Halaman

Jumat, 28 Februari 2014

Tambal Ban, Usaha Pinggir Jalan, Namun Menjanjikan

Tambal Ban Fajar di Jalan Slamet Riadi Lorong Ampera Telanaipura Kota Jambi.Foto Kaharuddin/Harian Jambi
Sulitnya mencari pekerjaan membuat tidak sedik orang yang memutar pikiran untuk membuka usaha sendiri. Dicap pengangguran tampaknya sudah lazim sekarang ini. Apalagi saat ini sudah banyak sarjana-sarjana yang masi menganggur. Lalu bagaimana nasib orang yang hanya tamat pendidikan bawah SMA atau SMP sederajat

KAHARUDDIN, Jambi

Latar belakang pendidikan tampaknya tak lagi menjadi gengsi saat ini, di tengah ketatnya persaingan untuk mencari kerja. Lulusan SMP atau SMA tak lagi bermimpi untuk bisa jadi karyawan di salah satu perusahaan, jika dilihat dari banyaknya lulusan sarjana masih sulit mencari peluang kerja.

Namun, demikian, tidak putus jalan, jika ada niat untuk tetap berkarya dan bisa menghasilkan rezeki secara halal. Semangat berusaha itulah yang dilakukan Fajar (21) salah seorang yang menekuni usaha tampal ban setelah tamat SMA.
Fajar mengatakan,
pada zaman ini ijazah tidak menjadi tolak ukur untuk medirikan sebuah usaha. Namun yang dibutuhkan saat ini adalah bagai mana seseorang dapat membaca peluang kerja, dan bagaimana bisa berfikir untuk mendirikan usaha.

Menurutnya jika ada kemauan pasti ada jalan selagi memang niat yang tulus untuk berusaha. Meskipun kita sekolah tinggi-tinggi  jika kita tidak bisa membaca peluang usaha. maka, selamanya akan menjadi pengangguran.

“Sebenarnya yang jadi permasalahan sekarang ini adalah banyak orang yang mau kerja enak tapi tidak sesuai dengan ijazah, kalau menurut saya lebih baik buka usaha tampal ban dari pada nganggur," katanya.

Hapus Status Pengangguran

Dia menceritakan pada awalnya juga sebagai pengangguran, karena sulitnya mencari pekerjaan membuatnya berfikir kreatif. Hingga pada ahirnya dia memutuskan untuk membuka usaha tampal ban di pinggir jalan, tepatnya di Jalan Slamet Riadi Lorong Ampera Telanaipura Kota Jambi.

Fajar membuka usaha tempel ban untuk menghapus statusnya seorang pengangguran. Selain menempel ban dirinya juga menjual bensin eceran untuk tambahan penghasilan. “Kalau cuma mengharap penghasilan dari tampal ban aja keuntungan cuma sedik jadi saya jual bensin eceran sebagai tambahannya,” ujar Fajar.

Disebutkan, pihaknya bisa menempel ban dari 6 sampai 8 ban motor perharinya. Setiap penampalan ban dibayar dengan uang sebesar Rp 8000. Menampal ban motor tidak terlalu banyak karena jarang juga ada ban motor yang bocor, selain menampal ban banyak juga pengguna jalan yang menggunakan kendaraan roda empat yang sering singgah menambah angin ban kendaraannya.

Isi Angin Rp 2000

“Dalam sekali pengisian dikenakan biaya sebesar Rp 2000. Banyak juga mobil yang mampir untuk tambah angin tapi itu jarang, yang banyak nambah angin ban motor,” katanya.

Dia menambahkan dalam penambalan ban menghabiskan waktu 10 menit per satu ban, namun jika dalam satu ban bocornya banyak terpaksa diganti karena tidak bisa lagi ditampal.

“Kalau banyak bocornya ban tidak bisa ditampal, jadi disarankan untuk ganti ban dalam motor. Ada beberapa proses dalam penampalan ban seperti membuka ban dalam dari ban luar kemudian mengambil baskom yang berisi air tujuannya agar ban motor yang bocor bisa kelihatan posisi bocornya,” ujarnya.

Setelah ban dilepas dari ban luar kemudian ban diisi angin kembali  namun tidak terlalu kencang kemudian memasukkan ban yang telah di isi angin ke dalam baskom dan ban mulai diputar di dalam air jika air gelembun-gelumbug maka disitulah posisi bocornya.

“Setelah mengetahui posisi yang bocor bocornya kita tandai dengan lidi atau diberi tanda dengan goresan,” kata Fajar. Alat-alat yang digunakannnya adalah kunci-kunci seperti kunci 17 , alat pencungkil ban dan pemanas utuk melekatkan lem pada ban yang bocor dan mesin kompresor.

Setelah dipastikan tampalannya melekat kemudian ban diisi angin kembali lalu dimasukkan ke dalam baskom yang berisi air untuk memastikan tidak ada lagi yang bocor setelah itu dipasang. “Susah juga nempel ban ni tapi mau diapakan lagi dari pada nganggur,” kata Fajar.

Sementara itu Andri, salah satu pengguna jalan yang ban motornya bocor mengatakan, dirinya tak pernah tahu kapan ban motor yang digunakannya akan bocor. Karena sebelum berangkat dari rumah pihaknya tidak memerikasa ban motornya terlebih dahulu.

Penyebab boconya ban bisa diakibatkan oleh kurangnya angin pada ban motor. Dan jika dibiarka akibatnya ban motor bisa bocor. “Penyebab bocor ban biasanya karena sering dipakai dengan kondisi ban yang kurang angin, dan jika terkena paku, atau bahan tajam lainnya," katanya.

Dia menambahkan, jikan ban suda kempes namun dipaksakan untuk dikendarai bisa mengakibatkan
pengkang pada pelak motor dan ban dalam motor tidak bisa ditampal lagi.

Jika sudah demikian mau tidak mau ban dalam motor harus diganti, dan akan mengelurakan biaya yang lebih besar lagi, seharusnya ban hanya ditampal dipaksa terpaksa ganti ban dalam. “Demi kelancaran perjalanan jika tidak bisa ditampal ya harus diganti,” katanya. (*/lee)
*********


Usaha Tambal Ban Sekolahkan Empat Anak 

Tukang Tambal ban di Paal V Kotabaru Jambi
Kota Jakarta memang kejam. Kejam ibu tiri, lebih kejam ibu kota. Demikian pepatah menggambarkan Kota Jakarta. Demikian anggapan K Hutauruk tentang ibu kota Jakarta. Kandas mengadu nasib di Jakarta, dirinya memilih merantau di Jambi.

Hidup memang penuh perjuangan dan ketekunan. Mencari rejeki di tanah rantau tak semudah angan-angan. Butuh kegigihan hingga mengasah kemampuan diri dalam bidang profesi yang ditekuni. Mencari kehidupan di tanah rantau adalah perjuangan yang harus ditorehkan kepada garis keturunan.

Ungkapan di atas menggambarkan perjuangan hidup K Hutauruk, pria kelahiran Sibolga Sumatera Utara tahun 1961, yang berprofesi sebagai tukang tambal ban motor di Jalan Paal V Kotabaru, Jambi selaman puluhan tahun. Tidak mudah bagi Hutauruk memulai usahanya di bidang tambal ban.

Saat berbincang-bincang dengan Harian Jambi, K Hutauruk menceritakan  pengalaman hingga dirinya bisa merantau ke Jambi. Usai menamatkan sekolah dari kampung halaman tahun 1984, dirinya mencoba merantau ke Lampung tempat kakaknya.

Tinggal setahun di Lampung, dirinya memberanikan diri cari pekerjaan di Jakarta. Dirinya juga mencoba melayangkan lamaran keberbagai perusahaan di Jakarta. Akhirnya, tahun 1985 Hutauruk pun diterima bekerja di di PT Bangun Cipta (Kontraktor Jasa Marga).

Dirinya pun dikirim ke Palembang untuk membuka lahan transmigrasi. "Saya saat itu bawa alat berat Buldozer. Saya bekerja di
sana hingga akhir 1986. Terakhir saya kerja ikut menimbun jalan jembatan Bayuasin Sumatera Selatan. Karena ingin di kirim ke Kalimantan, namun gaji tidak sesuai, akhirnya saya beranikan diri ke Kota Jambi," ujarnya.

Di Jambi, awalnya membuka bengkel motor dengan kemampuan minim. Bengkel itu merangkap jual rokok, minyak solar, oli dengan modal Rp 1,5 juta. "Saya saat itu punya anak buah tiga, sembari bos juga merangkap belajar bengkel. Awalnya usaha saya maju.

Kemudian satu persatu anak buah saya pecat karena bersekongkol menipu saya. Namun,
saya mendapat musibah perampokan hingga aset bengkel saya ludes digarong orang,"
tuturnya.

Tapi, Hutauruk tak menyerah disitu saja. Walaupun berulangkali mendapat cobaan hingga nyawanya terancam, Hutauruk tetap berjuang untuk mempertahankan usaha bengkelnya.

“Saat itu saya memakai ilmu pelaris yang saya dapatkan dari orang Sunda. Tapi akhirnya
ilmu itu saya buang dan saya membuka tambal ban motor. Sejak saya buang ilmu itu, hidup saya terasa damai. Usaha saya ini lancar dan anak saya empat dapat sekolah. Bahkan anak sulung saya sudah tamat STM,” katanya.

Ayah dari Eduward, Elizar, Edi, Gunardi dan Eka Puspitasari ini menuturkan, perjuangan hidup dirantau sudah ditorehkannya. Bahkan berkat usaha tambal ban motornya, dibantu istrinya Boru Hutagaol buka koperasi simpan pinjam, mereka mampu bangun rumah hingga memiliki tanah untuk anaknya kelak.

“Saya tetap bersyukur apa yang saya terima rezeki hari ini. Saya juga menanamkan apa arti hidup bagi anak saya. Saya tetap berusaha ke gereja, walaupun hari minggu itu usaha saya saya buka sore harinya. Setiap harinya saya bisa mendapat rezeki Rp 150 ribu hingga Rp 250 ribu. Rezeki harus disyukuri dan harus tetap berdoa," ucapnya.

Hidup dirantau harus penuh perjuangan dengan kejujuran. Menjalani hidup dari dunia kegelapan, bagi K Hutauruk sudah cerita lama. “Saya bersyukur bisa hidup damai dengan profesi tukang tambal ban motor. Saya tanamkan kepada anak saya agar mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dalam hidup,” katanya menggakhiri perbincangan dengan Harian Jambi. (lee)(Harian Jambi Edisi Cetak Pagi Kamis 27 Februari 2014)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar