Halaman

Rabu, 07 Mei 2014

Prosedur Askes Melebur Jadi BPJS Masih Banyak Kendala

BPJS Cabang Jambi-Foto Rosenman M

Lembaga Asuransi Kesehatan (Askes) yang pernah kita kenal, kini melebur jadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS diharapkan dapat mengatasi masalah soal kesehatan  yang merupakan masalah pokok yang kerap dijumpai di tengah-tengah masyarakat. Masalah kesehatan sangatlah krusial. Tidak heran kalau di negara-negara berkembang seperti Indonesia kondisinya kesehatan rakyatnya masih menyedihkan, karena biaya kesehatan memang tergolong mahal.

Berkaca dari negara maju, biaya kesehatan yang besar ini sebagian ditanggung oleh negara sehingga masyarakat tidak terlalu terbebani dengan nominal yang besar saat berobat. Bukan saja dana yang ringan, sistem kesehatan yang tidak ‘ribet’ juga membuat masyarakat yang berobat tidak kerepotan dan merasa nyaman ketika memeriksa kondisi kesehatannya.

Di Indonesia sudah memberikan terobosan tentang jaminan kesehatan bagi masyarakatnya. Adalah BPJS yang menjadi wadah pemberian jaminan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Program yang baru diluncurkan sejak awal Januari 2014 lalu, ternyata mendapatkan berbagai respon, baik respon positif maupun negatif dari masyarakat.

Masyarakat masih banyak dibingungkan
oleh sistem baru ini. Pada dasarnya, BPJS Kesehatan ini adalah bentuk baru dari PT Askes, yang selama ini menjadi asuransi kesehatan masyarakat.

Namun, yang membedakannya di sini adalah, BPJS mengayomi seluruh pemilik hak jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh negara. Bukan hanya Askes saja yang diayomi, tapi Jamkesmas dan Jamkesda juga diayomi oleh BPJS. Selain itu, Jamsostek kesehatan non kecelakaan kerja dan jiwa juga ditangani oleh BPJS Kesehatan ini.

Tapi ternyata, sosialisasi yang dilakukan belumlah maksimal. Masih banyak kekurangan yang terjadi di lapangan. Bukan hanya sosialisasi yang kurang maksimal, tapi kendala-kendala masih dijumpai di lapangan.

Dari penelusuran Harian Jambi, bahwa masih ada kesimpangsiuran informasi yang terdapat di lapangan. Salah satunya yaitu tentang penggunaan kartu Askes yang selama ini digunakan untuk berobat. Seorang ibu berinisial RA ketika berobat menggunakan kartu Askes ternyata ditolak dengan bermacam alasan.

“Saya ditolak karena katanya sekarang pakai BPJS bukan Askes lagi, jadi saya harus mendaftarkan anak saya yang sakit ke BPJS, padahal anak saya ini sudah terdaftar di Askes saya juga,” katanya.

RA juga mengatakan bahwa Askesnya tidak berlaku untuk RSUD Abdul Manap Kota Jambi karena dirinya merupakan PNS Muarojambi. “Juga saya ditolak karena alasan saya PNS Muarojambi, bukan Kota Jambi, padahal domisili saya di Kota Jambi dan kondisi anak saya saat itu darurat dan harus cepat dilarikan ke IGD,” ujarnya.

Ia mengatakan, pada saat masuk ke IGD dirinya mengatakan menggunakan Askes kemudian ditindaklanjuti penanganannya. Namun pada saat pembayaran dirinya dikejutkan dengan biaya yang besar dan tidak dapat digunakannya kartu Askes, sehingga dirinya harus membayar penuh.

“Pada saat masuk tidak ada yang mengarahkan saya untuk lapor ke BPJS, biasa-biasa saja,” ujarnya. Hal ini tentu menggambarkan salah satu kasus kurangnya sosialisasi oleh BPJS.

Askes Masih Berlaku

dr Fahrurazi MKes Kasi Pemeliharaan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
Kini yang menjadi polemik saat ini adalah bagaimana status pemegang kartu Askes dan jaminan kesehatan lainnya yang sudah keluar sebelum BPJS ini. Menurut Kasi Pemeliharaan Kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, dr H Fahrurazi MKes, kartu Askes tetap dapat digunakan untuk pasien yang akan berobat di RS.

“Kartu Askes, Jamkesmas, ataupun kartu telah dikeluarkan itu masih berlaku dan dapat digunakan,” ujarnya.

Fahrurazi mengatakan, bahwa BPJS pada dasarnya adalah merangkum semua jaminan sosial kesehatan yang dikeluarkan oleh negara. “BPJS itu sendiri pada dasarnya merangkul seluruh jaminan kesehatan yang dikeluarkan oleh negara selama ini, baik berupa Askes maupun jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin,” ujarnya.

Disebutkan, BPJS sendiri merupakan Askes yang berubah wujud. “Kalau dulu namanya Askes, sekarang semua atribut Askes jadi BPJS Kesehatan semua sekarang,” ujarnya.

Fahrurazi mengatakan bahwa yang nantinya menjadi peserta BPJS yang mendaftarkan baru yaitu mereka yang belum terdata dalam jaminan kesehatan, baik Askes maupun Jamkesmas dan Jamkesda.

“Mereka yang umum yang belum memiliki kartu-kartu Askes, Jamkesmas atau Jamkesda itu harus mendaftarkan ke BPJS, tapi yang sudah ada tidak perlu lagi,” ujarnya.

Kata Fahrurazi, saat ini belum adanya keintegrasian data dari masing-masing asuransi dan jaminan kesehatan ini. “Belum adanya keintegrasian data, ini yang menyebabkan keterlambatan dalam pemprosesannya. Hal ini karena kalau dulu stand masing-masing jaminan kesehatan ini terpisah, kalau sekarang kan jadi satu jadi menumpuk di satu bagian seperti itu,” ujarnya.

Fahrurazi menjelaskan beberapa perbedaan antara BPJS dan Askes yaitu selain BPJS adalah penggabungan berbagai jaminan kesehatan, pada BPJS tidak menyediakan apotek ataupun obat seperti Askes sebelumnya.

“Kalau dulu ada apotek ataupun obat dari Askes, kalau sekarang obat disediakan oleh rumah sakit. Jadi stok obatnya tergantung kemampuan rumah sakit menyediakan. Biasanya yang agak terkendala ini rumah sakit milik pemerintah, karena harus melakukan persetujuan pencairan dana dan segala macamnya untuk dapat memenuhi kebutuhan obat itu. Jadi jangan heran, nanti kalau di rumah sakit umum sebentar saja rawatnya, tapi nanti disuruh kembali untuk chek up, ya atas alasan itu tadi, jangan sampai kehabisan stok obat,” ujarnya.

Pengobatan BPJS

Menurut Fahrurazi, BPJS memiliki standar pengobatan yang nanti diklaim. “Misalkan penyakitnya usus buntu membutuhkan dana sekitar Rp 6 juta rupiah, namun dalam penyelenggaraan dari tahap periksa operasi sampai pulang dari rumah sakit ternyata rumah sakit menghitung sampai Rp 8 juta rupiah,” katanya.

Berarti rumah sakit rugi karena yang bisa diklaim yaitu hanya Rp 6 juta sesuai dengan ketentuan. Ini hanya permisalan saja, dan dalam hal ini kecermataan dan keefektifan dan keefisienan rumah sakit lagi dalam menyelenggarakan kegiatannya, sehingga tidak rugi,” ujarnya.

Soal Askes, kata Fahrurazi,  untuk penggunaan Askes akan disesuaikan dengan peraturan baru dari BPJS. “Prosesnya dimulai dengan pengobatan atau proses awal dari dokter atau Puskesmas, sama seperti biasa dan selanjutnya jika diperlukan maka dirujuk ke rumah sakit. Namun, dalam kondisi yang darurat seperti harus langsung ke IGD itu tidak perlu lagi, karena kondisinya darurat,” ujarnya.

Dokter yang juga mengajar di Stikes Harapan Ibu dan Baiturrahim Jambi ini menambahkan, agar para pasien sedang ditangani oleh tim medis, keluarga yang memegang kartu Askes itu mengurus administrasi ke BPJS untuk dibuatkan pengantarnya.

“Jadi sambil nunggu pasien ditangani tim medis, keluarga mengurus administrasi ke BPJS yang ada di rumah sakit setempat untuk dibuatkan surat pengantarnya, agar nanti tidak dibuat status umum dan bisa diklaim. Kalau prosesnya dibiarkan saja nanti terlanjur dibuat umum,” ujarnya.

Banyak Kendala

Untuk rumah sakitnya sendiri, Fahrurazi mengatakan baik menggunakan kartu Askes dapat digunakan di semua rumah sakit yang berada di Indonesia selagi rumah sakit itu terdapat program BPJS Kesehatannya.

“Yang ditentukan hanya dokter keluarga atau puskesmas saja, untuk rumah sakitnya bebas di mana saja baik di kota maupun kabupaten selagi ada program BPJS Kesehatan di rumah sakit tersebut,” ujarnya.

Fahrurazi mengatakan karena ini merupakan program yang baru dijalankan, jadi wajar saja mengalami banyak kendala masalah dan hambatan di lapangan. “Namanya juga program yang baru dijalankan, tentu masih banyak kekurangan yang nantinya akan dibenahi ke depannya. Tidak ada rumah yang baru dibangun langsung siap, pasti nanti ada renovasi dan perbaikan, seperti itu jugalah BPJS ini, kedepannya ini akan lebih baik,” ujarnya.

Disebutkan, termasuklah adanya ketidak-mengertian pegawai rumah sakit akan program ini dan mungkin juga dari BPJS-nya sendiri juga. Fahrurazi mengatakan itu juga akan dibenahi agar seluruhnya mengerti dan dapat membantu mengarahkan masyarakat untuk dapat merasakan program BPJS Kesehatan ini.

“Maklumlah kalau mereka kadang masih bingung, karena daya serap manusia akan informasi tidak sama, ada yang cepat ada yang butuh proses, tapi ke depannya nanti pasti akan diperbaiki dan jadi lebih baik,” ujarnya. (*/lee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar