Halaman

Rabu, 29 Januari 2014

RUGIKAN NEGARA RP 240 M, Namun PT WKS Tak Tersentuh Hukum

Sejak kehadiran anak dari perusahaan besar Sinarmas, yakni PT Wira Karya Sakti (WKS) di Provinsi Jambi disinyalir telah menimbulkan banyak masalah. Khususnya terkait konflik sosial dalam pengeloalaan Sumber Daya Alam (SDA). Sengketa pengelolaan atas tanah sebagai sarana tata produksi dan tata kelola masyarakat kaum tani kini terus bergejolak. PT WKS disebut sebagai “biang kerok” persoalan sengketa tersebut.

DONI SAPUTRA, Jambi
 
KEHUTANAN: Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Irmansyah Rachman (tengah) dan Humas PT WKS Kurniawan (paling kanan) dalam salah satu acara Kehutanan di Jambi. DOK/HARIAN JAMBI
Kini masyarakat sulit memperoleh lahan untuk menjalani dan meneruskan mata rantai dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan demi kelangsungan kehidupan. Adanya kesenjangan sosial yang mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan petani yang dulunya memiliki lahan garapan, namun saat ini para petani tidak lagi memiliki lahan garapan.

Kini masalah itu telah dilaporkan oleh masyarakat kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi. Selain itu, dengan data yang cukup kuat mereka juga membeberkan masalah tersebut kepada media cetak untuk memberikan informasi kepada seluruh masyarakat dan Pemerintah Provinsi Jambi.  

Dari pihak Kejati Jambi sendiri, saat ini tengah menyelidiki kasus dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari, seluas 2.000 hektare di luar konsesi atau diluar izin Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) tersebut.

Dalam penyelidikannya, Kejati Jambi telah memanggil beberapa orang terkait persoalan itu yakni Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Irmansyah Rachman dan beberapa staf lainnya untuk menjelaskan terkait konsensi yang dimiliki oleh PT WKS tersebut.

Asisiten Tindak Pidanan Khususu (Aspidsus) Mayroby mengatakan, Kadishut Provinsi Jambi diperiksa dan dimintai keterangannya oleh pihak kejaksaan. Pemeriksaannya dilakukan Rabu pekan lalu selama tiga jam setengah, yang dimulai dari pukul 13.30 WIB sampai sekitar pukul 17.00 WIB. 

Kadishut hari ini diperiksa. Dia dimintai keterangan terkait status tanah 2.000 hektare, yang kemarin dilaporkan masyarakat," ujar Masyrobi.

Namun, masalah keterangannya selanjutnya apakah lahan yang digarap oleh PT WKS itu ada yang berada di luar konsensi belum dijelaskan secara detail. Namun dikatakan Masyrobi, selain status lahan, Kadishut Provinsi Jambi ini dimintakan keterangan terkait hasil dan pengelolaan lahan. Kalau itu di luar izin, harus dikembalikan ke negara,” ujarnya.

Untuk pemeriksaannya, Kadishut Provinsi Jambi ini diperiksa di ruangan Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) mengenakan baju PNS cokelat. Dia dimintai keterangannya tentang status lahan dahulu. Setelah itu, apabila memang terjadi pelanggaran akan telusuri tentang dana reboisasi dan pelanggaran-pelanggaran lain yang mengakibatkan kerugian negara.

Sebelumnya hal ini juga pernah dikatakatan oleh Kepala Kejati Jambi Syaifuddin Kasim. Kejati Jambi akan menyelidiki kasus dugaan penyerobotan atau pembalakan hutan di luar izin HPHTI yang diberikan oleh Kementerian Kehutanan RI, seluas 2.000 hektare yang dilakukan oleh PT WKS di Kabupaten Batanghari.
Kemudian, pihak Penyelidik Kejati Jambi juga telah melakukan koordinasi kepada pihak Polda Jambi, terkait penanganan kasus tersebut agar tidak terjadi tumpang tindih. “Masalah PT WKS belum ditangani Polda, berarti penyelidikannya kita lanjutkan," kata Kajati Jambi Syaifuddi Kasim.

Dia juga mengatakan, bahwa penyelidik telah memanggil dua dinas yang bersangkutan terkait kasus tersebut, yakni Dinas Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Jambi pada Jumat (28/12/13) lalu. Namun panggilan tersebut belum diindahkan oleh dua kepala SKPD tersebut dikarenakan belum adanya di posisi dari gubernur untuk memenuhi panggilan. 

Kemudian dengan alasan tersebut, surat pemanggilannya sudah dikirimkan kepada Gubernur Jambi Hasan Basri Agus (HBA) untuk meminta izin, karena ini merupakan kepala dinas. Selanjutnya, jika tidak juga memenuhi panggilan penyidik maka pihak kejaksaan akan mendatangi kantor atau rumah kedua kepala dinas tersebut. Surat ke gubernur juga sudah kita kirimkan, tergantung dianya mau apa nggak,” katanya.

Menurut Syaifuddin Kasim, bahwa yang menjadi pokok permasalahkan dalam kasus ini adalah pengelolaan lahan yang di luar izin HPHTI. Kemudian masalah pemasukan yang mereka terima seharusnya ke kas negara bukan untuk perusahaan.Ini kan gak ada izinnya, berarti ke negara dong uangnya,” katanya.

PT WKS Tak Lakukan Reboisasi 

Ada lagi yang menjadi permasalahan, yakni ada kewajiban dari pihak PT WKS kepada negara, yang tidak mereka laksanakan. Dalam hal ini adalah sistem reboisasi.Seharusnya kan penanaman kembali,” katanya.
Dengan beberapa unsur-unsur dan item-item yang tidak penuhi itu, maka pihak kejaksaan memanggil Kadis Kehutanan dan Perkebunan untuk dimintai keterangannya. “Apakah ada atau tidak penyimpangannya, kita mintai keterangan mereka nanti,” ungkapnya.

Namun di tengah penyelidikan kasus ini, pihak Kejati Jambi, membatalkan pemanggilan terhadap Kapala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Provinsi Jambi Tagor Mulia Nasution. Padahal sebelumnya sempat diagendakan jadwal pemeriksaannya dan telah dilayangkan surat pemanggilannya oleh Kejati Jambi. 

Namun belakangan dibatalkan.Ya, kita tidak jadi meminta keterangan dari Dinas Perkebunan. Karena berdasarkan keterangan pihak dari Dinas Kehutanan bahwa HTI itu bukan wewenang dari Dinas Perkebunan,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jambi Masyroby.

Jadi HTI itu semuanya wewenangan dan tupoksi dari kehutanan, bukan wewenang dari Dinas Perkebunan,” katanya. Dengan alasan tersebut kejaksaan hanya akan meminta keterangan dari pihak dari kehutan saja.
Kejati Panggil Saksi

Pada Senin (13/1/14) lalu, tim penyelidik di Kejati Jambi memanggil lima orang saksi diantaranya Kepala Sub Bidang (Kasubid) di Dinas Kehutan Provinsi Budi Maryanto (bidang bina usaha dan produksi), Wahyu Widodo (bidang penataan kawasan hutan), Agus Riyanta (bidang perlindungan hutan). 

Kemudian dua orang lainnya adalah Agus Rizal (bidang bina hutan dan konvervasi alam) dan Erizal (Balai Inventarisasi dan pemetaan hutan). Namun di antara lima orang ini, satu orang diantaranya dikabarkan tidak datang memenuhi panggilan. 

Selain dari kehutanan, kejati juga bakal memanggil pihak-pihak lain. Namun saat ini belum dikalukan, karena masih mengintensikan untuk meminta keterangan dari pihak Dinas Kehutanan. Kita minta keterangan kehutan dulu, nanti baru yang lain,” ujarnya. (*/lee)
***
Penyelidik Kejati Tak Kompak Usut PT WKS

Para aktivis LSM mengaku memiliki bukti pengukuran dengan alat global positioning system (GPS). Mereka menduga kerugian negara akibat penguasaan lahan tanpa izin itu sekitar Rp 210 miliar dari penjualan kayu dan Rp 30 miliar dana reboisasi (DR). Angka itu belum termasuk dana provisi sumber daya hutan (PSDH).

Namun, dalam pengusutan kasus ini, para petinggi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi menunjukkan gelagat tidak kompak. Tidak kompaknya penyidik kejati ini terbaca dari pernyataan salah satu penyelidik yang turun ke Batanghari bersama tim dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi beberapa waktu lalu.
Seorang penyelidik yang menyatakan tidak ada masalah dengan lahan PT WKS di Batanghari. “Ya, sudah dilakukan investigasi dan tidak ada masalah,” ujarnya.

Kepala Dishut Provinsi Jambi Irmansyah yang dihubungi secara terpisah juga mengatakan demikian. Irmansyah yang saat dihubungi melalui telepon mengaku sedang berada di Jakarta mengatakan bahwa laporan yang disampaikan oleh LSM FAAKI dan Gemphal sudah di-cross check ke lokasi. 

Saat turun bersama tim Kejati Jambi, kata dia, tidak ditemukan adanya lahan di luar izin yang disebutkan mencapai luas 2.000 hektare. “Semua titik koordinat dan tapal batasnya tidak ada masalah. Dan tidak ada temuan perambahan di luar izin," ungkap Irmansyah. 

Aktivis LSM FAAKI dan Gemphal Yuni Yanto yang dikonfirmasi soal hasil tim Kejati Jambi dan Dishut Provinsi Jambi itu mengaku kaget. “Kita memiliki data lengkap terkait temuan itu, mulai dari luas perambahan yang di luar izin sampai pada titik koordinatnya. Apa dasar penyidik menyebutkan tidak ada masalah. Kita punya data lengkap kok,” kata Gemphal YY.

Kemudian Gemphal YY lalu menemui Kasi Penkum Kejati Jambi Iskandar yang memfasilitasinya bertemu dengan Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Wito di ruangan Wakil Kajati, karena Aspidsus tidak berada di tempat. 

Mendengar penjelasan Yanto, Wito pun terkejut dan langsung balik bertanya. Siapa penyidiknya? Tolong kasih tahu saya," ujar Wito kepada Yanto dan beberapa rekannya. 

Wito yang mengenakan baju koko dan peci hitam lalu meminta FAAKI dan Gemphal menyerahkan data yang mereka miliki selama ini. Secara tidak langsung Wito menyebutkan bahwa selama ini penyidik belum memiliki data dan hanya melakukan investigasi berdasarkan informasi dari media massa. 

Saya minta nanti FAAKI serahkan data temuannya. Akan kita cocokkan," ujarnya. Wito juga berjanji akan meminta penyidik dan Dishut untuk bertemu dengan aktivitas LSM guna membahas masalah ini.  Nanti saya minta melalui Kasi Penkum untuk memanggil tiga pihak tersebut, untuk dilakukan hearing," tegas Wito. 

Kajati Jambi Berang

Mendengar informasi tersebut dari media cetak, Kajati Jambi Syaifuddin Kasim lantas mengumpulkan para penyelidiknya dan mempertayakan masalah tersebut. Karena dia merasa kasus tersebut belum selesai diselidiki dan belum ada kesimpulan.

Terkait masalah pengecekan dari pihak Kejati Jambi yang turun ke lapangan langsung dan memerintahkan untuk terus menyelidiki kasus tersebut.
Menurut informasi di Kejati Jambi, bahwa pengecekan yang dilakukan oleh penyelidik, baru sebatas mencari titik koordinat yang ditentukan oleh pihak WKS dan Dishut terkait izin  HPHTI perusahaan. Kemudian setelah itu baru diselidiki lebih lanjut, apakah titik koordinat tersebut berada di luar atau di dalam izin.

Belum selesai itu, nanti kita lanjutkan. Itulah cara penyelidiknya mungkin, tanya dulu dan baru dicocokkan lagi nanti,” katanya.

Alhasil, dari perintah Kajati Jambi, tim penyelidik telah mengagendakan untuk pemanggilan terhadap Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Batanghari Suhabli. Kemudian juga, saat itu dikonfirmasi masalah pemeriksaan terkait kasus PT WKS, Masyroby mengatakan tidak ada pemeriksaan. 

Kemudian diketahui juga setelah tersiar berita di Harian Jambi, bahwa pihak Kejati Jambi waktu itu memeriksa pihak dari kehutanan dan PT WKS. Terkait kasus ini, penyelidik Kejati Jambi telah memanggil sejumlah pihak terkait, salah satunya Kepala Dishut Irmansyah. LSM Gemphal melaporkan, PT WKS memegang SK Menhut Nomor 346/Menhut-II/2004 untuk menguasai lahan seluas 293.812 hektare di Provinsi Jambi. Namun, ada indikasi PT WKS menguasai areal di luar izin tersebut, yang diduga berlangsung sejak 2005.
Para aktivis LSM mengaku memiliki bukti pengukuran dengan alat global positioning system (GPS). Mereka menduga kerugian negara akibat sekitar Rp 210 miliar dari penjualan kayu dan Rp 30 miliar dana reboisasi (DR). Angka itu belum termasuk dana provisi sumber daya hutan (PSDH). (nui/lee) (BERITA INI TELAH NAIK CETAK DI HARIAN JAMBI EDISI CETAK PAGI RABU 29 JANUARI 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar