Halaman

Kamis, 24 April 2014

KEJAHATAN ITU (Kasus Pedofilia di Jakarta Internasional School) KINI TERKUAK

JIS

Seorang guru, apalagi guru TK, seharusnya mendidik anak-anak mengenal dunia, berkomunikasi dengan dunia dengan baik, hingga dia memiliki imaginasi membangun dunia yang lebih baik. 

Willian James Vahey, seorang guru TK dan pernah mengajar 10 tahun di JIS, justru melakukan perbuatan sebaliknya. Di otaknya setiap hari adalah menggilir anak-anak menjadi pemuasan nafsu seksnya yang menyimpang. 

Perbuatannya itu rapi selama puluhan tahun, hingga flesh disknya berhasil dicuri pembantunya dan diserahkan kepada kepolisian Amerika beberapa waktu lalu. 

Peristiwa yang kemudian membuatnya malu dan frustrasi, bahkan melakukan bunuh diri di Luverne, Minnesota, AS, bulan lalu, dua hari setelah seorang hakim
federal di Houston mengatakan bahwa pihak berwenang bisa mencari salah satu flash disk William James Vahey yang diduga berisi foto-foto yang menggambarkan kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Ternyata William James sudah melakukan kejahatan ini di berbagai negara, termasuk Nicaragua dan negara-negara lain. Korbannya, menurut FBI mencapai 90 orang. 

Itu dia kalau polisi, penegak hukum yang profesional. Mampu menunjukkan fakta, dan bekerja berdasarkan fakta. Mereka bergerak cepat. 

Meski William James sudah meninggal, tetapi FBI terus melakukan penyelidikan mengumpulkan fakta, mencari penyebab masalahnya, sehingga diperoleh cara mencegahnya dan suatu ketika masalah yang sama tidak muncul lagi.

Tentu, sangat susah mengakui segala sesuatu yang belum jelas. Kini, laporan FBI sudah terang benderang dan meyakinkan. Ada guru yang melakukan pelecehan kepada anak-anak, termasuk di JIS. 

Pihak JIS sendiri sudah menyadari kesalahan dan kealpaannya dan mulai terbuka untuk menguak kejahatan di sekolahnya. Mendeteksi penderita pedofilia bukan hal yang mudah. 

Bahkan polisi Amerika Serikat, Nicaragua juga kecolongan, kok. Ini yang ditutupi polisi Indonesia dan Mendikbud, seolah mereka sudah bekerja baik, dan dari pihak pemerintah semua sempurna, semua kasus adalah salah lembaga pendidikan. 

Makanya, mereka semua bersikap seperti hakim agung yang tidak bijak. Taunya cuma menghukum, meski tidak memahami apa yang dihukum. Kesalahan seorang guru, hukumlah gurunya.

Dirjen PAUD hanya taunya cuma ngomong tutup sekolahya. Tanggungjawabnya sebagai pejabat apa? Anak SD juga bisa, kalau cuma bilang tutup. 

Polisi Indonesia lamban. Meski lamban, kita juga berterima kasih karena memberikan perhatian besar atas kasus ini. Meski publik sempat berpeluang menghakimi, sesuai dengan kepentingannya. 

Semoga dengan temuan-temuan baru ini, kita semakin paham kelainan seks yang diidap para guru TK ini. Bayangkan puluhan tahun dia mampu menyembunyikan aksinya. Artinya, tidak mudah untuk mendeteksinya, dan kita semua harus concern. 

Semoga pemerintah kita, polisi kita dan masyarakat kita makin pintar. Tidak goblok-goblok amat seperti yang sekarang ini dipertontonkan di televisi. Semua emosional, tanpa mampu memecahkan persoalan yang sebenarnya. 

Ini semua tanggungjawaba Mendiknas dan Kepolisian.Mereka memiliki pengawas, sayangnya tidur nyenyak, sontoloyo, kata Prof Dr Sahetapy.

Dimana kalian selama ini? Jangan cuma cuap-cuap di TV, dan kebakaran jenggot kalau sudah ada masalah.
Dirjen PAUD, Dinas Pendidikan buat apa untuk pembinaan sekolah itu. Tidak ada alasan sekolah itu tertutup, bongkar saja, kalau kalian memang jujur!. 

Kita semua harus sadar, masalah kita bukan hanya soal JIS, Itu hanya sebongkah dari gunung es persoalan pelecehan seksual anak. 12 provinsi di Indonesua kini punya kasus yang sama, 3000 anak setiap tahun mengalami pelecehan seksual oleh guru-guru dan pegawai sekolahnya. Komisi Perlindungan Anak sudah berbusa-busa mulutnya ngomong soal ini. 

Di sana ada orang-orang seperti "William James Vahey" yang siap mengancam kelangsungan hidup generasi mendatang. Mata, telinga polisi, mata, telinga Mendiknas arahkan juga ke sana. Jelaskan kepada masyarakat, apa yang sudah dilakukan kepolisan, Mendiknas atas laporan itu. 

Pemerintah (Mendiknas) dan kepolisian ditantang mendudukkan persoalannya dan mempertontonkan masyarakat cara penyelesaiannya, dan hasilnya. 

Alasan konyol selalu muncul di media dari pihak pemerintah. "Sekolah itu tertutup". Kalian dibayar untuk apa?. Tugas pemerintah adalah melindungi seluruh warga, melindungi orang-orang, lembaga-lembaga pendidikan yang mencerdaskan bangsa. 

Kalau tidak ada ijin, itu salah pemerintah dan polisi. Kenapa diam, kenapa dibiarkan?. Konyol sekali.
Sudah rahasia umum, pengawas datang, tapi ujung-ujungnya "amplop", kasi uang transport, diam. Apa yang mau selesai?. 

Pelajaran berharga bagi kita semua, dan dukunglah memberantas kejahatan ini sampai tuntas, termasuk masalah PAUD, sekolah internasional, dan sekolah-sekolah nasional di tempat lain.(Sumber FB: Jannerson Girsang Medan 24 April 2014)
******
 (Kumpulan Berita Kasus Kasus Pedofilia di Jakarta Internasional School dari www.detik.com)

Kasus Kekerasan Seksual di JIS Jadi Sorotan Internasional 

Jakarta - Kisah kasus kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS) kini mendunia. Sejumlah media asing menyorotinya. Bahkan kasus ini disebut membuat kalangan ekspatriat khawatir.

Beberapa media yang menulisnya adalah Sydney Morning Herald dan beberapa media di Asia dan Belanda. Khusus di Sydney Morning Herald, ada ulasan cukup panjang karena rupanya sang penulis, Michael Bachelard, memiliki dua anak yang bersekolah di JIS.

Pengacara korban, OC Kaligis, menyebut kasus di sekolah elite sudah menjadi pembicaraan serius.

"Ini kan bukan lagi masalah di lokal lagi, tapi ini sudah masuk laporan di Belanda dan masuk koran-koran di Australia. Ini menyangkut dua hal, perlindungan anak dan HAM pendidikan," kata Kaligis saat mengajukan gugatan perdata bagi JIS dan Kemendikbud di PN Jaksel, Senin (21/4/2014).

"Oleh karena itu, ini masalah serius sekali. Ini masalah kan menghilangkan barang bukti, menghentikan outsourcing, katakanlah ada surat-suratnya," ucapnya.

Kaligis lalu menggugat perdata untuk menutup JIS secara permanen. Selain itu, Kaligis juga menggugat Kemendikbud karena dianggap lalai.

Wakili Keluarga Korban Sodomi, OC Kaligis Gugat JIS Secara Perdata

Pengacara korban kekerasan seksual di Jakarta International School (JIS), OC Kaligis, menggugat perdata sekolah tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dia meminta JIS untuk ditutup.

"Ini (gugatan) perdatanya. (Untuk menutup) Bagian TK-nya, kan nggak ada izinnya," kata Kaligis.

Kaligis bersama timnya datang ke PN Jaksel, Jl Ampera Raya, sekitar pukul 10.00 WIB, Senin (21/4/2014). Dia mendaftarkan gugatan perdata dengan nomor pendaftaran 226/Pdt.G/2014 tertanggal 21 April 2014.

Kasus pencabulan di sekolah elite ini merebak sejak dua pekan lalu. Belakangan diketahui bahwa TK JIS belum memiliki izin operasional.

Kemendikbud akhirnya membuat keputusan untuk menutup sementara TK tersebut. Para siswa diminta untuk diliburkan sampai persyaratan selesai.

Polda Metro Jaya telah menetapkan dua petugas cleaning service yang menyodomi bocah 5 tahun di sekolah elite itu sebagai. Keduanya dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Mereka terancam 15 tahun penjara.

OC Kaligis: JIS Hilangkan Barang Bukti 

Pengacara korban sodomi di JIS, OC Kaligis kesal bukan kepalang. Dia menuding Jakarta International School (JIS) menghilangkan barang bukti (barbuk) dengan memberhentikan semua cleaning service.

JIS selama ini mempergunakan jasa ISS untuk petugas cleaning service.

"Semua cleaning service-nya diberhentikan. Ini jelas menghilangkan barang bukti. Mereka sengaja menghilangkan barang bukti dan menghalang-halangi pemeriksaan. Sudah salah malah dikasih lagi gula-gula. Saya jengkel juga ini," ujar Kaligis.

Kaligis mengatakan itu dalam jumpa pers bersama Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kemendikbud, Lidya Freyani, kedua ortu korban, pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, Sekjen KPAI Elfrida di Griya Dewantara, Jl RS Fatmawati No 16-18 Jaksel, Sabtu (19/4/2014).

Kaligis menambahkan, pihak JIS juga mengubah toilet, tempat bocah 6 tahun disodomi. Dengan mengubah toilet, Kaligis menilai, pihak JIS menghilangkan barang bukti.

"Sekarang barang buktinya sudah nggak ada. Karena sudah diganti toiletnya itu," tuturnya.

Pihak JIS, lanjut Kaligis, juga melarang-larang orangtua murid lainnya berbicara pada pemerintah. Padahal orangtua murid lainnya akan mengadakan pertemuan dengan orangtua korban pada Senin atau Selasa mendatang.

"Tapi dari sms/email yang masuk melarang semua orangtua berkumpul atau berbicara ke pemerintah tanpa ada izin dari JIS. Ini membuat kami terhambat karena kami mau memberikan perlindungan darurat kepada anak," ucap Kaligis.

Upaya konfirmasi kepada pihak JIS terkait tudingan Kaligis belum direspons sejauh ini. Namun Kepala Sekolah JIS, Tim Carr, dalam pernyataan persnya menyatakan, siap bekerjasama dengan pihak mana pun terkait masalah ini.

"Kami akan terus bekerja sama secara erat dengan Kementerian Pendidikan, pihak kepolisian dan institusi pemerintahan lainnya demi tercapainya jalan keluar yang terbaik. Fokus utama kami selama ini dan ke depannya adalah untuk mengedepankan kesejahteraan siswa dan keluarganya, serta keamanan dan keselamatan dari komunitas sekolah kami," papar Carr.

Polisi sebelumnya mengatakan, sudah menyelidiki toilet tempat peristiwa pilu itu terjadi. CCTV juga sudah dipasang di depan area toilet.

Pemerintah Harus Tinjau Ulang Sekolah Internasional

 Kasus pelecehan seksual terhadap siswa Taman Kanak-kanak (TK) Jakarta International School (JIS) harus diusut secara tuntas. Pemerintah juga didesak untuk meninjau ulang keberadaan sekolah internasional.

"Kami sangat menyesalkan terjadinya kasus tersebut, hal ini tentu saja mencoreng dunia pendidikan di negeri ini. Berharap pengusutan kasus ini berjalan dengan baik hingga tuntas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukum yang berlaku.” ujar Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani lewat rilis yang diterima, Rabu (23/4/2014).

Muzani berharap dengan adanya kasus ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan segera melakukan peninjauan ulang terhadap sekolah-sekolah berlabel Internasional.

"Saya rasa pemerintah melalui Kemendikbud perlu melakukan review terhadap sekolah-sekolah asing yang berlabel internasional. Dalam kasus TK JIS bahkan sekolah yang bersangkutan tidak memiliki izin operasional," terangnya.

"Oleh karena itulah perlu dicek juga apakah sekolah-sekolah asing yang lain juga mempunyai izin operasional, jangan sampai karena ada label internasional dan asing maka ekolah-sekolah tersebut bisa bertindak seenaknya, Kemendikbud juga jangan bersikap permisif terhadap sekolah yang melanggar aturan. Jika sekolah tersebut berdiri di wilayah Indonesia, maka aturan lokal harus ditaati sepenuhnya," tambahnya.

Saat ini polisi telah menetapkan dua tersangka yang merupakan petugas cleaning service dari perusahaan outsourching penyedia jasa kebersihan PT ISS Indonesia. Mereka sudah bekerja di JIS sejak satu tahun terakhir. Kedua tersangka melakukan perbuatan cabul itu di dalam toilet, ketika korban hendak buang air kecil. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, kedua tersangka memiliki bakteri yang identik dengan bakteri yang ada pada anus korban.

Status tersangka Awan sendiri sudah menikah dan memiliki seorang anak, sementara tersangka Agun masih lajang. Polisi pernah merilis beberapa waktu lalu, bahwa kedua tersangka memiliki kelainan seksual jenis homoseksual.

Ibunda Korban: Sudah Bayar Rp 20 Juta/Bulan, Ternyata TK JIS Tak Berizin

Orang tua mana yang tidak pilu melihat kondisi trauma anak pasca kasus pelecehan seksual yang baru dialaminya di TK Jakarta International School (JIS). Apalagi setelah mengetahui sekolah yang dibayar mahal setiap bulannya itu ternyata tak berizin.

"Nanti (anak) saya pindah sekolah. Apalagi setelah ada statement sekolah, apa kah ibu nggak malu kalau anaknya kembali ke sekolah kita (JIS) kemudian teman-teman ledekin dia. Saya bilang, siapa yang mau kembali ke sekolah Anda. Begitu sombongnya Anda berpikir anak saya akan kembali ke sana, memang sekolah itu saja yang internasional," ucap ibu tersebut dengan nada penuh emosi.

Hal ini diungkapkan usai konferensi pers di Griya Dewantara, Jl RS Fatmawati No 16-18, Jaksel, Sabtu (19/4/2014).

Dia ditemani suaminya mengaku kecewa dan merasa tertipu oleh keamanan sekolah bertaraf internasional tersebut. Terlebih, setelah terkuak kalau dari tahun 1992 TK JIS belum memiliki izin operasional.

"Iyalah, kamu mau masuk tidak ada izin, bayar Rp 20 jutaan mau perbulan, itu makanya jengkel saya. Merasa dikhianati," lanjutnya.

Sang Bunda juga membantah keras tudingan pihak sekolah yang mengatakan kondisi keluarganya tidak harmonis. Sehingga, anak bisa mengalami kasus kekerasan seksual.

"Karena keadaan rumahnya harmonis, mental anaknya bisa cepat sembuh. Jadi apa yang dibilang JIS soal saya dan suami tidak harmonis terbantahkan. Tanya saja Kak Seto, beliau nggak mungkin bohong," tegas perempuan yang mengenakan kemeja putih dan celana jeans ini.

"Betapa sombongnya petinggi-petinggi JIS itu bilang ke ibu korban. Saya memasukkan anak saya bayar bukan mengemis," pungkasnya.

TK JIS Ditutup Sementara, Kemendikbud: Anak-anak Liburkan Saja

Perwakilan Jis dan Kemendikbud
 Kemendikbud memastikan penutupan TK Jakarta International School (JIS) hanya tinggal menunggu tanda tangan Mendikbud M Nuh. Bila surat keputusan sudah terbit, TK itu harus berhenti beroperasi.

"Jadi ya jangan ada proses belajar mengajar. Anak-anak liburkan saja dulu," kata Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUDNI) Lydia Freyani Hawadi saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (18/4/2014).

Surat keputusan itu kemungkinan terbit paling lambat hari Selasa (22/4) mendatang. Keputusan ini hanya ditujukan untuk TK, bukan jenjang yang lain.

Ditambahkan Lydia, bila nantinya JIS sudah bisa melengkapi persyaratan izin pendirian dan penyelenggaran, maka TK bisa kembali beroperasi. Selama itu belum dipenuhi, maka tidak boleh ada kegiatan belajar mengajar.

"Kalau dia cepat, maka sekolah itu pun bisa beroperasi cepat pula," tambahnya.

Lydia mengimbau agar sekolah-sekolah lain yang memiliki TK dan belum berizin harus segera melengkapinya. Contoh kasus seperti JIS harus dijadikan pelajaran.

"JIS itu kan dari 1992, kenapa diam saja selama ini? Jangan gitu dong," tegas wanita yang kini sibuk gara-gara kasus kekerasan seksual di JIS tersebut.

TK JIS disorot karena salah satu siswanya menjadi korban kekerasan seksual di toilet sekolah. Pelakunya adalah dua cleaning service yang bekerja di sana. Dalam perkembangannya, keberadaan TK tersebut rupanya ilegal. Izin yang diberikan kepada JIS selama ini adalah untuk tingkat SD hingga SMA.

Dua tersangka cleaning service dari ISS sudah dijadikan tersangka dan ditahan. Mereka terancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

5 Cerita Tentang Sosok Agun dan Awan, Pelaku Sodomi di JIS

 Kasus kekerasan seksual yang dialami oleh bocah di Jakarta International School (JIS) menggegerkan banyak pihak. Bagaimana tidak, sekolah bertaraf internasional yang dikenal memiliki reputasi baik selama ini bisa 'kebobolan' perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh cleaning service dari ISS.

Akibat tindakannya, korban yang baru berusia lima tahun ini mengalami trauma hebat hingga menyebut kedua pelaku sebagai bad man and scary. Dia pun menjadi sangat takut untuk pergi ke toilet. Bahkan ketika berada di dalam rumah, korban tidak mengenakan celana karena tidak ingin pergi ke toilet.

Polisi sudah menetapkan dua tersangka kasus kekerasan seksual di TK JIS. Keduanya adalah Agun Iskandar (24) dan Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20).

Keduanya dikenakan UU Perlindungan Anak dan terancam dipenjara selama 15 tahun. Seperti apa sebenarnya sosok Agun dan Virgiawan itu? Berikut profil kedua tersangka yang tengah mendekam di balik jeruji besi:
 
Tak banyak informasi yang dapat digali mengenai pria ini. Satu hal yang diketahui secara pasti dari para tetangganya, Agun memiliki seorang istri dan anak.

Agun tinggal di sebuah rumah sederhana bercat kuning di kawasan Pondok Aren, Tangerang Selatan. Rumahnya berada di gang sempit dan sederhana dengan tembok menempel satu sama lain.

"Maaf, saya belum bisa ngomong apa-apa," ujar istrinya yang belum diketahui namanya tersebut.
 
 
 
2. Tetangga Bungkam Soal AgunTak banyak yang mau bicara soal sosok Agun Iskandar terkait kasus sodomi yang dituduhkannya. Sebagian besar tetangganya memilih bungkam atau menghindar saat ditanya tentang bapak satu anak tersebut.

Bahkan tiga orang tetangga dekat Agun yang sedang duduk di depan rumah juga langsung beranjak saat ditanya-tanya. Ada yang masuk rumah, ada yang langsung pergi meninggalkan kawasan rumah yang dindingnya berdampingan tersebut. Salah satu dari mereka memberi isyarat kecil dengan telunjuk mengarahkan ke rumah Agun. Kemudian pergi.

"Baru tahu juga (kasus sodomi yang dilakukan tersangka Agun) dari berita. Jangan tanya-tanya tentang itu, kalau rumahnya mah yang itu," ujar seorang wanita paruh baya dengan berbisik sambil menunjuk rumah Agun.
  
3. Awan Dikenal Sebagai Sosok yang PendiamTak banyak yang menyangka di balik pribadinya yang pendiam, Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan bisa berbuat keji pada anak lima tahun di Jakarta International School (JIS). Keluarga pun mengaku kaget begitu mendengar kabar kasus kekerasan seksual tersebut.

Awan diketahui bermukim di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Di rumah sederhana itu ia tinggal bersama neneknya yang bernama Saunih dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.

"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," ujar Saunih tak kuasa menyembunyikan kesedihannya.

4. Awan Tak Punya Pacar
Tak banyak cerita seputar kehidupan pribadinya yang dapat terungkap dari Awan. Keluarganya mengaku, pria yang genap berusia 20 tahun itu jarang 'curhat' tentang masalah pribadi.

"Dia nggak pernah bawa pacar paling teman kerja," kata nenek Awan, Saunih, di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.

Marwadi, paman Awan yang tinggal di rumah tersebut menambahkan, keponakannya tersebut memang jarang ngobrol. Tak banyak cerita soal kehidupan sehari-hari, apalagi masalah kekasih.

 5. Awan Memiliki Masa Lalu yang Kelam
Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih sangat belia, bapaknya pergi meninggalkan dirinya. Lalu dia tinggal bersama ibunya yang bernama Murni.

Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.

Menurut sang paman, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.

"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," tegasnya.

Ini yang Menyebabkan Agun dan Awan Tega Menyodomi Bocah TK di JIS 

Polisi telah menetapkan Agun Iskandar dan Virgiawan Amin alias Awan sebagi tersangka kasus kekerasan seksual pada anak di Jakarta International School (JIS). Pengamat kriminal dan psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menduga para pelaku pernah mendapatkan kekerasan seksual di masa lalunya.

"Dalam sekian banyak kasus kekesaran seksual, pelaku kekerasan seksual pada anak memiliki masa lalu yang suram, dan pernah menerima prilaku yang tak senonoh," kata Reza kepada detikcom, Jumat (18/4/2014).

Reza mengatakan, hal ini menimbulkan rasa dendam, beci dan malu yang tak pernah teratasi sehingga bisa meledak. Sehingga setelah dewasa saat mereka memiliki modal mereka melampiaskan kebencian itu.

"Biasanya berputar-putar dari korban menjadi pelaku. Tapi tidak selalu begitu, ada juga yang korban justru survive dan menjadi aktivis perlidungan anak," katanya.

Reza juga mengatakan perilaku meniru teman juga bisa jadi pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak. "Bisa juga pelaku ini melihat temannya melampiaskan ke anak kemudian dia mengikutinya karena melihat temannya mendapatkan kepuasan," katanya.

Reza menegaskan, dua orang pelaku kekerasan tersebut bukanlah pedofilia karena mereka masih memliki ketertarikan dengan lawan jenis yang dewasa. "Kalau pedofil sama sekali tidak memiliki ketertarikan dengan lawan jenis yang dewasa, mereka hanya suka anak-anak. Kalau mereka ini masih tertarik dengan lawan jenis dewasa," katanya.

Reza menyatakan, para pelaku ini memilih anak-anak sebagai korbannya karena memiliki keterbatasan sehingga tak bisa melampiaskan hasratnya pada lawan jenisnya.

"Mereka ada keterbatasan seperti tak punya uang untuk menikah atau hambatan lainnya sehingga melampiaskan hasratnya ke anak-anak bukan pada lawan jenisnya yang sudah dewasa," katanya.

Saat ditanya mengenai pelaku Agun yang sudah memiliki istri dan anak, Reza mengatakan adanya keluarga tak menutup kemungkinan Agun menjadi pelaku kekerasan seksual ke anak.

"Ini perlu ditelusuri lagi seperti perlu ditanyakan apakah anaknya juga jadi korban pelaku ini dan berapa kali dia melakukan hubungan dengan istrinya. Ini memang pertanyan yang brutal tapi memang dibutukan pertanyaan itu karena kasus ini juga sangat brutal," katanya.

Jadi Pelaku Sodomi, Awan Mendapat Perlakuan Tidak Menyenangkan Saat Kecil? 

Polisi yakin Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) sebagai pelaku sodomi terhadap bocah TK Jakarta International School (JIS). Bukti berupa hasil lab dan pengakuan korban jadi petunjuk utama. Apa kondisi yang melatarbelakangi tindakan tersebut?

Menurut pamannya, Marwadi, Awan menghabiskan masa kecilnya di Nganjuk, Jawa Timur. Di usia yang masih belia, bapaknya pergi meninggalkannya. Lalu dia tinggal bersama sang ibu yang bernama Murni.

Belakangan, ibunya menikah lagi dengan seorang pria lain di Nganjuk. Awan tinggal bersama mereka hingga SMA. Setelah lulus sekolah, pria pendiam itu ke Jakarta untuk bekerja dan diterima di ISS sebagai cleaning service sekitar setahun lalu lalu.

"Dia masuk dari bulan Mei lalu, nggak sampai setahun," kata Marwadi saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).

Saat ditanya apakah Awan punya masa kecil yang kurang menyenangkan, Marwadi mengaku tidak tahu banyak. Yang jelas, Awan disebut tidak pernah mendapat perlakuan kasar apalagi kekerasan seksual.

"Nggak pernah (diberi perlakuan kasar). Kecil biasa kaya anak-anak yang lain," jawab Marwadi.

Kini, Awan dan tersangka lainnya Agun sudah ditetapkan jadi tersangka. Mereka dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 15 tahun penjara.

Polisi sudah melakukan uji lab terhadap dua cleaning service ISS tersebut. Hasilnya ditemukan kemiripan bakteri di tubuh mereka dan korban. Tiga rekan mereka yang diduga ikut terlibat kini masih berstatus saksi.
 

Kepada Keluarga, Awan Tak Mengaku Sebagai Pelaku Sodomi di JIS

Keluarga sempat menjenguk Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) di Polda Metro Jaya tak lama setelah ditangkap. Pada momen itu, Awan meyakinkan keluarga bukan sebagai pelaku sodomi di Jakarta International School (JIS).

"Kemaren pas di kantor polisi ngebesuk saya tanya ke Awan. Kamu benar berbuat? 'Nggak bang'," kata paman Awan, Marwadi, saat ditemui di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jaksel, Kamis (17/4/2014).

Versi keluarga, Awan dijemput pada tanggal 3 April 2014 lalu oleh atasannya di ISS. Sehari setelahnya, ISS mengabarkan Awan ada di Polda Metro Jaya.

"Hasil tes tidak terbukti mengidap herpes. Berarti kan ada pelaku lain," terangnya.

Menurut polisi, Awan sudah mengakui perbuatannya, meski di awal sempat membantah. Bukti kuat polisi adalah bakteri yang ditemukan di kedua pelaku dan di tubuh korban ada kecocokkan.

Tak butuh waktu lama, Awan dan tersangka lainnya Agun pun dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Bila terbukti bersalah di pengadilan, mereka bisa divonis maksimal dengan hukuman 15 tahun penjara.
 

Awan Jadi Tersangka Sodomi di JIS, Ini Reaksi Keluarga

 Tak ada yang menyangka Virgiawan Amin bin Suparman alias Awan (20) bisa berbuat keji pada anak lima tahun di Jakarta International School (JIS). Keluarga pun kaget begitu mendengar kabar kasus kekerasan seksual tersebut.

"Kejadian begini Masya Allah, saya kaget banget lemes dengernya. Sekarang di penjara udah dua minggu dari tanggal 3 April," kata nenek Awan, Saunih, saat ditemui detikcom di kediamannya di kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2014).

Menurut Saunih, Awan belum berkeluarga. Dia tinggal di rumah tersebut bersama nenek dan pamannya Marwadi yang bekerja sebagai petugas keamanan.

Saunih tak berhenti menyiratkan kesedihan saat melihat pemberitaan soal Awan. Alasannya, Awan yang membantu kehidupannya sehari-sehari.

"Saya lemas dengarnya rasanya mao pingsan liat britanya di tv. Dia pendiam. Sehari- hari kerja, tidur. Maen paling jauh ke empang ke warnet ama teman-temannya," sambung Saunih.

Marwadi mengaku sudah menjenguk Awan di penjara. Kondisi keponakannya tersebut sehat, namun memang belum beradaptasi dengan situasi di tahanan.

"Saya sedih liat ibu saya (nenek Awan) sering nangis kalau malam," terang Marwadi.

Awan dan Agun ditetapkan sebagai tersangka sodomi kepada bocah 5 tahun di JIS. Keduanya dijerat dengan pasal pencabulan dan UU Perlindungan Anak. Mereka terancam 15 tahun penjara.

Keduanya sudah ditahan sejak dua pekan lalu. Kepada polisi, awalnya mereka tak mengaku, namun belakangan mengakui perbuatan sodomi kepada bocah tersebut di toilet sekolah JIS.

Hotman Paris Bandingkan Keamanan JIS dan Istana Negara

Saking ketatnya Jakarta International School (JIS) tidak sembarang orang bisa masuk ke area sekolah elite itu. Bahkan, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menyebut sekelas Istana Negara masih kalah dengan JIS pola keamanannya.

"JIS jauh lebih aman dari Istana Negara," sebut Hotman di Coffee Bean Pasific Place, SCBD, Jakarta, Kamis (17/4/2014).

Hotman menilai, peristiwa kejahatan sodomi yang dilakukan oknum pegawai kebersihan sekolah tersebut sebagai bentuk kecelakaan. Pasalnya, sekolah tersebut dirancang dari keamanan pihak luar.

"Di sana seperti kota, sangat tenang di sana. Pihak luar tidak akan mungkin masuk ke sana," kata Hotman.

Tentu menjadi ironik ketika kejahatan itu terjadi di dalam sekolah tersebut. Dia mengandaikan kejadian serupa juga dapat terjadi di Istana Negara yang juga memiliki pola keamanan ketat.

"Karena ini kan bukan serangan dari luar, tapi serangan dari dalam itu sendiri," katanya. 

KPAI Laporkan Temuan 1 Korban Kekerasan Seksual Lainnya di JIS ke Polisi

Korban kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) bertambah menjadi dua. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendatangi Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya untuk melaporkan adanya temuan terbaru korban sodomi di TK JIS tersebut.

"KPAI menerima laporan baru resmi terkait 1 korban lagi. Rencananya hari ini kita bersama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk melaporkan ke polisi untuk menggali kemungkinan ada pelaku lainnya," kata Komisioner KPAI Putu Elvina di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/4/2014).

Elvina berharap, pelaporan korban baru ini bisa menjadi bukti baru dalam kasus kekerasan seksual yang menimpa satu korban berusia 6 tahun, yang saat ini sudah memasuki tahap penyidikan.

Elvina belum bisa memastikan bentuk kekerasan yang dialami korban baru ini. Menurutnya, korban yang juga anak laki-laki itu masih menjalani pemeriksaan kedokteran.

"Nampaknya masih pendalaman, sekarang anaknya masih diperiksa klinis medisnya tapi jelas di situ ada upaya perlakuan kekerasan dari salah satu oknum di lingkungan sekolah," lanjutnya.

Dikatakan Elvina, korban baru ini baru menceritakan pengalaman kekerasan fisik yang dialamainya di sekolah bertaraf internasional tersebut.

"Kekerasan seksual belum dapat kepastian karena belum ada laporan medis, tapi dari pendalaman kami kemarin anak masih bercerita kekerasan fisik sampai saat ini," imbuhnya.

Korban merupakan teman satu kelas dari korban sebelumnya. Belum diketahui secara pasti, kapan kekerasan itu dialami korban.


Belum Transparan


Dalam kesempatan itu, KPAI menyebut JIS belum terbuka soal data-data para guru dan murid-muridnya.

"Dengan JIS masih sama seperti kemarin. Beberapa hal masih belum transparan. Nanti perkembangan ini lebih ke upaya penindakan hukum," ungkap Elvina.

Menurut Elvina, JIS harusnya lebih kooperatif untuk membuka data-data. Hal ini, lanjut dia, akan sangat bermanfaat bagi kepolisian untuk pengembangan kasus terutama kemungkinan ada pelaku lain di dalamnya.

"Pihak JIS bisa lebih kopperatif membuka soal data yang mungkin bisa masuk ke dalam list orang-orang yang bisa dicurigai," katanya.

KPAI juga menyayangkap sikap JIS yang memberikan data yang berbeda dengan data yang diberikan oleh orangtua korban.

"Ada hal-hal yang kita tanyakan yang kita belum mendapat jawaban yang pas tapi kemudian ternyata dari orang tua korban berbeda. Makannya ini harus diklarifikasi oleh pihak JIS agar bisa membuka kasus ini secara maksimal," pungkasnya.

 
Soal Tenaga Pengajar, JIS: Rekrutmen Kami Ketat

 

 Jakarta International School (JIS) menegaskan pihaknya memiliki proses rekrutmen yang ketat dalam seleksi tenaga pengajar di tempatnya. Bahkan JIS mengaku menggunakan kurikulum Indonesia.

"Kami memiliki sistem rekrutmen yang sangat ketat," ujar Kepala Sekolah JIS Tomothy Carr di Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (23/4/2014).

Namun Carr menjelaskan pihaknya masih menunggu hasil investigasi terkait masuknya William James Vahey sebagai tenaga pengajar di sekolah internasional tersebut. Carr menambahkan pihaknya terus bekerjasama dengan pihak FBI untuk mendapat kejelasan seakurat mungkin.

Pada kesempatan itu, dirinya menyebut JIS selalu mengikuti pemerintah soal standard sekolah internasional, termasuk soal adanya tes psikotes untuk menjadi tenaga pengajar di JIS.

"Kita berlakukan hal tersebut ke depannya juga bekerja sama dengan agensi pmerintah," ucapnya.

Saat ini, JIS menangani anak didik sebanyak 200 orang. Dalam sistem pengajarannya, JIS mengaku menggunakan sistem kurikulum nasional.

"Kami sudah bicarakan dengan pihak kementerian dan sesuai dengan kurikulum yg ada di Indonesia," kata Timothy.

JIS Tahu Ada Kasus Kekerasan Seksual, Bahkan Korban Diberi Psikolog

Satu lagi korban pelecehan seksual di TK Jakarta International School (JIS) kembali terkuak. Parahnya pihak guru di JIS pun sudah tahu mengenai kejadian kali ini.

"Berdasarkan galian yang kami investigasi. ternyata guru pun sudah mengetahui ada tindak kekerasan di sekolah," kata Sekretaris KPAI, Erlinda di kantornya, Jl Teuku Umar, Jakarta Pusat, Rabu (23/4/2014).

"Dan ternyata banyak hal yang ditutupi oleh sekolah," lanjut Erlinda penuh sesal.

Menurut perempuan berparas cantik ini, si korban sudah diberi pskiolog untuk menangani kondisi kejiwaannya. Namun mulai saat ini, KPAI akan mengambilalih seluruh pendampingan psikologi bagi korban.

"Akan kami ambil alih," tandasnya.

Bocah ini dengan korban sebelumnya berasal dari satu tingkat yang sama. Bahkan keduanya berkawan.

Korban ini mendapat perlakuan tidak senonoh itu sebanyak tiga kali. Bahkan pelaku ternyata sama dengan yang sudah ditangkap polisi beberapa waktu lalu.

"Salah satu yang pernah dia lihat yang pernah lakukan tindak kekerasan kepada dia itu yang sudah ditangkap sekarang," lanjut Erlinda.

Bocah tersebut memang tidak tahu pelaku lain. Namun bocah ini bahkan menyebut ciri-ciri khusus pelaku yang jumlahnya mencapai tiga.

"The big boys, the blue (baju yang dikenakan)," ungkap Erlinda menjelaskan ciri-ciri pelaku berdasarkan keterangan bocah tersebut.
(Sumber: www.detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar