan izinnya.

Sayangnya, hearing yang dilangsungkan di ruang Banggar DPRD Provinsi Jambi tersebut dilakukan secara tertutup, padahal sebelumnya hearing yang dilakukan oleh dewan selalu terbuka. Usai hearing pun Komisi III juga terlihat melunak dan menyebut kewenangan berada di Kabupaten.

“Hasil pertemuan mengacu pada kewenangan. Itu sebenarnya kewenangan Kabupaten karena mengacu juga UU No 23 tahun 2014, tugas kita sekarang mendorong pemerintah kabupaten menindaklanjuti sesuai ketentuan-ketentuan yang berlaku," katanya.

Dari hasil pertemuan, Ketua Komisi III menyebut Pemerintah Kabupaten Muarojambi lalai, sekian lama perusahaan tersebut beroperasi tanpa mengantongi izin pengolahan limbah namun tetap dibiarkan.

“Saya anggap Kabupaten lalai, kenapa sudah begitu lama beroperasi kok izinnya diperpanjang. Kami tidak mau menduga-duga, kita lihat positif-positif aja," katanya.

Selain itu, Hilal juga mengatakan bahwa laporan sementara dari BLHD Provinsi Jambi, pengawasan dari Kabupaten juga longgar karena belum banyak yang mengetahui masalah-masalah lingkungan.
“Kami akan rekomendasikan hasil pertemuan ini ke Kabupaten untuk meninjau ulang perizinannya, kewenangan terakhirnya di pemerintah Kabupaten. Kami rekomendasikan untuk ditinjau ulang perizinan perusahaan. Kita beri penegasan, kalau mereka tidak lakukan hasil rekomendasi kami, maka akan ditindaklanjuti," katanya.

Dia menambahkan, Komisi III DPRD Provinsi Jambi rencananya juga berkonsultasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup terkait temuan di lapangan pada tanggal 10 bulan ini.(lee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar