Halaman

Rabu, 19 Maret 2014

Jangan Eksploitasi Anak Ikut Kampanye


Larangan Parpol Melibatkan Anak-Anak.FOTO IST


Kampanye Parpol sudah dimulai sejak tiga hari lalu. Namun banyak parpol melibatkan anak-anak dibawah umur ikut larut dalam kampanye dengan memakai logo parpol tertentu. Larangan melibatkan anak-anak dalam kampanye diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 pasal 15 tentang Perlindungan Anak,  dan kententuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 15 tahun 2013 tentang Larangan Parpol Melibatkan Anak-Anak.

Pemerhati anak, Eni Eryani menilai, peraturan KPU dan undang-undang tentang Perlindungan Anak sebaiknya direvisi. Pasalnya, kedua peraturan tersebut lebih bersifat subjektif.

“Aturan KPU dan Undang-Undang Perlindungan Anak itu sangat subjektif karena tidak memposisikan diri sebagai orangtua yang memiliki anak dan ingin ikut kampanye,” ujar Eni melalui siaran persnya, Selasa (18/3).


Eni mengakui jika partai politik tidak bisa melarang kadernya yang memiliki anak untuk ikut kampanye. Karena mereka yang memiliki anak, di rumahnya tidak ada yang menjaga sehingga mereka harus membawa anaknya tersebut.

“Ini memang menjadi dilematis bagi orangtua. Dan, parpol juga tidak bisa melarang orangtua yang memiliki anak untuk membawa anaknya berkampanye, karena para orangtua ini memiliki hak untuk ikut kampanye dan menggunakan hak suaranya,” ujarnya Eni.

Seperti diketahui, hari pertama penyelenggaraan kampanye, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai seluruh partai politik melanggar aturan kampanye karena mayoritas parpol melibatkan anak-anak.

Ketua Bawaslu Provinsi Jambi, Asnawi mengatakan, jika ada indilasi yang kuat pelibatan partai politik melibatkan anak dalam artian pihak anak sebagai pihak penghibur dalam kegiatan kampanye politik, maka pihaknya akan menindak hal seperti itu.

Hanya saja yang terjadi di saat ini masyarakat datang sendiri ke area kampanye hal itu yang susah. Karena mereka datang untuk melihat musik yang diadakan oleh peserta kampanye tersebut. Dan hal itu juga harus menjadi kajian bagi penegak hukum.

Disebutkan, partai politik dan pelaksana kampanye harus mengingatkan masyarakat agar tidak membawak anak-anak mereka utuk dalam pergelaran kampanye politik. Biasanya yang banya datang disaat kampenye adalah para simpatisan dari pelaksana kampanye. 

Jadi diharapkan kepada tim agar melarang masyarakat melibatkan anak-anak untuk ikut kampanye politik. “Seharusnya partai politik dan pelaksana kampemnye memberitahukan kepada masyarakat agar anak-anak jangan diikutkan lah,” katanya.

Pihakya juga telah mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pelarangan terhapat pelibatan anak dala kampanye politik. Dalam beberapa pertemuan seperti pertemuan dengan KPU dan pertemuan denga beberapa LSM.

Dalam pertemuan itu pihaknya menyampaikan beberapa larangan kampanye partai politik salah satunya pelarangan pelibatan anak dalam kampanye politik. “Namun kita sama-sama taulah kalau partai politik ini yang dia tau aja tidak dilaksanakan, apalagi yang dia tidak tau,” ujar Asnawi.

Disebutkan, jika ada parpol atau pelaku politik yang dengan sengaja melibatkan anak-anak dalam kampanye politik, seperti misalnya dalam mobil kampanye ada anak dibawah umur.

Maka pihaknya akam memberi sanksi berupa sanksi administrasi. Dan jika hal itu tetap dilakukan maka pihaknya akan memberi sanksi keras kapada partai atau pelaku politik. “Kita akan memberi sanksi kapada partai yang tidak mau mengikuti aturan yang telah ditentukan,” ujarnya.

Parpol Harus Larang Anak-anak

Sementara itu Ketua Pokja Perlindungan Anak Provinsi Jambi, Junaidi T Noor mengatakan, jika peraturan telah menyebutkan bahwa adanya pelarangan melibatkan anak dalam kampanye politik merupakan kawajiban bagi setiap orang untuk mematuhinya.

“Yang namanya UU atau peraturan semunya harus terlibat baik dari parpol masyarakat maupun orang yang bersangkutan. Jadi kita harus mengikuti aturan dari pemerintah, peraturan itukan untuk dijalankan bukan untuk dilanggar,” katanya.

Dia menambahkan, dalam pelarangan kampanye yang sering kali menjadi kasus adalah jika orang tua yang pergi kampanye. Jika ibu-ibu itu pergi anaknya mau dititipkan sama siapa.

“Maka seorang ibu kerap mengajak anaknya dalam kampanye politik. Dalam hal seperti itu anak tidak diikut sertakan, namun jika anaknya ditinggal siapa yang menjaga anaknya. Maka dalam hal ini seringkali ada anak-anak yang berada di tengah-tengah kampanye. Kalau ibunya pergi kampanye, anaknya dititip sama siapa, tidak mungkin kan ditinggal, ya harus dibawalah,” ujarnya.

Disebutkan, dalam hal ini sudah ada pengawasnya seperti Bawaslu, Panwaslu, dan relawan yang memberitahukan kepada masyarakat agar tidak membawa anaknya dalam kampanye politik.

Jadi permasalahan, jika pelaksanaan kampanye yang diadakan di lapangan, yang dekat dengan pemukiman warga, hal itukan mengundang perhatian masyarakat untuk datang melihat kampanye tersebut.

“Terkadang anak-anak yang ada di sekeliling itu datang sendiri tampa orang tuanya. Jika seperti itu siapa yang disalahkan. Jadi kita juga belum tau larang anak ikut kampenya itu seperti apa,” ujarnya.
Kita juga harus melihat aturan yang telah dibuat dari pelaksana yang telah dibentuk seperti pelaksana pemilihan umum dan perangkatnya. Pengawas pemilihan umun dan perangkatnya. 

Masih banyak lagi prangkat-prangkat yang bertanggung jawab dalam hal itu.
Jadi parpol dan pelaksana kampanye mengikuti aturan yang telah ditetepkan. Kerana setiap parpol yang ingin berkampanye melapor kepada polisi misalnya, KPU, Bawaslu. “Saya kira untuk ketetapan itu diserahkan kepada penyelenggaraa
n untuk mengawasinya," katanya.

Masyarakat juga harus menyadari bahwa mengikuti sertakan anak dalam kampanye politik itu dilarang. Untuk pengaruh anak yang ikut kampanye politik bisa dilihat dari dua aspek.
Pertama jika anak-anak ikut beteriak-teriak maka hal itu akan berpengaruh terhadap anak. Namun jika anak-anak yang hadir pada kampanye politik hanya menonton hal itu tidak ada pengaruhnya sama sekali.

“Yang jelas anak-anak akan selalu ingin tau dengan apa yang dilihat orang rame-rame," katanya. Jika anak dilibatkan dalam kampanye akan terpengaruh psikologinya karena di dalam kampanye akan ada janji-janji yang dilontarkan oleh para parpol. 

Tapi kalau di kalangan anak-anak belum banyak mengerti tentang janji-janji itu, namun jika dalam suatu kampanye ada suatu inseden seperti perkelahian maka peristiwa tersebut akan membekas di otak anak.

Dapat menjadi pengalaman buruk bagi anak, hal tersebut nantinya dapat berdampak kepada psikologi anak. “Kalau pengaruhnya tetap ada tapi sejauh mana pengaruhnya itu wewenang ahli jiwa untuk menjawabnya,” ujarnya.

Pihaknya juga selalu menghimbau kepada ibu-ibu dala acara-acara agar tidak membawa anak-anaknya turut serta dalam kampanye politk. Namun jika secara resmi pihaknya mengundang ibu-ibu dalam sosialisai khusus tentang larangan pelibatan anak-anak dalam kampanye polik memang belum dilakukannya.

“Kita juga dari pokja perlindungan anak telah mengadakan sosialisasi larangan terhadap orang tua membawa anak-anaknya dalam kampanye. Namun itu hanya sambilan saja, kalau untuk khusus kita belum," katanya. (*/lee)KAHARUDDIN, Jambi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar