Halaman

Jumat, 18 April 2014

Trand Masa Kini, Budaya Remaja Senang Nongkrong di Kafe Pinggir Jalan


Budaya Nongkong Remaja di Kafe Pinggir Jalan di Kota Jambi

Pergeseran budaya kini semakin tak terbendung lagi. Tak dapat dipungkiri, budaya nongkrong remaja masa kini semakin diminati. Walaupun ada hal yang positif yang dilakukan oleh para kaum remaja, tapi tetap saja bagi masyarakat awam, akan selalu beranggapan remaja nongkrong di kafe seuatu hal yang negatif.

ANDRI MUSTARI, Jambi

Pagi itu, waktu masih menunjukkan pukul 10.30 WIB. Sekelompok anak remaja yang masih mengenakan seragam sekolah tampak asyik bercerita di salah satu resto made in Amerika di Jambi. Mereka tampak gembira dengan canda tawa sembari minum aroma soda. Remaja lainnya tampak serius menikmati sajian ala Negeri Paman Sam itu.

Gaya remaja seperti itu, tak lagi jarang kita jumpai saat ini, khususnya di Kota Jambi. Gaya ala kebarat-baratan kerap merasuki remaja-remaja masa kini. Kalau tidak seperti itu, katanya dibilang tak gaul.


Kota Jambi dikenal juga sebagai kota yang berkembang dan salah satu menjadi pusat pendidikan yang cukup dikenal bagus di semua kalangan masyrakat, bukan saja dikenal di kalangan masyarakat Jambi. Tetapi juga dikenal di berbagai daerah lain, contohnya Provinsi Riau, Sumatera Selatan dan sebagainya.

Sehingga para generasi muda yang menuntut ilmu pendidikan di Jambi, kebanyakan anak-anak yang di luar daerah. Dengan demikian, didukung dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan kemajuan modernisasi, sehingga pola pikir para generasi muda berubah baik dari segi tingkah laku maupun dari segi pergaulan. 

Ketua  Komunitas Indonesia Bass  Family Chapter Jambi Gono mengatakan, dengan perkembangan teknologi dan modernisasi seperti saat ini, para generasi muda, mau tidak mau harus mengikuti perkembangan itu.

“Karena hal yamg seperti ini juga, merupakan sebuah demokrasi bagi generasi muda, dalam artian bukan kebebasan yang sifatnya ke arah negatif. Melainkan kebebasan dalam berkreasi, salah satu contohnya anak-anak band,” kata Gono.
  
Pada saat ini, para pemuda Jambi, memiliki hobi yang baru, yaitu membentuk sebuah komunitas baik komunitas anak band maupun komunitas yang bersifat oragnisasi kepemudaan. Dan salah satu cara para komunitas untuk selalu bisa berkumpul dengan para anggota komunitasnya masing-masing.

Mereka sering kali mengadakan pertemuan di tempat- tempat yang mereka anggap sederhana, seperti di kafe-kafe  yang ada di Kota Jambi. Menurut Gono, yang mengatakan seluruh komunitas anak-anak Jambi, sering kali nongkrong di kafe-kafe, contohnya di kafe The Trees Kafe, Warung Tuka Late, Jambi Milk dan masih banyak yang lainya dan rata-rata anak muda yang nongkrong di kafe kebanyakan para komunitas anak band,” kata Gono.

Menurut Gono, kafe bukan saja dijadikan sebagai tempat untuk berkumpul ataupun makan-makan, tetapi para generasi muda khususnya yang memiliki komunitas anak band, mereka lebih cenderung menggunakan kafe sebagai tempat inspirasi untuk bisa berkreasi

Kafe sebagai Tempat Inspirasi


Foto Gono Saat Dicafe TokoLate ( Tehok).

Kafe bisa dijadikan tempat untuk mengeluarkan ide-ide dalam membuat sebuah karya lagu maupun musik, dan kafe juga kebanyakan telah memiliki sarana dan prasaran yang cukup memadai untuk bisa dipergunakan oleh para generasi muda khususnya anak band yang ingin menampilkan karyanya.

Hal ini juga disampaikan Gono. “Kafe bukanlah tempat hanya sekedar untuk ngmpul-ngmpul atau makan-makan dengan kawan-kawan, tetapi kafe kami jadikan sebagai tempat inspirasi kami, di saat kami ingin membuat sebuah karya,” kata Gono.

Dengan perkembangan saat ini, kafe-kafe bukanlah tempat yang tersembunyi bagi masyarakat, karena pada zaman dulu, kafe selalu identik dengan hal-hal yang negatif. Tapi saat ini kafe dan warung biasa tidak jauh berbeda.

“Hanya membedakan adalah dari segi sarana-prasarana yang ada di dalamnya. Keberadaan kafe bukan saja hanya ada di kota-kota besar. Kafe untuk saat ini telah berada di setiap daerah dan di  daerah pedesaan,” katanya.

Jimmy, salah satu teman Gono, mengatakan, dengan perkembangan zaman modernisasi, kafe-kafe pun mulai berkembang di kalangan masyarakat, dan dulu orangtua-orangtua kita, kafe itu adalah tempat yang tidak baik.

“Mereka selalu memandang kafe itu negatif, tapi untuk saat ini, di kalangan orangtua pun banyak nongkrong di kafe,” kata Jimmy.

Saat ditanya, biasanya para generasi muda yang nongkrong di kafe identik dengan anak-anak yang memiliki sifat yang hedonis, Gono mengatakan bahwa, apabila ada orang yang beranggapan demikian, maka itu anggapan yang salah.

“Karena kenyataannya berbeda, karena kami yang sering nongkrong di kafe, juga sering tidak memiliki uang yang banyak untuk bisa nongkrong di kafe. Karena kami tidak menjadikan kafe itu sebagai tempat untuk foya-foya, tapi kami jadikan kafe itu sebagai sarana untuk menambah pergaulan,” katanya.

Kafe meluangkan ide-ide kami untuk membuat sebuah karya, begitu juga dengan teman-teman yang lain, komunitas-komunitas yang lain seperti komunitas yang identik dengan otomotif, malah kita berbagi ilmu, antara komunitas yang satu ke komunitas yang lain.

Untuk berkumpulnya mereka tidak selalu setiap hari, dan biasanya mereka berkumpul pada waktu-waktu yang tidak mengganggu jam kuliah, bagi yang kuliah, dan tidak mengganggu kerjaan, bagi yang kerja, sehingga aktivitas yang dimiliki oleh para personel komunitas tidak terganggu.




Jimmy menambahkan, pihaknya nongkrong di kafe tidak selalu setiap hari. “Kami juga memiliki aktivitas masing-masing. Ada yang kuliah dan ada yang sudah bekerja dan telah memiliki keluarga, sehingga kami mencari waktu yang tepat untuk bisa berkumpul dengan tidak menganggu jam aktivitas para anggota,” Jimmy.

Bagaimana dari perkembangan segi pendidikan, apakah ada dampak yang negatif bagi teman-teman yang masih duduk di lembaga pendidikan khususnya bagi teman-teman yang masih duduk di bangku perkuliahan?

Gono menegaskan, dampak yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas komunitas pasti ada. Namun itu tidak mejadikan kendala dalam berkarya. Karena hal yang seperti itu bersifat kepada individual, tergantung orangnya.

“Karena dalam komunitas tidak ada paksaan dalam melaksanakan sebuah pertujukan ataupun dalam melaksanakan sesi latihan. Dalam komuntas, sebuah kebersamaan dan komunikasi yang baik. Hal seperti inilah harus dijaga dan dipertahankan demi terciptanya sebuah hubungan yang harmonis antara komunitas sendiri maupun teman-teman komunitas yang lainnya,” kata Gono.
  
Disebutkan, tradisi anak-anak nongkrong, itu sudah merupakan hal yang tidak dipungkiri di kalangan remaja. Banyak sebenarnya tempat-tempat tongkrongan para anak muda, khususnya di Kota Jambi.

“Baik tempat-tempat eksklusif seperti kafe, diskotik dan malah sekarang yang menjamur di Jambi adalah warung-warung bandrek yang buka di setiap jalan trotoar. Tapi para komunitas kebanyakan nongkrong di kafe,” kata Jimmy.(*/lee)
****

Penilaian Negatif Masyarakat Awam pada Kafe


Pelajar pagi-pagi di Kafe KFC di Trona Jambi. fOTO rOSENMAN MANIHURUK

Seorang psikolog Aulia Suryani mengatakan, tidak dipungkiri budaya nongkrong, walaupun ada hal yang positif yang dilakukan oleh para kaum remaja, tapi tetap saja bagi masyrakat awam, akan selalu mengira itu merupakan seuatu hal yang negatif.

Budaya nongkrong itu sebenarnya kurang mendidik, khususnya bagi budaya ke Timur-an. Budaya nongkrong di kafe itu adopsi dari kehidulan budaya Barat. Namun akibat modernisasi, remaja di Jambi ikut terpengaruh olehnya.

“Ada kata tak gaul, kalau remaja tak pernah nongkrong di kafe. Oleh karena itu, orangtua boleh memberikan kebebasan kepada anaknya, tapi dengan catatan, pengawasan jangan sampai terlupakan,” kata Aulia.

Sementara seorang pemerhati sosial di Jambi, Fatria Dewi menambahkan, dalam perkembangan pergaulan para kaum muda, yang memiliki tanggung jawab penuh adalah orangtua.

Kemudian pemerintah sebagai lembaga penyalur bakat dan potensi yang dimiliki oleh para kaum pemuda. “Seperti anak-anak band yang ingin berkarya, maka pemeritah juga harus memberikan sebuah wadah dan sarana. Untuk mereka menyalurkan bakat mereka, sehingga para remaja khususnya di Kota Jambi, merasa mendapatkan perhatian yang layak, begitupun peran dari orangtua,” ujar Fatria. (ams/lee)(HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI KAMIS 17 APRIL 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar