City gas adalah program mengalirkan gas ke rumah-rumah warga, dengan menggunkaan instalasi layaknya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Proyek yang bernilai Rp 50 Miliar untuk Kota Jambi ini, telah berjalan sejak tahun 2012 lalu. Namun realisasi dari program tersebut belum dirasakan masyarakat Jambi hingga saat ini.
Gamal Husein, Kabid Migas ESDM Provinsi Jambi (foto by R Gilang Ezri) |
R GILANG EZRI, Jambi
Konvensi
minyak tanah ke gas elpiji telah digagas pemerintah. Namun saat ini, terjadi
kelangkaan gas elpiji diakibatkan naiknya harga elpiji 12 kilogram. Kelangkaan
terjadi di pasaran elpiji tiga kilogram, akibat kenaikan elpiji 12 kilogram
ini.
Hal
ini cukup membingungkan. Masyarakat heran, atas apa sebenarnya yang diinginkan
pemerintah dengan mengkonvensi minyak tanah ke gas, yang kemudian menaikkan
harga gas elpiji 12 kilogram, yang berakibat kelangkaan gas tiga kilogram.
“Sebenarnya
heran juga. Dulu kita disuruh ganti ke gas. Tapi gas malah dinaikkan,” ujar Eni
Putriza, salah satu pengguna gas elpiji di Thehok Kota Jambi.
Di
Jambi sendiri, terjadi kelangkaan gas elpiji ukuran tiga kilogram ini. Ketika
kelangkaan ini terjadi, masyarakat mulai teringat dengan proyek-proyek penanaman pipa besar. Pipa besar yang ditanam
ke dalam tanah itu, merupakan pipa yang akan dialirkan gas bumi untuk ke
rumah-rumah.
Pipa
yang ditanam sejak tahun 2012 ini ternyata membawa dampak bagi masyarakat.
Dampak berupa galian di jalanan pada saat itu cukup membuat masyarakat kerap
mengeluh karena macet. “Pemasangan pipa-pipa itu memang sering buat macet,”
ujarnya.
Proyek
ini bernama City Gas, yakni dengan
membuat instalasi aliran gas ke rumah-rumah warga layaknya instalasi Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Sehingga, masyarakat tidak perlu lagi membeli gas
elpiji kemasan tabung lagi. Ini merupakan proyek nasional yang digagas oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat dengan elpiji tabung.
Selain
itu, ini merupakan wujud serius pemerintah dalam mewujudkan gagasan tentang
konvensi minyak tanah ke gas elpiji. Proyek nasional ini melibatkan Provinsi
Jambi. Yang dalam hal ini, Kota Jambi yang mendapatkan jatah proyek nasional
ini.
Tidak
semua warga mendapatkan sentuhan progam ini. Hanya mereka yang berada di dua
kelurahan saja yang mendapatkan sentuhan proyek ini, yaitu kelurahan Thehok dan
kelurahan Handil Jaya.
Wujud
serius, namun terkesan tidak serius, itulah yang dilihat dan dirasakan
masyarakat saat ini. Seolah tidak ada tindak lanjut dari pemasangan pipa-pipa
besar dan instalasi yang telah dilakukan di rumah-rumah.
Proyek Gagal
Dimulai
sejak tahun 2012 dan instalasi yang dilakukan ke rumah-rumah selesai pada tahun
2013, ternyata belum juga dapat dinikmati. Pipa-pipa dan meteran layaknya
meteran PDAM itu pun belum berfungsi sampai sekarang. Gardu-gardu yang
terpasang di titik-titik tertentu juga belum berfungsi.
Hal
ini menimbulkan pertanyaan di masyarakat, apakah program ini akan terus atau
hanya sebatas pemasangan instalasi ini saja. Isu tentang proyek gagal, proyek
main-main bahkan sampai isu kontraktor lari pun terdengar di masyarakat.
“Belum
lagi rumah kami yang dipasang instalasi ini sudah sedikit rusak, karena pipa
besi yang di tanam di dalam tembok-tembok rumah. Yang sedikitnya telah merusak
keindahan rumah sendiri,” ujar Edi, salah satu warga yang kawasan rumahnya
dipasang pipa gas tersebut.
Kenaikan
gas elpiji 12 kilogram dan kelangkaan gas elpiji tiga kilogram, ternyata
membangkitkan ingatan masyarakat di dua kelurahan ini akan pipa-pipa yang
dipasang di rumah mereka. Mereka kembali bertanya kapan gas-gas ini akan mulai
dialirkan kerumah-rumah penduduk ini.
Menurut
seorang warga bernama Edi, dirinya telah mengisi formulir untuk pemasangan dan
persetujuan itu sejak tahun 2012. Namun hingga saat ini, iapun belum merasakan
wujud dari program tersebut.
“Kebetulan
waktu itu kabarnya rumah kami kebagian jatah untuk program city gas. Namun belum juga dapat kami nikmati sampai 2014 ini,”
ujarnya.
Menurutnya,
instalasi yang dilakukan oleh pihak kontraktor tersebut sebenarnya telah
selesai di akhir tahun 2012. Namun city gas belum juga terealisasi.
“Meterannya
sudah dipasang dari awal 2013 kalau tidak salah, tapi sampai sekarang belum
juga ada realisasinya,” ujarnya. Bahkan
saya pernah uji coba untuk melihat kondisi pipa yang terpasang apakah bocor
atau tidak. Tapi sampai sekarang belum ada pihak mereka datang lagi untuk
ngecek ataupun untuk sosialisasi sebagainya,” ujarnya.
Menanggapi
hal tersebut, Bambang Bayu Suseno, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Jambi
mengatakan, bahwa proyek tersebut merupakan proyek pemerintah yang menggunakan
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, permasalahan
yang terjadi di masyarakat saat ini terletak pada kurangnya publikasi. Jika
terdapat kendala dama ralisasinya ia mengatakan, harus ada publikasi dari dinas
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Agar, masyarakat memahami kondisi yang
terjadi.
“Ini
merupakan proyek pemerintah pusat, menggunakan APBN. Ini adalah pilot project, selayaknya program ini selesai
dan dapat dimanfaatkan. Memang seharusnya, Desember ini selesai. Tapi sampai
sekarang belum launching. Kita
berharap pihak terkait dapat ke lapangan, yaitu pihak ESDM, untuk melihat
kondisi di lapangan. Jika terjadi kendala-kendala, hendaknya disampaikan ke
publik, agar publik memahami kendala-kendala tersebut,” ujarnya.
Pilot Project
Ditanya
tentang ada atau tidak pembahasan atau pleno di DPRD Provinsi Jambi, Bambang
mengatakan tidak ada pembahasan tentang hal itu. Menurutnya, hal tersebut
adalah program pusat.
“Tapi
saat rapat dengan mitra kita yang dalam hal ini ESDM tentang pipanisasi gas ke
rumah-rumah ini, kami minta mereka untuk menindak lanjuti dan memantau tentang
program ini. Untuk launching itu
semua hal sudah harus siap. Baik sosialisasinya, pemeliharaannya dan
sistem-sistemnya juga sudah harus siap dan dipahami betul oleh masyarakat
terkait gas ini,” ujarnya.
Terkait
sosialisasi, Bambang mengatakan belum ada. “Berdasarkan laporan dan pengaduan
oleh masyarakat tentang program ini, kami minta kepada pihak ESDM untuk
memantau dan bersosialisasi secara serius,” ujarnya.
Bambang
mengatakan, sebenarnya pipanisasi gas atau City Gas ini merupakan solusi bagus
untuk masyarakat terkait kenaikan gas elpiji 12 kilogram. Menurutnya, hal ini
akan sangat meringankan masyarakat.
“Sebenarnya
program ini solusi bagus untuk masyarakat untuk meringankan masyarakat juga,
apalagi sekarang gas harganya naik. Harapan kita secepatnya ini launching agar
masyarakat dapat menikmati program ini,” ujarnya.
Melihat
kondisi ini, Harian Jambi
mengkonfirmasi pihak terkait yang dalam hal ini adalah Dinas Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jambi. Dalam hal ini, Gamal Husein, Kabid Migas
mengatakan, bahwa program city gas
tersebut akan lounching dalam waktu
dekat.
“Memang
kemarin sempat direncanakan tentang launching
city gas bulan Desember lalu. Namun karena
ada beberapa kendala jadi belum bisa dilaksanakan,” ujarnya.
Gamal
mengatakan, kendala-kendala yang terjadi merupakan kendala teknis. Baik dari
pihak pengelola gas, pemilik pipa primer dan tersier maupun dari masyarakat
sendiri.
“Karena
yang kita alirkan ini gas, maka kita harus benar-benar teliti dalam mengerjakan
ini. Bisa-bisa bocor dan membahayakan masyarakat. Selain itu, juga belum ada pembicaraan tentang siapa yang
menjadi operator dan siapa yang bertanggung jawab tentang pipa primer dan
tersier,” ujarnya.
Kendala
dari masyarakat juga mempengaruhi belum bisanya dioperasikan city gas ini. Menurutnya, beberapa
masyarakat yang telah dihimbau untuk tidak merubah posisi pipa. Namun
kenyataannya, masih ada beberapa masyarakat yang merubahnya.
“Kita
sudah memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan perombakan
posisi pipa. Namun ada sebagian rumah yang ingin diubah posisinya dari semula. Sehingga
ini mempengaruhi banyak instalasi yang berada disekitarnya dan juga instalasi
lainnya. Yang ada saat ini sekitar 4000 instalasi,” ujarnya.(*/poy)
Antisipasi Kebutuhan Gas Nasional
Untuk
dapat diketahui, bahwa program city gas
tersebut, merupakan program yang menelan anggaran sebesar Rp 200 miliar untuk
seluruh Indonesia. Sedangkan untuk Jambi, program tersebut merupakan proyek
yang bernilai Rp 50 miliar. Program ini diluncurkan, sebagai upaya untuk
meminimalisir kebutuhan gas nasional.
“Rp
50 miliar itu untuk dua kelurahan di Kota Jambi. Yakni Thehok dan Handil Jaya.
Total program ini seluruhnya sekitar Rp 200 miliar, untuk beberapa kota di
Indonesia,” ujarnya.
Gamal
memaparkan, program ini merupakan salah satu wujud serius dalam program
konvensi minyak tanah ke gas elpiji. Selain itu, program ini untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat terhadap elpiji tabung.
“Dengan
program ini, dapat menghemat penggunaan gas elpiji. Karena penggunaannya
dibatasi. Secara nominal, batasnya nanti sekitar Rp 48 ribu atau senilai tiga tabung
gas elpiji tiga kilogram. Itu yang disubsidi pemerintah, lewat dari patokan itu
maka akan ada penambahan biaya dan harga sudah tidak subsidi lagi. Makanya, gas
ini dikatakan dapat menghemat kebutuhan gas nasional juga,” ujarnya.
Gamal
mengatakan, sangat beruntung warga yang mendapatkan program ini, karena hanya
terbatas oleh dua kelurahan dengan 4000 unit pemasangan.
“Sangat
beruntung sebenarnya masyarakat yang terjamah program ini. Karena nilai
instalasi sebenarnya adalah sekitar Rp 10 juta, untuk satu unit instalasinya,”
ujarnya.
Soal
keamanan, Gamal mengatakan gas ini sangat aman karena tekanannya sangat rendah.
“Tekanannya sekitar
35 -50 milibar. Sehingga cepat menguap dari gas lainnya.
Bahkan, tekanan gas pada korek api gas lebih tinggi dari pada gas pada proyek city gas ini. Jadi seperti air mengalir
saja. Namun tetap harus diantisipasi keamanannya,” ujarnya.
Terkait
tentang kondisi pasokan gas elpiji tiga kilogram dan 12 kilogram, Gamal
mengatakan tidak akan ada pengurangan pasokan gas elpiji.
“Kita
tidak akan mengurangi pasokan dan kuota gas elpiji, tetap 86 ribu per bulannya
untuk Kota Jambi. Hanya saja pergeseran pengguna terjadi. Dari yang awalnya
menggunakan elpiji tiga kilogram sebanyak 4000 pengguna bergeser ke city gas dan 4000 unit ini dapat
dialihkan kepada mereka yang belum menggunakan elpiji tiga kilogram,” jelasnya.
Program
yang merupakan pilot project ini
menurutnya, akan dilaunching pada
akhir Januari 2014. Menurutnya, saat ini
pihak ESDM sedang melakukan pembicaraan lebih lanjut. Karena, harus ada
persiapan teknis dan pertimbangan lainnya yang harus dimatangkan sebelum lounching dilaksanakan.
“Kita
sedang rapatkan persiapan launching ini di pusat, bukan sekedar teknis
launchingnya saja. Melainkan teknis penanggungjawab pemeiliharaan pipa dan
operator yang akan menjadi pengelola dalam pembayaran tagihan dan segala
macamnya. Setelah persoalan ini rampung maka akan fix launching-nya. Yang
pasti dalam bulan Januari ini. Doakan saja semoga lancar,” tambahnya.
Gamal
menghimbau kepada masyarakat untuk bersabar dan tidak termakan isu. Karena
menurutnya, kendala-kendala yang terjadi saat ini hanyalah proses persiaoan
yang harus benar-benar matang.
“Isu
program gagal, program main-main ataupun kontraktor lari itu hanya isu belaka.
Untuk masyarakat yang terjamah program ini diharapkan bersabar. Maklum, namanya
juga program pertama jadi persiapannya harus matang dan tidak boleh ada
kesalahan sedikit pun. Karena gas ini walaupun tekanan rendah namun tetap ada
sisi bahaya juga kalau ada kesalahan dalam prosesnya,” ujarnya. Dari
program ini nanti pihak ESDM berharap, bahwa program tersebut nantinya, dapat
dilanjutkan oleh pihak pemerintah provinsi ataupun pemerintah kota.
“Ini
merupakan pilot project, jika ini
berhasil harapannya pemerintah baik provinsi maupun kota melanjutkan juga
dengan dana APBD. Karena manfaat dari program ini sangat besar,” ujarnya. Namun,
Gamal mengatakan untuk daerah-daerah yang tidak padat penduduk belum akan
diterapkan program ini, mengingat biaya yang dikeluarkan sangatlah besar untuk
ini.“Rp 50
miliar saja hanya dapat 4000 unit. Program ini butuh dana yang besar dan
garapan yang sangat serius,” ujarnya.
Ketika
ditanya tentang biaya yang dikeluarkan untuk distribusi gas kerumah-rumah
melalui city gas, perbandingan dengan
menggunakan elpiji tabung sangatlah jauh.
“Lebih
kecil biaya distribusi dengan elpiji tabung. Kalau city gas dengan Rp 50 miliar, bisa menjangkau 4000 unit instalasi. Kalau
elpiji paling kita butuh empat sampai Rp 5 miliar untuk unit yang sama dengan
membangun kilang elpiji,” ujarnya.(gil/poy) (BERITA INI TELAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK 15 JANUARI 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar