JAMBI-Perburuan liar dan perdagangan ilegal satwa langka
dilindungi di Provinsi Jambi sulit diberantas. Jaringan perburuan liar dan
perdagangan ilegal satwa langka dilindungi di darah Provinsi Jambi sangat rapi
dan sulit diendus karena diduga melibatkan oknum-oknum aparat.
Kemudian perburuan liar dan perdagangan illegal satwa langka
dilindungi tersebut juga memiliki jaringan antar daerah. Hingga kini pihak
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi dan Polisi Kehutanan (Polhut)
BKSDA Jambi masih kesulitan memburu pelaku.
Kepala Seksi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Jambi, Sahron didampingi Kepala Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Jambi,
Krismanko Padang kepada Harian Jambi, Senin (20/4/15) mengatakan, perburuan
liar dan perdagangan ilegal satwa dilindungi di Jambi hingga kini masih terus
terjadi. Padahal pemburu liar dan pedagang ilegal satwa langka dilindungi sudah
sering tertangkap.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa anggota jaringan pemburu
liar dan perdagangan ilegal satwa langka dilindungi di Jambi cukup
banyak. Kemudian para penadah hasil perburuan liar satwa dilindungi di
daerah itu juga jarang tertangkap,” katanya.
Menurut Sahron, BKSDA Jambi berhasil mengungkap enam kasus
perdagangan illegal sawta dilindungi di Jambi sejak 2011-2015. Para pelaku
perdagangan illegal satwa langka dilindungi itu diproses secara hokum. Namun
masih saja pelaku perdaganganilegal satwa langka dilindungi yang berani beraksi
di daerah itu.
“Seorang lagi pelaku perdagangan ilegal satwa langka
dilindungi, Prabu Rimba Alaska alias Prabu (22), berhasil kami tangkap
baru-baru ini. Dari tangan tersangka berhasil kami amankan dua ekor dua anak
kucing hutan (Felis bengalensis). Tersangka masih ditahan dan diperiksa di
Polda Jambi. Kasus ini masih kami kembangkan,"katanya.
Dijelaskan, tersangka Prabu menjual satwa- satwa langka
dilindungi secara online melalui face book. Pembeli satwa langka dilindungi
yang dijual tersangka berasal dari luar Jambi. Sedangkan satwa langka
dilindungi yang disita dari tersangka didapatkan dari pemburu liar di
Jambi.
Menurut Sahron, satwa langka dilindungi hasil perburuan liar di Jambi banyak dijual secara ilegal ke Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Harga satwa langka dilindungi di luar Jambi lebih mahal. Perdagangan satwa langka dilindungi antar daerah tersebut menyulitkan pihak BKSDA Jambi memberantas perburuan liar dan perdagangan ilegal satwa langka dilindungi di daerah itu.
Menurut Sahron, satwa langka dilindungi hasil perburuan liar di Jambi banyak dijual secara ilegal ke Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Harga satwa langka dilindungi di luar Jambi lebih mahal. Perdagangan satwa langka dilindungi antar daerah tersebut menyulitkan pihak BKSDA Jambi memberantas perburuan liar dan perdagangan ilegal satwa langka dilindungi di daerah itu.
Sahron mengatakan, satwa langka yang banyak diburu dan
diperdagangkan secara ilegal di daerah itu, yakni kulit harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae), gading gajah Sumatera (Elephas maximus), harimau
dahan atau kucing hutan, berbagai jenis burung, kulit ular dan kulit buaya.
Namun perdagangan satwa langka dilindungi di Jambi lebih banyak kasus
perdagangan kulit harimau.
Dikatakan, para pemburu liar di Jambi belakangan ini semakin
mudah mendapatkan satwa langka dilindungi karena meningkatnya konflik
satwa dengan manusia di daerah itu. Para petani dan pengusaha kebun sawit di
Jambi sering memasang jerat untuk membasmi satwa langka seperti gajah dan
harimau yang masuk ke areal kebun mereka.
“Setelah satwa langka dilindungi tersebut terjerat, maka
petani dan pengusaha menjualnya kepada pemburu liar dan pedagang ilegal satwa.
Begitulah modus perburuan satwa langka dilindungi di Jambi saat ini. Daerah
operasi mereka, yaitu di Kabupaten Kerinci, Mengarin, Tebo, dan Sarolangun yang
selama ini menjadi lokasi rawan konflik satwa dengan manusia,"katanya.
Menurut Sahron, pihaknya sudah cukup tegas menindak para pelaku pemburu liar dan perdagangan ilegal satwa dilindungi selama ini. Hingga kini sudah ada empat orang anggota mafia perdagangan satwa dijebloskan ke penjara di dearah itu. Mereka dijerat dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman penjar 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Menurut Sahron, pihaknya sudah cukup tegas menindak para pelaku pemburu liar dan perdagangan ilegal satwa dilindungi selama ini. Hingga kini sudah ada empat orang anggota mafia perdagangan satwa dijebloskan ke penjara di dearah itu. Mereka dijerat dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman penjar 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
“Kami berharap, tindakan tegas terhadap para pelaku
perburuan liar dan perdagangan ilegal satwa dilindungi ini bisa menimbulkan
efek jera terhadap para pelaku perburuan liar dan perdagangan ilegal sawta
langka dilindungi di Jambi,"katanya. (Lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar