Halaman

Kamis, 11 Juni 2015

Sulitnya Mencari Ephorus di Sinode Bolon GKPS


Rapat Paripurna SB GKPS, Kamis 11 Juni 2015. Foto FB GKPS
Rapat Paripurna SB GKPS, Kamis 11 Juni 2015. Foto FB GKPS
Pematangsiantar-Ada pendapat yang mengundang perhatian soal Sinode Bolon (SB) GKPS ke 42 Tahun 2015 ini. Peryataan Marim Purba, mantan Walikota Pematangsiantar ini perlu menjadi perhatian peserta SB. 

“Memang susah menjadi Ephorus di Sinode Bolon GKPS. Karena 'memaksakan' doa pada keinginan pribadi/kelompok. Bukankah sang tokoh (juga terpaksa) ikut dengan tim sukses yang meminta jatah untuk jabatan-jabatan gerejawi? Ini adalah realitas yang sedang terjadi di kawasan persidangan. Itulah sebabnya kita perlu pemimpin yang bisa membawa GKPS lebih inklusif dan jabatan gerejawi diasesmen dengan terukur. Supaya kita bisa melihat lompatan pembaharuan bagi GKPS. Siapakah dia gerangan? Doa saja tak cukup, harus juga bekerja. Ayo, masih ada waktu mencari yang terbaik,” ujar Marim Purba, Kamis (11/6/2015).

Menurut Marim Purba, orang Simalungun ini memang kurang ekspresif. Sehingga enggan mengkritisi. Padahal mengevaluasi dengan diskusi yang sehat juga gak apa-apa. 

Itu juga bagian dari proses pendewasaan jemaat. Agak naif juga kalau 'melemparkan' soal Sinode Bolon 'hanya' kepada tuntunan roh kudus. Tentu saja kita gak boleh bantah, apalagi GKPS ini milikNya dan Dia-lah Kepala Gereja. Tapi mungkin Tuhan sibuk sekali karena soal dibumi ini 'dilempar keatas." 

Belum lagi kasus Angelina di Bali yang bikin Tuhan menangis.Tahukah bahwa menjadi Ephorus GKPS  sekarang susah? Sebab sebagian pendeta berkelompok menjadi tim suksesnya dan masing-masing 'meminta jatah' untuk jabatan-jabatan gerejawi. “Mereka 'mangarahkon' dibalik 'tonggo.' Inilah realita dalam hari-hari ini di arena SB. Utusan SB (dari kaum awam) sebaiknya kristis dan jeli sambil - tentu saja BERDOA . Tabik,” ujar Marim Purba.

Sementara Eben Saragih Munthe berpendapat, Assesment yang sering diajukan oleh petinggi-petinggi di GKPS adalah "kita lebih maju dari gereja tetangga" dan hal ini pasti banyak terdengar di arena SB ini. Yang menjadi masalah tolok ukur ini apakah relevan dan bagaimana caranya melakukan penilaian seperti itu.

Sementara Jumpa Rajohi Tondang mengatakan, sedikit pencerahan bagi kita warga GKPS, Pergumulan Kristen yang sebenarnya adalah ketika dalam menghadapi suatu masalah orang itu  mencari kehendak Allah dalam masalah tersebut. 

“Jikalau tidak menyertakan Tuhan dalam masalah yang sedang dihadapi, maka hal tersebut bukanlah merupakan pergumulan. Kita menemukan suatu problema yang besar dalam suatu pergumulan yaitu Allah memiliki kehendak sedangkan kitapun memiliki kehendak. Jadi pergumulan itu muncul ketika kita berusaha menempatkan kehendak kita bersama-sama dengan kehendak Allah; mulailah muncul konflik didalamnya. Karena terjadi benturan kehendak; kita tidak ingin kalau kehendak kita dikesampingkan. Kalau kita taat kepada kehendak Tuhan maka tidak akan ada lagi kesusahan atau  benturan,” kata Jumpa Rajohi Tondang disalah satu perbincangan media sosial (Kuria GKPS).

Sementara Dr St Bonarsius Saragih SH MH (Mantan Perutusan SB 10 tahun dari GKPS Resort Bandung) mengatakan, “saya teringat bagaimana di Vatikan memilih Paus, tidak semua Pastor yang ada di dunia ini ikut memilih. Jadi lebih husuk. Kalau di GKPS-kan aturannya masih semua anggota SB yang memiliki visi dan misi mungkin berbeda dari Visi dan Misi GKPS. Mungkin yang mau dipilih adalah sesuai Marganya. Atau ada hubungan famili atau ada yang diharapkan dari yang dipilih. Mudah-mudahan setiap pemilihan, terpilih Pdt yang mempunyai keunggulan dan dapat diterima oleh semua. Terlebih takut akan Tuhan. Semoga,” katanya.  (Asenk Lee Saragih)
 Rapat Komisi D SB GKPS Ke 42, Mansahapkon Program 2016-2017 dan Anggaran 2016-2017, Rabu 10 Juni 2015.

 Rapat Komisi D SB GKPS Ke 42, Mansahapkon Program 2016-2017 dan Anggaran 2016-2017, Rabu 10 Juni 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar