Halaman

Senin, 10 Desember 2012

Harga Sawit Anjlok, Perayaan Natal di Jambi Lesu

Ekspresi Perayaan Natal Anak Sekolah Minggu GKPS Jambi.Foto Roenman Saragih


Jambi, Simantab

Anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit di Jambi sebulan terakhir, membuat warga asal Sumatera Utara (SumuT) yang merayakan Natal lesu. Bahkan perayaan Natal komunitas marga dan gereja-gereja kesukuan di Kota Jambi kurang bergairah, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Pengamatan Simantab di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Jambi, Sabtu-Minggu (8-9/12) menunjukkan, perayaan Natal Anak Sekolah Minggu GKPS Jambi, Sabtu (8/12) malam tampak kurang semarak. Dekorasi gereja juga tampak sederhana, kemudian orang tua anak sekolah minggu justru sibuk membicarakan harga sawit yang terus merosot hingga Tp 500 per kg.

Sebagian besar warga asal Sumatera Utara, khususnya warga Simalungun di Jambi berprofesi sebagai petani sawit. Kegiatan natal juga sangat minim dukungan karena harga TBS yang terus tidak stabil. Bahkan perayaan natal marga-marga yang pada tahun-tahun sebelumnya diadakan, Desember 2012 ini justru tidak ada.

Pendeta GKPS Resort Jambi, Pdt JP Tamsar STh pada kotbah Natal ASM GKPS Jambi mengatakan, perayaan natal merupakan sebagai intripeksi diri. Perayaan Natal juga jangan dinilai dengan hal-hal duniawi seperti baju baru dan sebagainya. Perayaan Natal sebagai wujud sukacita atas peringatan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat manusia.

Perayaan Natal Kumpulan Marga Girsang/Boru/Panagolan, di GKPS Jambi, Minggu (9/12) tampak juga sederhana. Perayaan hanya sesedarhana mungkin tanpa dihiasi asesiris-asesoris natal serta kegiatan hiburan natal lainnya.

“Harga sawit turun, jadi sumbangsih anggota kumpulan marga juga minim. Ini harus dimaklumi juga, yang penting sukacita natal tidak hilang hanya gara-gara harga sawit turun. Ini semua rencana Tuhan dan harus tetap bersyukur. Perayaan Natal bukan hanya pada kemegahan semata, tapi lebih kepada makna natal itu sendiri,”kata Sy RI Girsang, yang juga petani sawit di Jambi.

Musri Nauli SH, seorang pendampingan petani sawit di Jambi mengatakan, turunnya harga TBS telah mengancam kehidupan para petani sawit dalam beberapa bulan ini.

“Persoalan ini bukan masalah krisis global, namun disebabkan oleh kesemrawutan tata kelola perkebunan. Seperti yang terlihat pada sektor penguasaan, kedaulatan, dan kemandirian petani sawit. Kebijakan pemerintah yang tidak adil. Sehingga mengakibatkan monopoli perusahaan perkebunanan skala besar untuk menguasai seluruh hajat hidup petani,”katanya.

Menurut Musri Nauli, jika petani memandang persoalan turunya harga TBS ini, lebih dikarenakan oleh persoalan di dalam negeri sendiri, bukan oleh krisis global yang terjadi saat ini.

Pemerintah harus bertanggung jawab untuk menaikan harga sawit dan menurunkan harga pupuk secepatnya. Kemudian menghapuskan hutang petani sawit dalam pola kemitraan.

“Karena turunnya harga TBS itu, banyak petani sawit saat ini menjual kebunya untuk menutupi hutang. Bahkan ada diantara petani menderita stres akibat tidak bisa membayar hutang dan masuk ke rumah sakit jiwa. Kami mengaharapkan pada anggota dewan, untuk duduk bersama pemerintah mencari solusi tentang dampak krisis ini,”katanya.

Sementara itu, pengamat perkebunan kelapa sawit di Jambi, Ir Victor Mandala Purba Pakpak mengatakan, aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan petani tersebut tidak menjamin bisa naiknya harga TBS.

“Seharusnya petani, mitra kelompok tani kelapa sawit, DPRD, Pemerintah Daerah, Pengusaha Pabrik Kelapa Sawit (PKS), Dinas Perkebunan atau pihak terkait duduk bersama membicarakan harga TBS tersebut. Kenapa ada PKS yang mampu menampung harga TBS lebih tinggi. Tentu ini ada solusinya,”katanya.

Menurut mantan Manager PT Indosawit Subur yang gemar membina mitra petani sawit ini, yang bisa menaikkan TBS hanya para PKS. Dewan dan Pemerintah dalam hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Jambi dapat memanggil para PKS untuk membicarakan hal ini. (Rosenman Saragih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar