Rumah Megawati Dijaga Ketat
Misteri Aliran Rekening Komjen Budi di Kertas Besar yang
Ditunjukan KPK
Calon tunggal Kapolri Komjen Budi Gunawan ditetapkan KPK
sebagai tersangka kasus korupsi. Budi diduga melakukan transaksi mencurigakan
pada 2005-2006. Budi juga kerap disebut terkait kasus rekening gendut. Sementara
beberapa petinggi parpol dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) melakukan rapat
dadakan di Rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Rumah mantan presiden
itu dijaga sangat ketat, tidak seperti biasa.
Sebuah kertas berukuran A0 sempat ditujukan KPK saat
mengumumkan status tersangka Komjen Budi Gunawan. Ke depan, penyidik KPK bakal
sering memelototi kertas berharga itu. Apa isinya?
Kertas itu memang bukan sembarangan isinya. Di kertas itu
tergambar secara jelas bagaimana dan seperti apa rekening mencurigakan milik
calon tunggal Kapolri pilihan Presiden Joko Widodo.
Tim penyelidik KPK terus mengupdate temuan soal rekening mencurigakan milik Kepala Lemdikpol Polri itu, dan temuan itu terpampang secara gamblang pada kertas tersebut.
“Kalau teman-teman tadi lihat ada kertas gede yang sampai kuning, itu data yang kami perbaiki terus menerus. Kira-kira sejauh itulah data (kasus Budi Gunawan)," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jaksel, Selasa (13/1).
Kertas itu memang sempat ditunjukan oleh Bambang dan Abraham Samad saat jumpa pers penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Namun kertas itu dilipat menjadi dua dan tidak ditunjukan bagian isinya.
Tim penyelidik KPK terus mengupdate temuan soal rekening mencurigakan milik Kepala Lemdikpol Polri itu, dan temuan itu terpampang secara gamblang pada kertas tersebut.
“Kalau teman-teman tadi lihat ada kertas gede yang sampai kuning, itu data yang kami perbaiki terus menerus. Kira-kira sejauh itulah data (kasus Budi Gunawan)," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya, Jalan Rasuna Said, Jaksel, Selasa (13/1).
Kertas itu memang sempat ditunjukan oleh Bambang dan Abraham Samad saat jumpa pers penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Namun kertas itu dilipat menjadi dua dan tidak ditunjukan bagian isinya.
Apa isinya, Bambang memilih bungkam. Dia tidak mau
menjelaskan modus, berapa nilai hingga siapa-siapa saja yang menyimpan rekening
Budi.
Dicegah ke Luar Negeri
KPK langsung bergerak setelah menetapkan Kalemdikpol Polri
Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi. Calon tunggal
Kapolri itu dicegah ke luar negeri.
“Surat permintaan cegah tersebut dikirim hari ini," ujar Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (13/1).
“Surat permintaan cegah tersebut dikirim hari ini," ujar Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Selasa (13/1).
Surat permintaan untuk pencegahan ke luar negeri itu
dikirimkan ke Ditjen Imigrasi. Sesuai dengan ketentuan, pencegahan itu efektif
mulai berlaku hari ini. “Berlaku sampai enam bulan ke depan," ujar
Priharsa.
Komjen Budi menjadi tersangka dugaan penerimaan suap berupa
uang dalam jumlah besar ke rekeningnya. Menanggapi status tersangka ini, Budi
menuding ada manuver di balik langkah tersebut.
Nasihat Eks Kepala PPATK Yunus Husein
“Sebetulnya yang kami ajukan sudah hati-hati. Di mana tidak
hati-hatinya? Kami tidak pernah lihat dugaan pelanggaran yang dilakukan Komjen
Budi. Kami tidak melihat itu," kata Ketua Kompolnas yang juga Menko
Polhukam, Tedjo Edhie, Selasa (13/1).
Menurut Tedjo, selama ini soal kasus rekening dan transaksi
tak wajar itu juga hanya sebatas dugaan-dugaan saja.
“Dugaan tidak bisa dijadikan landasan. Tentu kami melihat
(penetapan tersangka oleh KPK) agak terkejut. Kenapa baru sekarang tidak
kemarin saat diumumkan. Tapi kami tidak melihat politis," sambungnya.
Selain lewat data LHKPN, KPK juga melacak transaksi
mencurigakan Budi. Lalu apa kata eks Kepala PPATK Yunus Husein soal data
transaksi Budi?
“Dahulu ada tahun 2010 terkait yang diselidiki KPK sekarang,
lalu ada gratifikasi dan sebagian kami ragukan kebenarannya termasuk
pinjaman-pinjaman New Zealand yang begitu besar. Kami cek ternyata tidak
seperti itu. Ada kejanggalan formal," jelas Yunus di Jakarta, Selasa
(13/1).
“Saya harap KPK lebih profesional. KPK kami anggap masih
profesional, kami imbau masyarakat mendukung penegakan hukum ini. Kan baik
untuk republik," tambah dia.
Yunus juga berharap, dari kasus Budi ini bisa ditarik
pelajaran. Bagi Presiden Jokowi juga bagi partai politik.
“Berlakulah sebagai negarawan yang mempertimbangkan
kepentingan orang banyak dan kuat menolak intervensi tekanan dari politisi dan
orang yang mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan yang
merugikan negara. Ini pelajaran sangat berharga," urai dia.
“Anda bayangkan orang yang mengatasi prioritas hukum nomor satu tadi siang belum dites DPR kemudian terjegal oleh kasus. Ini dianggap kemarin saat diusulkan terburu-buru, tidak mendengar aspirasi. Prinsip governance yang baik kalau dalam pengambilan keputusan ada mendengar masukan publik karena tahta presiden di rakyat. Jadi rakyat yang didengar, partai itu jelek, tidak akuntabel dan transparan," tambahnya.
“Anda bayangkan orang yang mengatasi prioritas hukum nomor satu tadi siang belum dites DPR kemudian terjegal oleh kasus. Ini dianggap kemarin saat diusulkan terburu-buru, tidak mendengar aspirasi. Prinsip governance yang baik kalau dalam pengambilan keputusan ada mendengar masukan publik karena tahta presiden di rakyat. Jadi rakyat yang didengar, partai itu jelek, tidak akuntabel dan transparan," tambahnya.
Mungkinkah ada tekanan ke Jokowi terkait calon Kapolri ini?
“Kami mendengar beberapa sumber, karena dia maju dari partai
politik dari suatu kepentingan yang memaksa kepentingannya sehingga ada desakan
sana sini dari pendukungnya. Sebenarnya sudah banyak orang yang tahu tekanan
dan desakan pasti ada. Kalau tidak ada itu pasti bohong. Kalau dibilang ini
sudah melalui kompetisi ini itu. Ini kan keanehan yang tidak wajar," tutup
dia.
Jokowi dan JK Rapat Terbatas
Penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK
mengejutkan Presiden Joko Widodo. Tak lain karena Kepala Lemdikpol Polri itu
tengah diajukan Jokowi sebagai calon Kapolri ke DPR. Saat ini Jokowi dan wapres
Jusuf Kalla tengah membahas beberapa opsi menyikapi status tersangka Budi
Gunawan.
“Saat ini Presiden sedang bicara dengan Wapres JK di Istana
Merdeka membahas opsi-opsi ke depan. Dan diharapkan nanti akan ada rekomendasi
dari Kompolnas, lalu akan ada pembicaraan terbatas Presiden dan wapres,"
kata Seskab Andi Widjajanto di istana negara, Jakarta, Selasa (13/1).
Andi mengatakan, beberapa opsi yang dibahas adalah kemungkinan
menarik nama Komjen Budi dari DPR atau melanjutkan proses fit and proper
testnya di DPR. Namun opsi yang akan diambil itu akan lebih dulu mendengarkan
pertimbangan dari Kompolnas.
“Opsi-opsinya sedang dipertimbangkan, sekali lagi masih ada
beberapa prosedur yang harus kami lakukan. Salah satunya yang tadi saya
disebutkan, menunggu apa yang direkomendasikan dari kompolnas," ujarnya.
Hasil pembahasan Jokowi dengan JK tersebut kata Andi, akan
segera diumumkan ke publik sebagai sikap resmi istana atas penetapan tersangka
calon tunggal Kapolri.
“Presiden menunggu dan sekarang sedang berbicara dengan
Wapres, mungkin ada beberapa langkah lain yang akan diambil Presiden sebelum
kemudian Presiden menetapkan apa yang akan dilakukan oleh Presiden terkait pencalonan
Kapolri," ucapnya.
Penjelasan Istana
Penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko
Widodo, sejak awal menuai banyak pertanyaan hingga kritik publik. Paling santer
adalah isu rekening gendut Budi Gunawan dan belakangan Budi ternyata sudah
dapat 'rapot merah' saat penyusunan kabinet. Lalu mengapa tetap diajukan?
“Kami tahu bahwa ada isu-isu tentang rekening gendut dari
perwira-perwira tinggi kepolisian termasuk Pak BG tetapi sampai Presiden
membuat surat ke DPR tentang pencalonan Pak BG saat itu tidak ada status hukum,
tindakan hukum apapun terhadap Pak BG oleh seluruh aparat penegak hukum. Jadi
dengan menggunakan asas praduga tak bersalah, Presiden kemudian mencalonkan pak
BG," terang Seskab Andi Widjajanto di istana negara, Jakarta Selasa.
Andi menjelaskan, selain tidak ada status hukum terhadap
Komjen Budi Gunawan, Presiden Jokowi dalam menunjuk calon kaporli juga telah
meminta rekomendasi dari Kompolnas. Dan saat itu tidak ada 'warning' dari
Kompolnas untuk nama Budi Gunawan.
“Kompolnas memberikan nama empat kepada Presiden itu adalah
perwira-perwira bintang tiga yang masa jabatannya masih dua tahun ke depan.
Presiden juga sudah menerima biodata, CV, track record dari masing-masing
calon. Dengan pertimbangan Kompolnas tersebut maka Presiden mencalonkan Pak BG
sebagai calon tunggal Kapolri," ujarnya.
Sementara terkait tidak melibatkan KPK dan PPATK dalam
pengajuan calon Kapolri, Andi menegaskan bahwa sesuai UU No.2 tahun 2002
tentang kepolisian, tidak ada kewajiban presiden memitna pertimbangan KPK dan
PPATK.
“Undang-undang itu yang wajib bagi presiden adalah
pertimbangan dari kompolnas," tegas Andi.
“Jadi Presiden sekarang sedang mempertimbangkan tentang proses pencalonan pak BG kedepan ini," imbuhnya pasca penetapan Budi sebagai tersangka rekening gendut.
“Jadi Presiden sekarang sedang mempertimbangkan tentang proses pencalonan pak BG kedepan ini," imbuhnya pasca penetapan Budi sebagai tersangka rekening gendut.
Rumah Megawati Dijaga Ketat
Sementara beberapa petinggi parpol dari Koalisi Indonesia
Hebat (KIH) melakukan rapat dadakan di Rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno
Putri. Rumah mantan presiden itu dijaga sangat ketat, tidak seperti biasa.
Pantuan di lokasi di rumah Mega, Jalan Teuku Umar, Menteng,
Jakarta Pusat, Selasa (13/1), para awak media dilarang mendekat ke pagar rumah
untuk sekedar melihat tamu yang hadir. Para awak media diminta menjauh dengan
radius 10 meter dari rumah Mega.
Selain itu, salah satu penjaga rumah Megawati juga sempat
memukul pagar untuk mengusir para awak media. "Pergi-pergi. Ayo
pergi!" ujar penjaga rumah.
“Loh kenapa? Kita kan dilindungi undang-undang untuk
meliput, tidak usah mukul-mukul," ujar wartawan. “Udah pergi-pergi! Udah
yang waras ngalah," tambah penjaga rumah.
Selain dijaga tiga orang penjaga rumah, rumah Mega juga dijaga seorang petugas kepolisian. Rapat yang dilakukan para pemimpin Parpol KIH juga masih berlangsung.
Selain dijaga tiga orang penjaga rumah, rumah Mega juga dijaga seorang petugas kepolisian. Rapat yang dilakukan para pemimpin Parpol KIH juga masih berlangsung.
8 Kandidat Kapolri
Penetapan tersangka dugaan korupsi oleh KPK terhadap Komjen
Budi Gunawan hari ini mengejutkan banyak pihak. Padahal, mantan ajudan Presiden
kelima Megawati Soekarnoputri itu tengah diajukan
Presiden Joko Widodo menjadi
calon tunggal Kapolri.
Apabila dalam fit and proper test yang akan digelar DPR besok menolak Komjen Budi Gunawan, Menkopolhukam Tedjo Edy Purdjiatno mengatakan pihaknya masih memiliki 8 nama alternatif yang bisa dipertimbangkan Jokowi. Siapa saja kah mereka?
Apabila dalam fit and proper test yang akan digelar DPR besok menolak Komjen Budi Gunawan, Menkopolhukam Tedjo Edy Purdjiatno mengatakan pihaknya masih memiliki 8 nama alternatif yang bisa dipertimbangkan Jokowi. Siapa saja kah mereka?
“Bandrodin haiti (Wakapolri), Dwi priyatno (Irwasum),
Suhardi Alius (Kabareskrim), Putut Eko Bayuseno (Kabaharkam), Djoko Mukti
Haryono (Kabaintelkam), Anang Iskandar (Kepala BNN), Saud Usman Nasution
(Kepala BNPT) dan Boy Salahudin (Sestama Lemhanas)," ujar Tedjo dalam
jumpa pers yang diadakan di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat,
Selasa (13/1).
Hadir dalam jumpa pers itu juga Menhan Ryamizard Ryacudu,
Menkum HAM Yasona Laoly, Mendagri Tjahjo Kumolo dan Kompolnas Adrianus Meliala.
Tedjo mengungkapkan pihaknya siap menyerahkan 8 nama tersebut kepada presiden
setelah adanya rekomendasi dari DPR.
“Dari 9 itu sisanya kan memenuhi syarat. Bila DPR kembalikan
nama itu kepada presiden, masih ada 8 nama yang lain. Kami memberikan
rekomendasi kepada presiden untuk menunggu keputusan dari DPR. Kami sampaikan
kepada presiden, presiden yang akan tentukan kapan rekomendasi KPK,"
lanjutnya.
Dia menegaskan pihaknya sudah sangat berhati-hati dalam
menyeleksi calon-calon pengganti Jenderal Sutarman kelak. Perihal tidak
dilibatkannya KPK dalam hal tracking, Tedjo mengatakan itu merupakan hak
prerogatif presiden.
“Sebetulnya yang kami ajukan sudah hati-hati. Di mana tidak
hati-hatinya? Kami tidak pernah lihat dugaan pelanggaran yang dilakukan Komjen
Budi. Kami tidak melihat itu," kata Tedjo.
“Dugaan tidak bisa dijadikan landasan. Tentu kami melihat (penetapan tersangka oleh KPK) agak terkejut. Kenapa baru sekarang tidak kemarin saat diumumkan. Tapi kami tidak melihat politis," sambungnya.
“Dugaan tidak bisa dijadikan landasan. Tentu kami melihat (penetapan tersangka oleh KPK) agak terkejut. Kenapa baru sekarang tidak kemarin saat diumumkan. Tapi kami tidak melihat politis," sambungnya.
Kaji Penonaktifan
Komjen Budi Gunawan, Kalemdikpol yang juga calon tunggal
Kapolri, ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap oleh KPK. Status aktifnya di
kepolisian tengah dikaji pasca penetapan hukum jenderal bintang tiga tersebut.
“Tentu saja melalui proses, ada di Dewan Kebijakan yang
dipimpin Wakapolri," kata Kapolri Jenderal Sutarman di Mabes Polri,
Jakarta, Selasa (13/1).
Namun demikian, Polri akan menghormati penyidikan yang
dilakukan KPK kepada Komjen Budi Gunawan. Selain juga menghormati asas praduga
tak bersalah.
“Tentu kami hormati asas praduga tak bersalah untuk kita
menunggu proses hukum yang dilakukan KPK," kata Sutarman.
Isu Rekening Gendut
Penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri oleh Presiden Joko
Widodo, sejak awal menuai banyak pertanyaan hingga kritik publik. Paling santer
adalah isu rekening gendut Budi Gunawan dan belakangan Budi ternyata sudah
dapat 'rapot merah' saat penyusunan kabinet. Lalu mengapa tetap diajukan?
“Kami tahu bahwa ada isu-isu tentang rekening gendut dari
perwira-perwira tinggi kepolisian termasuk Pak BG tetapi sampai Presiden membuat
surat ke DPR tentang pencalonan Pak BG saat itu tidak ada status hukum,
tindakan hukum apapun terhadap Pak BG oleh seluruh aparat penegak hukum. Jadi
dengan menggunakan asas praduga tak bersalah, Presiden kemudian mencalonkan pak
BG," terang Seskab Andi Widjajanto.
Andi menjelaskan, selain tidak ada status hukum terhadap
Komjen Budi Gunawan, Presiden Jokowi dalam menunjuk calon kaporli juga telah
meminta rekomendasi dari Kompolnas. Dan saat itu tidak ada 'warning' dari
Kompolnas untuk nama Budi Gunawan.
“Kompolnas memberikan nama empat kepada Presiden itu adalah
perwira-perwira bintang tiga yang masa jabatannya masih dua tahun ke depan.
Presiden juga sudah menerima biodata, CV, track record dari masing-masing
calon. Dengan pertimbangan Kompolnas tersebut maka Presiden mencalonkan Pak BG
sebagai calon tunggal Kapolri," ujarnya.
Sementara terkait tidak melibatkan KPK dan PPATK dalam
pengajuan calon Kapolri, Andi menegaskan bahwa sesuai UU No.2 tahun 2002
tentang kepolisian, tidak ada kewajiban presiden memitna pertimbangan KPK dan
PPATK.
“Undang-undang itu yang wajib bagi presiden adalah
pertimbangan dari kompolnas," tegas Andi.
“Jadi Presiden sekarang sedang mempertimbangkan tentang proses pencalonan pak BG kedepan ini," imbuhnya pasca penetapan Budi sebagai tersangka rekening gendut.(dtk/lee)
“Jadi Presiden sekarang sedang mempertimbangkan tentang proses pencalonan pak BG kedepan ini," imbuhnya pasca penetapan Budi sebagai tersangka rekening gendut.(dtk/lee)
Kertas besar yang ditunjukkan KPK saat penetapan tersangka Komjen Budi |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar