Brigadir Anumerta Marto F Hutagalung.Foto Asenk Lee Saragih |
Jambi, BERITAKU
Gubernur Jambi H
Hasan Basri Agus (HBA) selaku Kepala Daerah Provinsi Jambi bisa diperadilkan
Hak Azazi Manusia (HAM) dalam tindakan pemberantasan pertambangan emas tanpa
ijin (PETI) di Provinsi Jambi. Sebab tim aparat gabungan pemberantasan PETI
adalah perintah Gubernur Jambi selaku kepala daerah.
Peradilan HAM itu menyusul
tewasnya dua warga sipil dan seorang anggota Brimob Polda Jambi dalam kejadian
bentrokan antara tim gabungan TNI - Polri dengan para penambang emas ilegal, di
Desa Temenggung, Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun, Selasa (1/10/2013).
Diduga kuat ada kesalahan
prosedut tetap (protap) anggota tim gabungan dalam melakukan razia PETI di
Kecamatan Limun. Penertiban dilakukan dengan cara divensif dan tidak persuasive
kepada pelaku PETI. Kejadian bentrok itu juga seharusnya bisa dihindarkan jika
Polisi cegah dini.
Demikian dikatakan seorang
praktisi muda di Jambi, Ricky Lumban Gaol kepada wartawan, Kamis (3/10/13)
menyikapi kasus bentrok tim rajia PETI yang menewaskan dua warga sipil dan
seorang anggota Brigadir Anumerta Marto Fernandus Hutagalung.
Menurutnya, warga korban bisa
menggugat tim gabungan PETI tersebut, termasuk Gubernur Jambi selaku Kepala
Daerah. Karena hal itu merupakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh tim aparat
gabungan yang diduga kuat menyalahi protap.
Sementara itu Majelis Kedaulatan
Rakyat Indonesi (MKRI) Jambi melayangkan surat terbuka kepada Kapolri, Timor
Pradopo terkait dengan tragedi berdarah yang terjadi di Desa Mengkadai,
Kecamatan Limun, Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi yang mengakibatkan
hilangnya 3 nyawa sekaligus pada oprasi penertiban PETI.
Menurut Ketua Presidium MKRI,
Cecep Suryana, kekerasan demi kekerasan yang terjadi semenjak Kapolda Brigjen
Pol Drs. Satriya Hari Prasetya, SH, teruslah beruntun. Kepemimpinan Kapolda
Jambi yang baru kurang lebih 4 bulan menjabat telah banyak catatan korban dan
kekerasan terjadi.
Seperti dari meninggalnya 2 siswa
SPN Jambi, penembakan Anton Wartawan Trans 7, dan terakhir melayangnya nyawa 2
masyarakat penambang emas tradisional dan 1 anggota kepolisian menandakan ada
yang tidak beres dalam penggemblengan seorang Kapolda dalam meningkatkan
profesionalitas anggotanya.
“Sudah seharusnya, Kapolri segera
mengevaluasi kepemimpinan Kapolda Jambi Brigjen Pol Drs. Satriya Hari Prasetya,
SH dan jajarannya secara menyeluruh disetiap tingkatan, meskipun harus
mengganti kapolda yang baru berusia 4 bulan menjabat. Atas dasar itu MKRI Jambi
mendesak kepada Kapolri untuk segera mengganti Kapolda Jambi agar kedepan peran
dan keberadaan kepolisian ditengah-tengah masyarakat dapat dirasakan manfaat
dan rasa perlindungannya,”ujar Cecep Suryana.
Terpisah, Hamka Attor Ahwal,
aktivis lingkungan asal Sarolangun mengatakan, PETI di Sarolangun sudah dari
dulu beroperasi. Dia juga mempertayakan kenapa baru sekarang pihak aparat
keamanan dan pemda menindaknya.
“Disaaat masyarakat sudah
menggantungkan hidup dari PETI, disaat masyarakat sudah terbiasakan dengan
pencaharian itu, kenapa "bualan kemenangan politik" dibungkus dengan
melegalkan sesaat, kenapa?. Bupati Sarolangun Cek Endra harus bertangung jawab
dengan hal ini,”katanya.
Menurut Hamka, Pemerintah tak
memberikan solusinya jika PETI di ilegalkan. Dia juga mempertayakan kenapa
perusahaan tambang seenaknya beroperasi. “Kenapa PT.ANTAM tidak berani kalian
sentuh, masih ada NYALI kah melawan perusahaan besar, sudah matikah NURANI
mengorbankan masyarakat atas nama kepentingan,”ucapnya.
Sementara aktivia lainnya,
Syaiful Pki mempertayakan para aktivis lingkungan di Jambi terkait dengan
tragedy Limun Berdarah. “Mana kepedulian anda tentang terjadinya tragedi di
Sarolangun akibat tidak peduli pemerintah akibat meraja relanya PETI. Dulu PETI
diajukan kepemerintah minta dilegalkan mereka siap membayar pajak sesuai
aturan, namun tak kunjung ada,”ujarnya.
Sementara Ivan Harya, aktivis
pemuda di Jambi mengatakan, Bupati Sarolangun, Cek Endra terlalu sibuk mengurus
bisnis, jual beli lahan batu bara. “Kabarnya juga masih bermain illegal
logging, sehingga tidak ada ruang berpikir tentang pembangunan. Fahrul, Wabup
Sarolangun yang diharapkan bisa menjadi nahkoda pelapis diberikan tugas, tapi
tidak kewenangan, sehingga pembangunan SDM dan SDA Sarolangun saat ini tanpa
arah,”ujarnya.
Sementara M Doni Putra, aktivis
mahasiswa justru menuding Kapolda Jambi itu jangan banyak tidur karena mengurus
anak buah nya saja tak benar. “Kalau bukan aparat yang menembak duluan tidak
akan jadi kerusuhan itu. Semoga teman-teman aktivis dapat menyikapi dengan
benar kejadian tersebut. Masyarakt manusia bukan binatang. Turunkan Kapolda
Jambi,”serunya. (Asenk Lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar