WAJAH KOTA KUALATUNGKAL. FOTO ANDRI DAMANIK |
KUALATUNGKAL-Konflik lahan di Kabupaten Tanjabbar tak kunjung tuntas.
Seperti yang terjadi di Desa Pematang Lumut, Betara VIII, lahan seluas 2.400
hektare kini dikuasai PT Wira Karya Sakti (WKS).
INFORMASI yang dirangkum Harian Jambi di lapangan, konflik
tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2000 lalu. Lahan tersebut berada di
Areal Pengguna Lainnya (APL), sebagaimana bukti sporadik yang dimiliki
masyarakat.
Ratusan warga sudah berdomisili di kawasan tersebut sebelum
PT WKS menggarap lahan tersebut. Warga Dusun Pematang Gajah itu sempat hengkang
dari lokasi karena berkonflik dengan perusahaan HTI tersebut.
Data lain menyebutkan, beberapa tahun lalu, pada masa
Kepemimpinan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, Hasan Basri Duri, telah
mengeluarkan surat bahwa areal 2.400 hektare tersebut merupakan kawasan APL,
yang diklaim sebagai tanah desa.
Beberapa bulan terakhir, warga Betara VIII akhirnya
mengadukan persoalan ini ke DPRD Tanjabbar. Meski belum final, Dishut Tanjabbar
bersama BPN dan PT WKS sepakat melakukan pengukuran ulang. PT WKS bersedia
mengembalikan lahan warga, meski seluas 628 hektare.
Sebagaimana dituturkan Wakil Ketua DPRD Tanjabbar, Ahmad
Jahfar, ditemui Harian Jambi, Minggu (22/2) di Kualatungkal, membenarkan bahwa
PT WKS bersedia mengembalikan lahan warga di Betara VIII.
Kata dia, pihaknya melalui Komisi II DPRD Tanjabbar telah
mendorong pemerintah daerah bersama pihak perusahaan menyelesaikan konflik.
“Kita sudah dorong, dan direncanakan pada Rabu pekan depan aka nada pengukuran
ulang di lokasi yang melibatkan semua pihak,” kata politisi dari Partai Golkar
ini.
Jahfar juga berharap, Bupati Tanjabbar selaku Ketua Tim
Tapal Batas Kabupaten bersikap tegas dalam hal ini. Kata Jahfar, bupati harus
berpihak kepada warga, jangan condong ke perusahaan.
“Pemkab tentunya berpihak ke masyarakat, karena lahan itu
ada legal formalnya,” ujar dia.
Ditambahkan Jahfar, setelah persoalan ini selesai, pihaknya
akan mendorong pemerintah daerah agar membangun desa baru di lokasi konflik,
agar masyarakat bisa nyaman dan tidak ada intimidasi dari perusahaan.
Sejauh ini, persyaratan untuk membangun desa baru di lokasi
sudah mencukupi.” Ya minimal penduduknya 250 KK atau 1000 jiwa. Apalagi, lokasi
itu hanya berjarak satu kilometer dari jalan besar,” timpal dia. Sementara itu,
Direktur PT WKS, Kurniawan belum berhasil dihubungi Harian Jambi, Minggu malam.(*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar