Halaman

Rabu, 02 Juli 2014

BI Jambi Catat Pertumbuhan Ekonomi Jambi Triwulan I 2014




JAMBI - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi mencatat pertumbuhan ekonomi Jambi Triwulan I 2014 pada sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran mencapai 8,37 persen (yoy). Angka ini meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy), serta lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional 5,21% (yoy). 

R MANIHURUK, Jambi

Namun demikian, secara triwulanan perekonomian Jambi pada triwulan I-2014 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 1,94% (qtq) menjadi 0,46% (qtq). Dari sisi penggunaan, peningkatan perekonomian Provinsi Jambi utamanya disebabkan oleh meningkatnya ekspor sebesar 18,33% (qtq) dan konsumsi lembaga swasta nirlaba sebesar 15,05% (qtq), (lihat grafik 1.1. dan 1.2).

Ihsan W Prabawa
Demikian dikatakan Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi Ihsan W Prabawa, dalam surat elektroniknya yang diterima Harian Jambi, Selasa (1/7). 

Disebutkan, sementara pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan laporan menunjukkan adanya perlambatan yang cukup signifikan yaitu sebesar -19,48% (qtq) sejalan dengan masih banyaknya proyek pemerintah yang berada dalam tahap pengadaan (belum memasuki tahap pembayaran).


Dari sisi lapangan usaha, masih tingginya pertumbuhan sektor listrik, air, dan gas, sektor industri pengolahan, serta sektor bangunan masing-masing sebesar 2,61% (qtq), 2,22% (qtq) dan 2,20% (qtq), menjadi pendorong pertumbuhan perekonomian Jambi. 

Namun demikian, sektor pertambangan dan penggalian yang tumbuh negatif sebesar -4,69% (qtq) menyebabkan tingkat pertumbuhan Jambi pada triwulan laporan menjadi relatif terbatas. 

Disebutkan, perekonomian Jambi pada triwulan laporan menghasilkan output Rp 23,39 triliun atau 0,96% dari perekonomian Indonesia (Rp 2.401,2 triliun). Struktur perekonomian Jambi pada triwulan I-2014 menunjukkan bahwa sektor primer masih menjadi penyumbang terbesar PDRB Provinsi Jambi yaitu 45,20%, diikuti sektor jasa-jasa (tersier) sebesar 37,38% dan sektor sekunder sebesar 17,42%. 

PDRB Sisi Lapangan Usaha 

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi tahunan Jambi di triwulan laporan utamanya disumbangkan oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,42% (yoy) dan sektor bangunan 9,90% (yoy).  

Tingginya pertumbuhan sektor perdagangan, hotel dan restoran tersebut utamanya terjadi pada sub sektor perdagangan besar dan eceran (13,96%(yoy)) sejalan dengan momen/masa Pemilu Legislatif.

Sementara itu, pertumbuhan pada sektor bangunan yang cukup signifikan utamanya disebabkan oleh peningkatan investasi properti, seperti pengembangan perumahan, pusat bisnis, dan perhotelan oleh perusahaan swasta berskala nasional/internasional termasuk juga peningkatan kapasitas bandara dan pembangunan beberapa proyek pemerintah lainnya. 

Sektor Pertanian dan Perkebunan 

Dikatakan, nominal PDRB Provinsi Jambi atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp 23,39triliun yang secara sektoral masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 29,55%. 

Sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 17,74% serta sektor pertambangan dan penggalian sebesar 15,65%. Dengan demikian, struktur ekonomi regional dalam jangka pendek relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat grafik 1.3). 

Menurut Ihsan W Prabawa, produksi sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan menunjukkan kinerja yang baik dengan tumbuh 7,15% (yoy) atau 1,49% (qtq), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu (6,87% (yoy) atau 0,67% (qtq). 

Meningkatnya pertumbuhan sektor pertanian tersebut disebabkan oleh meningkatnya produksi tanaman bahan makanan serta tanaman perkebunan. Cuaca yang kondusif selama triwulan laporan menjadi faktor yang mempengaruhi peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi tanaman bahan makanan.  

Disebutkan, sementara peningkatan produksi tanaman perkebunan disebabkan oleh meningkatnya produktivitas dan meningkatnya harga jual komoditas sawit sehingga menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. 

“Produksi tanaman bahan makanan di triwulan laporan menunjukkan pertumbuhan sebesar 1,03% (qtq) atau 9,40% (yoy). Peningkatan produksi tersebut memberikan insentif positif bagi petani, hal tersebut tercermin pada peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP),” katanya.  

Rata-rata NTP Triwulan I-2014 dibandingkan NTP Triwulan IV-2013 naik 720 bps dari 90,94 menjadi 98,14. Meningkatnya NTP tersebut disebabkan mulai membaiknya harga jual terutama pada tanaman perkebunan serta insentif positif yang diperoleh petani dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah.  

Selain faktor tersebut, perubahan tahun dasar dalam penghitungan NTP per Desember 2013 (menggunakan tahun dasar 2012=100) yang dilakukan oleh BPS turut memberikan andil dalam peningkatan NTP.  

“Meskipun NTP triwulan laporan mengalami peningkatan, ketergantungan petani hanya pada satu sumber pendapatan saja, menjadi faktor resiko yang perlu diperhatikan karena penurunan harga komoditas yang disertai dengan penurunan tingkat produksi akan berdampak pada penurunan kesejahteraan mereka. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan kepada petani untuk memulai menjalankan program pertanian terpadu,” kata Ihsan W Prabawa.

Ihsan W Prabawa menambahkan, sub sektor perkebunan yang menyumbangkan output sebesar Rp 3,86 triliun dengan pangsa 16,48% dari total PDRB Jambi mengalami pertumbuhan positif sebesar 6,09% (yoy).  

Secara triwulanan, pertumbuhan produksi perkebunan tumbuh relatif lebih tinggi yakni 2,17% (qtq) dibandingkan triwulan lalu (0,12%(qtq)). Membaiknya harga jual komoditas perkebunan terutama sawit mampu memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan sektor perkebunan. 

Harga kelapa sawit di Jambi pada triwulan laporan terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga mencapai harga tertinggi selama 3 (tiga) tahun terakhir. Harga rata-rata TBS usia 10 tahun Rp 2.005,80/kg, meningkat 9,83% dari harga triwulan lalu.
  
Sementara itu harga CPO di Jambi sebesar Rp 8.724,12/kg atau meningkat 5,61%. Sejalan dengan harga di Jambi, harga rata-rata CPO di tingkat internasional, juga menunjukkan perbaikan yakni sebesar USD 801,25/metrik ton atau meningkat 2,43% dibandingkan triwulan sebelumnya.  

Jika dibandingkan dengan tahun 2013, harga TBS Jambi saat ini meningkat signifikan 49,48%, sejalan dengan harga CPO dunia yang juga meningkat sebesar 6,07%, (lihat grafik 1.5 Perkembangan Harga CPO, Inti dan TBS 10 Tahun di Provinsi Jambi) dan (grafik 1.6 Perkembangan Harga Bokar di Provinsi Jambi). 

Relatif meningkatnya harga kelapa sawit di Jambi disebabkan oleh beberapa hal: 1.) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD sehingga harga di dalam negeri menjadi meningkat, 2.) meningkatnya jumlah pabrik kelapa sawit (PKS) sehingga terjadi peningkatan permintaan terhadap TBS. 

Meskipun harga CPO lokal maupun internasional terus mengalami peningkatan, kebijakan anti dumping duties biofuel di Uni Eropa perlu menjadi perhatian karena berpotensi menurunkan ekspor CPO ke negara-negara anggota Uni Eropa serta berpotensi menurunkan kembali harga CPO internasional. 

Menurut Ihsan W Prabawa, berbanding terbalik dengan harga kelapa sawit, harga bokar di Jambi justru mengalami penurunan dari rata-rata Rp 23.205/kg menjadi Rp 21.176/kg (turun8,74%(qtq)).  

Hal ini sejalan dengan penurunan harga karet di tingkat internasional sebesar 16,28% menjadi USD 216,17/cent. Apabila dibandingkan dengan harga tahun 2013, harga bokar di Jambi turun lebih dalam dan mencapai 16,44% (yoy). Tren menurunnya harga karet internasional serta melimpahnya stok karet di pasar global menjadi salah satu faktor penyebab turunnya harga bokar tersebut. 

Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya tumbuh 4,85% (yoy), turun dibandingkan triwulan lalu (5,58% (yoy)). Sejalan dengan itu, sub sektor kehutanan menunjukkan pertumbuhan yang melambat dibanding triwulan lalu yaitu dari sebesar 4,65% (yoy) menjadi 4,46% (yoy). Sementara sub sektor perikanan tumbuh 7,42% (yoy), lebih tinggi dari triwulan lalu (7,34%yoy).

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbangkan output perekonomian sebesar Rp 4,15 triliun (pangsa 17,74%) yang terdiri atas tiga sub yaitu perdagangan besar dan eceran (93,26%), hotel (1,20%) dan restoran (5,53%).  

Menurut Ihsan W Prabawa, pertumbuhan sektor ini mencapai 13,42% (yoy), dengan andil pertumbuhan 2,49% yang utamanya didukung oleh tingginya perkembangan perdagangan besar dan eceran di Jambi (13,96% (yoy) atau 1,24% (qtq)). Maraknya kampanye menjelang Pemilu Legislatif mendorong tumbuhnya sub sektor perdagangan tersebut. (baca Grafik 1.7. Tingkat Hunian Hotel). 

Sementara itu, sub sektor hotel menunjukkan peningkatan sebesar 1,26% (qtq) atau 10,70% (yoy). Sejalan dengan pertumbuhan sub sektor perdagangan, maraknya kegiatan kampanye menjelang Pemilu Legislatifdi Provinsi Jambi berdampak pada tingginya tingkat hunian hotel. 

Rata-rata tingkat hunian hotel di triwulan laporan sebesar 44,87%, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun lalu (42,56%). Jumlah tamu menginap pada triwulan laporan juga meningkat signifikan sebesar 18,80% (yoy) menjadi 65.742 orang.  

Peningkatan jumlah tamu menginap terbesar terjadi pada bulan Maret bersamaan dengan masa kampanye yang telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.(*/lee)
 
Grafis Ari/Harian Jambi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar