Jakarta-Kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
saat ini perlu dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan TIK ini diharapkan
dapat meningkatkan kualitas layanan di berbagai bidang kehidupan, salah satunya
bidang pendidikan. Saat ini generasi muda dinilai telah cukup akrab dengan
teknologi dan perangkat gawai (gadget) lainnya. Dunia pendidikan harus mampu
memanfaatkan potensi tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies
Baswedan mengatakan, salah satu alat ajar paling penting adalah buku pelajaran
dan buku-buku teks lainnya. Dengan memanfaatkan TIK, ke depan seluruh siswa dan
guru di Indonesia akan menggunakan buku elektronik dengan media tablet yang
disebut “e-sabak” sebagai sarana pembelajaran interaktif.
“(Guru dan siswa) menggunakan tablet sebagai alat untuk
belajar mengajar. Buku tulis untuk menulis tetap menggunakan kertas, tetapi
buku teks-nya menggunakan elektronik sehingga kita bisa menekan satu biaya
menjadi jauh lebih murah,” jelas Mendikbud dalam jumpa pers di Jakarta
baru-baru ini seperti dikutip dari http://kemdikbud.go.id,
Kamis (8/1).
Dengan e-sabak, kualitas buku yang dikirimkan kepada siswa
tidak terpengaruh oleh faktor yang selama ini kerap menjadi masalah, seperti
kualitas kertas, proses distribusi, dan kerumitan lainnya seputar logistik.
“Nah, di sini kita berbicara dengan Kementerian Komunikasi
dan Informasi bersama PT Telkom untuk memulai fase electronic book bagi
anak-anak kita. Ke depan kita memiliki e-sabak untuk proses belajar mengajar,”
ujarnya.
Mendikbud menyebut, melalui pendekatan ini ketimpangan akses
pendidikan yang berkualitas diharapkan dapat berkurang, karena siswa yang berada
di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) bisa mendapatkan kualitas
pengetahuan dan informasi yang sama dengan mereka yang berada di perkotaan.
“Itu adalah harapan kita. Kerja sama dengan Telkom adalah untuk menindaklanjuti
gagasan ini,” tuturnya.
Mendikbud mengakui bahwa program menjadikan buku pelajaran
menjadi electronic book bukan sesuatu yang baru. Sebelumnya masyarakat mengenal
Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang dapat diakses dan dicetak oleh siapa saja.
Namun, yang berbeda dengan e-sabak ini adalah sejak awal
materi dirancang untuk tablet dan jauh lebih interaktif dari sekadar buku yang
sifatnya elektronik. Bahkan dalam diskusi pembahasan program ini, ada potensi
untuk memberikan bahan-bahan kuis bagi guru melalui e-sabak.
“Intinya adalah kalau dulu medianya bebas ditentukan oleh
mereka yang ada di hilir, kalau sekarang medianya sudah ada, yaitu tablet.
Dengan cara begitu, materinya bisa menjadi lebih kaya,” jelas Mendikbud.
e-Sabak Akan Dimulai di Daerah 3T
Mendikbud Anies Baswedan menuturkan, pihaknya akan
memprioritaskan program e-sabak di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal
(3T) terlebih dahulu. Ini sesuai dengan arahan Presiden RI yang disampaikan
dalam rapat kabinet yang digelar di Jakarta, Rabu (7/1).
Khusus untuk program ini, prioritas pertama adalah wilayah
perbatasan dan daerah dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang masih
rendah. Mendikbud mengatakan, prioritas tersebut diberikan kepada beberapa
wilayah di Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara.
“Namun, prioritas utama adalah di daerah perbatasan. Kalau
di Nusa Tenggara Timur dan Papua, kecenderungannya kita lebih dominan daripada
tetangga kita, tetapi kalau di Kalimantan kita harus dorong supaya kita tidak
inferior di wilayah sendiri,” ungkapnya.
Alasan lain memprioritaskan daerah 3T adalah karena wilayah
tersebut selama ini sulit terjangkau oleh pengiriman logistik buku-buku
pelajaran.
Sebelum memulai pembelajaran melalui e-sabak, pengguna juga
akan diberikan pelatihan. Namun, Mendikbud mengingatkan agar tidak meremehkan
kemampuan anak-anak di wilayah tersebut.
“Kalau teman-teman pernah lihat rekamannya, ada sebuah
perkampungan yang tidak pernah melihat tablet sama sekali, kemudian diberikan
tablet dan dalam waktu beberapa hari, anak-anak itu sudah canggih sekali
mengoperasikan alat tersebut. Bahkan dikunci pun mereka sudah tahu bagaimana
membuka kuncinya. Jadi, menurut saya, jangan under estimate kemampuan
anak-anak kita,” katanya.
Mendikbud menjelaskan, pihaknya telah menganggarkan program
ini dan akan dimulai sesegera mungkin. Namun, arahan Presiden yang meminta
memprioritaskan daerah 3T terlebih dahulu, Mendikbud mengaku harus menyesuaikan
anggaran tersebut dengan kebutuhan, sehingga belum dapat menyebut angkanya.
“Dalam minggu-minggu ke depan, kita harapkan sudah ada outline proses
implementasinya seperti apa. Yang pasti orientasinya bukan daerah perkotaan
dulu, tetapi wilayah 3T,” lanjutnya.
Menjawab pertanyaan wartawan, Mendikbud menuturkan, nantinya
program ini akan dilayani secara “manage service”. Artinya, penerima tablet
juga mendapat layanan jaringan berupa akses internet dan aplikasi berupa buku
elektronik.
Dan jika terjadi masalah, maka bukan sekolah yang
memperbaiki, tetapi penyedia layanan yang harus memastikan pengguna mendapatkan
layanan sebaik mungkin. “Layaknya mesin foto kopi yang disewa kantor, jika
terjadi masalah, maka bukan kantor yang memperbaiki, tetapi penyedia jasa foto
kopi itu,” contoh Mendikbud.
Mendikbud berharap, melalui e-sabak ini ketimpangan akses
pendidikan berkualitas dapat dikurangi. Itu karena mereka yang berada di daerah
3T bisa mendapat kualitas pengetahuan dan informasi yang sama dengan siswa yang
berada di kota-kota besar.
Penggunaan tablet untuk pembelajaran ini juga sudah
dilakukan oleh sekitar 1.200 siswa SMA Terbuka yang dimulai tahun lalu.
Mendikbud mengatakan, ini menjadi salah satu bahan yang dapat digunakan untuk
melihat bagaimana implementasi penggunaan tablet dalam pembelajaran di
lapangan. (*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar