Jambi, Batak Pos
Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin dinilai tidak serius dalam memperjuangkan kepemilikan Pulau Berhala yang kini masih dalam sengketa kepemilikan antara Provinsi Kepulauan Riau dengan Provinsi Jambi. Persoalan proses status kepemilikan pulau bahari itu terkesan terkatung-katung hingga tahunan.
Demikian benang merah yang dapat disimpulkan Batak Pos saat Menteri Dalam Negeri Murdiyanto memberikan penjelasan singkat tentang status Pulau Berhala kepada wartawan di Kabupaten Tebo, Sabtu (18/10). Mendagri ke Tebo dalam rangka HUT Ke-9 (18 Oktober 2008) Kabupaten Tebo.
Menurut Mardiyanto, sudah berulangkali dirinya menganjurkan Gubernur Kepri dan Jambi untuk melakukan musyawarah tentang status Pulau Berhala tersebut. Namun hingga kini komunikasi kedua kepala daerah belum dilakukan.
“Saya sudah berulangkali menganjurkan Gubernur Jambi dan Kepri untuk melakukan komunikasi atau musyawarah. Pendekatan Adat Istiadat juga perlu dilakukan karena rumpun Jambi dan Kepri hampir sama (Melayu). Kita minta komunikasi antar gubernur perlu dalam menyelesaikan sengketa ini,”katanya.
Pemukiman : Puluhan rumah pemukiman telah dibangun Pemerintah Provinsi Jambi di Pulau Berhala. Hingga kini kepemilikan pulau tersebut antara Provinsi Kepri dan Jambi masih terkatung-katung. foto batak pos/rs manihuruk.
Disebutkan, pendekatan budaya dan adat istiadat merupakan solusi yang dapat diambil dalam penyelesaian sengketa ini. Sengketa kepemilikan Pulau Berhala sangat rumit, karena itu perlu partisipasi kedua kepala daerah.
Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin saat dimintai komentarnya soal himbauan Mendagri, dirinya berjanji akan melakukan pertemuan dengan Gubernur Kepri. Dirinya juga akan melibatkan semua unsur dalam menyelesaikan sengketa Pulau Berhala dengan jalan Damai.
Kasat Mata
Sementara itu, dilihat secara kasat mata, Pulau Berhala banyak memancarkan keindahan pesona bahari. Pesona Pulau Berhala yang menjanjikan seribu keindahan alamnya itu, kini memang kurang perhatian dari Pemerintah Provinsi Jambi. Sebah pulau kecil yang indah mempesona di Selat Berhala itu, begitu mempesona untuk dijadikan wisata manca Negara dan nusantara.
Ada tiga pulau kecil dengan luas sekitar 0,25 hektar sampai 0,5 hektar mengelilingi pulau tersebut. Air lautnya biru dan jernih. Pantainya yang landai, sebagian merupakan hamparan pasir putih dan sebagian lagi berbatu. Sumur yang digali hanya 10-15 meter dari bibir pantai dengan air yang bening, tawar, dan tidak berbau.
Selama beberapa tahun, pulau yang sebagian lahannya ditumbuhi pohon kelapa itu, kepemilikannya dinyatakan stutus quo oleh pemerintah pusat (Departemen Dalam Negeri) setelah turunya surat Ralat dalam rapat dengan pendapat dengan Komisi II DPR RI, Senin (06/02/2007) lalu.
Dalam surat ralat tersebut dinyatakan status Pulau Berhala yang sebelumnya dinyatakan milik Provinsi Jambi, kini ditarik kembali dan menjadi Stutus Quo, karena masih dalam pengkajian aspek yuridis, administrative dan historisnya.
Potensi Berhala adalah wisata bahari, seperti memancing, menyelam, dan berlayar, karena keindahan pantai dan air lautnya yang biru. Khusus untuk kepentingan wisata bahari itu, Pulau Berhala memerlukan penataan, sentuhan, dan pembangunan berbagai fasilitas.
Misalnya, sarana transportasi laut, dermaga, sarana komunikasi, pondok wisata, dan fasilitas wisata lainnya. Sebagian besar dari luas pulau sekitar 200 hektar tersebut, merupakan wilayah kosong, berbatu, dan pasir kuarsa. Di beberapa bagian hanya ada sedikit pohon kelapa.
Dengan kapal speed bout dari Kota Kualatungkal, Tanjung Jabung Barat, Pulau Berhala bisa ditempuh dalam 2 jam perjalanan. Sedangkan dari Muaro Sabak, ibukota Tanjung Jabung Timur, waktu tempuh hanya sekitar 15 menit dengan pom-pong (kapal kayu).
Pulau Berhala merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kerajaan Melayu Jambi. Datuk Paduka Berhala yang merupakan Raja Kerajaan Melayu Jambi dimakamkan di pulai tersebut. Secara geografis, letak Pulau Berhala memang dekat dari Provinsi Jambi, tepatnya 12 mil dari pantai Sungai Itik, Tanjung Jabung Timur.
Dalam peta Provinsi Kepulauan Riau, Pulau Berhala yang dihuni sekitar 60 keluarga itu, tidak termasuk Provinsi Kepulauan Riau. Pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Provinsi Jambi, yaitu berada di wilayah Desa Sungai Itik, Kecamatan Nipah Panjang, Tanjabtim.
Keperluan kebutuhan hidup sehari-hari warga di pulau itu, didatangkan dari Sungai Itik. Sebuah gedung SD permanent dibangun oleh Pemprov Riau di pulau itu, namun hingga kini belum pernah di buka. Tidak ada guru yang ditugaskan di pulau tersebut. Padahal anak usia sekolah ada sekitar 20 orang.
Harga bahan kebutuhan pokok tidak tinggi, karena didatangkan dari Nipah Panjang dan Dabo Singkep, Tanjabtim. Di pulau itu juga tidak ada tenaga medis. Profesi warga sebagai nelayan dan ikan tangkapan disimpan dalam keramba besi yang ditaruh di laut, sebelum dijual ke luar. ruk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar