Senin, 23 Februari 2015

2.400 Hektar Dikuasai PT WKS, Warga Betara VIII Tuntut Lahan Dikembalikan


WAJAH KOTA KUALATUNGKAL. FOTO ANDRI DAMANIK
KUALATUNGKAL-Konflik lahan di Kabupaten Tanjabbar tak kunjung tuntas. Seperti yang terjadi di Desa Pematang Lumut, Betara VIII, lahan seluas 2.400 hektare kini dikuasai PT Wira Karya Sakti (WKS).

INFORMASI yang dirangkum Harian Jambi di lapangan, konflik tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2000 lalu. Lahan tersebut berada di Areal Pengguna Lainnya (APL), sebagaimana bukti sporadik yang dimiliki masyarakat.

Ratusan warga sudah berdomisili di kawasan tersebut sebelum PT WKS menggarap lahan tersebut. Warga Dusun Pematang Gajah itu sempat hengkang dari lokasi karena berkonflik dengan perusahaan HTI tersebut.


Data lain menyebutkan, beberapa tahun lalu, pada masa Kepemimpinan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI, Hasan Basri Duri, telah mengeluarkan surat bahwa areal 2.400 hektare tersebut merupakan kawasan APL, yang diklaim sebagai tanah desa.

Beberapa bulan terakhir, warga Betara VIII akhirnya mengadukan persoalan ini ke DPRD Tanjabbar. Meski belum final, Dishut Tanjabbar bersama BPN dan PT WKS sepakat melakukan pengukuran ulang. PT WKS bersedia mengembalikan lahan warga, meski seluas 628 hektare.

Sebagaimana dituturkan Wakil Ketua DPRD Tanjabbar, Ahmad Jahfar, ditemui Harian Jambi, Minggu (22/2) di Kualatungkal, membenarkan bahwa PT WKS bersedia mengembalikan lahan warga di Betara VIII.

Kata dia, pihaknya melalui Komisi II DPRD Tanjabbar telah mendorong pemerintah daerah bersama pihak perusahaan menyelesaikan konflik. “Kita sudah dorong, dan direncanakan pada Rabu pekan depan aka nada pengukuran ulang di lokasi yang melibatkan semua pihak,” kata politisi dari Partai Golkar ini.

Jahfar juga berharap, Bupati Tanjabbar selaku Ketua Tim Tapal Batas Kabupaten bersikap tegas dalam hal ini. Kata Jahfar, bupati harus berpihak kepada warga, jangan condong ke perusahaan.

“Pemkab tentunya berpihak ke masyarakat, karena lahan itu ada legal formalnya,” ujar dia.
Ditambahkan Jahfar, setelah persoalan ini selesai, pihaknya akan mendorong pemerintah daerah agar membangun desa baru di lokasi konflik, agar masyarakat bisa nyaman dan tidak ada intimidasi dari perusahaan.

Sejauh ini, persyaratan untuk membangun desa baru di lokasi sudah mencukupi.” Ya minimal penduduknya 250 KK atau 1000 jiwa. Apalagi, lokasi itu hanya berjarak satu kilometer dari jalan besar,” timpal dia. Sementara itu, Direktur PT WKS, Kurniawan belum berhasil dihubungi Harian Jambi, Minggu malam.(*/lee)

Tidak ada komentar: