Halaman

Jumat, 28 Februari 2014

Jeritan Korban Penggusuran Pasar: Carikan Kami tempat Berdagang Baru, Sebelum Digusur


Pasar Talangbanjar Kota Jambi. Foto Muslihin/Harian Jambi
Meski sejak dahulu, berjualan di badan jalan pada lokasi pasar di Kota Jambi, telah dilarang oleh Pemerintahan Kota (Pemkot) setempat, kegiatan tersebut tetap dilakukan oleh beberapa pegadang yang ada di kota tersebut. Alasannya, untuk mencari sesuap nasi. Karena jika tidak dengan cara tersebut, para pedagang tersebut tidak mampu memberikan penghidupan dan penghasilan yang layak pada anggota keluarganya. 
 
MUSLIHIN, Jambi

Beberapa pedagang di Pasar Baru, Talang Banjar, mengaku bisa menyekolahkan anak-anak mereka serta memberikan penghidupan yang layak, dengan penghasilan yang mereka dapat dari hasil berjualan di lokasi terlarang tersebut. 

Namun itu cerita lama, saat ini, setelah dilakukan penggusuran besar-besaran terhadap para pedagang yang berjualan di badan-badan jalan di beberapa lokasi pasar di Kota Jambi. Penggusuran yang dilakukan oleh Walikota Jambi terhadap beberapa pasar, Pasar Angsoduo dan Pasar Paru di Talang Banjar, menyisakan kisah sedih yang mengakibatkan beberapa keluarga yang dahulunya mengandalkan kehidupan mereka pada kegiatan berdagang tersebut.

Kembali ke Lokasi 

Namun, dari ratusan pedagang yang tergusur tersebut, ada beberapa yang memilih kembali berjualan di lokasi semula, karena merasakan sulitnya menghidupi keluarga mereka, pasca gusuran tersebut.

Salah seorang pedagang di Pasar Baru Talang Banjar, Toni (30 tahun) mengatakan, ia bukan tidak tahu kalau berjualan di pinggir jalan tersebut adalah tindakan yang sangat mengganggu keindahan kota. Tapi itu terpaksa harus ia lakukan, karena kondisi kios di dalam pasar yang tidak lagi bisa menampung para pedagang yang ada di lokasi pasar tersebut. Sementara untuk ia harus mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya setiap harinya.

“Beberapa anak saya sekolah dan butuh biaya besar. Selain itu, seluruh keluarga saya juga butuh makan,” ujar Toni. Hal tersebutlah yang ia katakan sebagai alasan untuk tetap bertahan berjualan di lokasi tersebut.

Toni dan beberapa rekannya menyatakan enggan untuk pindah, karena tempat tersebut mereka pandang adalah sebagai loaksi yang cocok untuk mengais rejeki. Selain itu, bagi mereka, tidak mudah untuk mendapatkan lahan untuk berdagang di Pasar Baru. Lahan yang ia tempati saat ini pun, ia sebut, didapatkan setelah ia beli dari kawan yang telah berjualan terlebih dahulu di kawasan tersebut. Tidak ia beli dengan harga murah, tapi lahan itu ia beli dengan harga Rp 4 juta. 

“Bukan saya saja yang mendapatkan lahan dengan cara membeli seperti ini. Teman yang lain juga. Rata-rata begitu,” ujar Toni.

Serupa dengan Rini (39 tahun), yang mengaku telah berjualan di lokasi Pasar Baru tersebut selama tujuh tahun. Sama dengan Toni, Rini pun mengaku membeli lokasi tempat berdagang tersebut dari orang lain senilai Rp 4 juta. 

Carikan Lahan Baru 

Kondisi Pedagang di Jalan Raya di Pasar Talangbanjar Kota Jambi. Foto Muslihin/Harian Jambi.
Meski menyadari aktifitas berdagang di badan jalan tersebut mengganggu keindahan kota, Rini menolak untuk pindah dari lokasi tempat berdagangnya tersebut, karena itu ia tetap memilih bertahap, setelah penggusuran yang dilakukan beberapa waktu lalu.

Seharusnya, menurut Rini, sebelum dipindahkan, pemkot harus mencarikan solusi terbaik, agar tidak banyak pedagang yang menjadi korban. “Seharusnya pemkot mencarikan tempat baru dulu, baru melakukan penggusuran. Bagaimanapun, kami butuh berdagang untuk menghidupi keluarga kami,” ujar Rini.

Bayar Kontrak
Lain lagi cerita Serasih, nenek berumur 54 tahun, yang juga mencari penghasilan di lokasi tersebut. Ia tidak membeli lokasi tersebut dari orang lain, tapi harus membayar sewa sebesar Rp 2,5 juta perbulannya, pada seseorang yang mengaku sebagai pemilik lahan. 

Di kawasan Pasar Angsoduo pun demikian, para pedagang yang terkena gusuran pun bernasib tak jauh beda dengan para pedagang di Pasar Baru.

Wawan, salah seorang pedagang sayur yang saat ini tidak lagi berjualan pasca penggusuran tersebut, mengaku tidak lagi bisa menyekolahkan kedua anaknya yang duduk di bangku SD. “Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari pun, saya susah untuk membiayai keluarga saya,” ujar Wawan.

Senada dengan para pedagang korban penggusuran yang lainnya, Wawan juga berharap ada solusi untuk korban penggusuran seperti dirinya. Ia mengatakan, sangat berharap Pemkot Jambi memberikan solusi untuk tempat ia dan rekan-rekannya yang lain berjualan.

“Kami tidak menolak pindah, tapi tolong carikan lokasi baru tempat kami berdagang,” pinta Wawan. (*/ini)(Harian Jambi Edisi Cetak Pagi Kamis 27 Februari 2014)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar