Halaman

Minggu, 11 Januari 2015

Sebelum ke Singapura, Shiane Bilang Ingin Tinggal Selamanya di Surabaya

Pemakaman Shiane di Pasuruan Foto Muhajir Arifindetikcom
Berita Kisah Tragedi AirAsia


Berita kisah tragedi AirAsia hingga kini terus menghiasi media di Tanah Air. Mulai dari kisah para korban, hingga cerita tim evakuasi dan tim indentivikasi. Salah satu korban jatuhnya pesawat AirAsia dengan label B005 atas nama Shiane Josal (47), dimakamkan di Memorial Park, Puncak Nirwana, Desa Sumbersuko, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Jumat (9/1). Shiane Josal merupakan pengusaha asal Makassar yang tinggal di Surabaya.

Pemakaman Shiane Josal dihadiri puluhan keluarga dan kerabat. Isak tangis pecah mengiringi kedatangan peti jenazah hingga dimasukkan liang pemakaman.


Salah satu kerabat korban, Theresia Teodoros, mengatakan, Josal terbang ke Singapura menumpang AirAsia nomor penerbangan QZ8501 bersama suaminya, Hendra Teodoros (50) dan dua anaknya Reynaldi Teodoros (21) serta Winota Teodoros (18). Dari empat anggota keluarga hanya Shiane yang sudah ditemukan.

Di lokasi pemakaman tersebut, keluarga juga sudah menyiapkan lahan untuk pemakaman anggota keluarga yang lain. "Kami berharap semua keluarga segera ditemukan," kata Theresia.

Theresia mengatakan, sebelum berangkat ke Singapura, keluarga sudah mendapat firasat kurang baik. "Dia bicara ingin tinggal Surabaya selamanya, nggak ingin balik ke Makassar," jelasnya.

Meski dirundung kesedihan, keluarga berterima kasih pada pemerintah yang mendukung penuh pencarian korban, identifikasi serta masalah yang terkait dengan asuransi.

Warga “Mengantar”  Kepergian Jenazah Korban

Sementara tatapan sedih dan prihatin terpancar dari warga Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, saat ikut menyaksikan kepergian jenazah-jenazah korban Pesawat AirAsia QZ8501. Meski para korban bukan berasal dari daerah mereka, warga turut merasa berduka.

Sejak ditemukannya jenazah korban pesawat AirAsia yang jatuh di perairan Pangkalan Bun, warga sekitar turut berpartisipasi. Tak sedikit warga yang memberikan bantuan, baik tenaga maupun materi, di posko gabungan di Lanud Iskandar, Pangkalan Bun.

Di sela-sela itu, sejumlah warga terlihat berada di lokasi saat jenazah korban satu persatu hendak dibawa menuju Surabaya setelah identifikasi visual. Seperti yang terjadi hari ini, Jumat (9/1). Ada beberapa ibu warga Pangkalan Bun yang ikut melihat keberangkatan 7 jenazah yang telah melalui proses identifikasi visual.

“Saya ajak anak dan keluarga untuk lihat jenazah mau dibawa ke Surabaya. Ibu-ibu ini pengen lihat jenazah dibawa pesawat. Kami ingin seperti mengantar korban, karena kami turut sedih atas peristiwa ini," ujar ibu Rusdianengsih.
Warga Seroja, Pangkalan Bun ini mengaku masih selalu menangis meski sudah beberapa kali melihat prosesi keberangkatan jenazah. Rusdianengsih berharap agar semua jenazah segera ditemukan.

“Saya kalau ke sini lihat jenazah keluar air mata terus, ini gimana ya, saya mikirin keluarganya, seperti apa rasanya jadi mereka. Semoga semua jenazah cepat ketemu," tutur Rusdianengsih sambil meneteskan air mata.

Senada dengan Rusdianengsih, warga Pangkalan Bun lainnya yang ikut menyaksikan keberangkatan jenazah, Suridaria juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, tak ada harga berharga sebesar apapun yang mampu menggantikan nyawa korban Pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura itu.

“Saya terenyuh begitu melihat peti dikeluarkan dari ambulance lalu dimasukan ke pesawat. Prosesinya memang sebentar tapi terasa sakral, saya menghayati betul-betul," kata Suridaria di lokasi yang sama.

“Sedih, rasanya tidak bisa diungkapkan. Tidak ada harta sebesar apapun yang bisa menggantikan mereka," sambungnya.

Prosesi pemberangkatan jenazah memang selalu dilakukan oleh jajaran tim SAR. Perwakilan dari unsur Basarnas, TNI AL, AU, AD, dan Polri selalu memberikan hormat saat jenazah hendak dimasukkan ke dalam pesawat yang akan mengantar ke Surabaya.

“Waktu saya lihat pertama kali kayak nggak ada tulang rasanya, lemas. Begitu lihat kotak keluar (dari ambulance) merinding terenyuh. Rasanya sedih, apalagi keluarganya langsung. Makanya saya ajak anak, cucu, keluarga dan teman untuk lihat. Kebetulan rumah kami dekat, kami mewakili warga Pangkalan Bun mengantar dari sini," tutup wanita berkerudung ini.

Cerita Para Mahasiswi

Di tengah tim Disaster Victim Identification (DVI) Indonesia dan DVI 5 negara sahabat yang mengidentifikasi jenazah korban pesawat AirAsia QZ8501, terdapat orang-orang berpakaian hijau-hijau. Mereka adalah dokter muda serta mahasiswi fakultas kedokteran yang ikut bergabung dengan para expert dan profesor ahli di bidang forensik.

Mereka yang baru pertama kali membantu DVI ini mengaku ada rasa kebanggaan tersendiri ketika jenazah yang diidentifikasi berhasil terungkap.

“Memang ada capeknya karena pulang sampai malam. Tapi bangga kalau jenazah ada yang berhasil diidentifikasi," kata Saskia, mahasiswi fakultas kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya, Jumat (9/1).

Saskia ikut menjadi relawan bersama 9 temannya dari UHT Surabaya. Ia mengaku mendapatkan banyak pengalaman setelah bergabung bersama ahli dari manca negara, profesor ahli forensik dari Indonesia serta mahasiswa kedokteran dan dokter muda dari UI, Unair, UGM, Unibraw Malang, Unej dan kampus lainnya.

“Kapan lagi kita bisa bersama-sama dengan para profesor dan ahli dari dalam negeri dan luar negeri," terangnya.
Pengalaman yang didapat dari luar bangku kuliah ini juga dirasakan Rini, mahasiswi kedokteran UHT Surabaya. Ia mengaku sudah tak canggung lagi dengan mayat, karena saat kuliah sudah pernah menangani.

Namun ada sesuatu berbeda kita ikut terlibat DVI menangani korban pesawat AirAsia QZ8501 ini. "Ini kegiatan sosial. Tapi saya senang dapat bergabung serta mendapatkan ilmu lagi," terangnya.

Mahasiswi asal Tulungagung ini juga sudah menter (kebal) dengan bau yang ditimbulkan dari jenazah. “Saya nggak merasa bau. Mungkin sudah terbiasa dan tidak ada kiat-kiat khusus (untuk menghilangkan bau dari jenazah)," tandasnya.(dtk/lee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar