Halaman

Senin, 09 April 2012

HTR dan HTD di Jambi Dikuasai Masyarakat Pendatang

Jambi, BATAKPOS
Halak Kita : Ratusan warga asal Sumatera Utara di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun saat melakukan aksi pendudukan di depan gedung kantor Gubernur Jambi belum lama ini. Mereka mengadu nasib untuk mendapatkan lahan petanian di dua kabupaten tersebut. Warga asal Sumut yang ikut aksi, Kamis (22/3). Foto batakpos/rosenman manihuruk.


Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dan Hutan Tanaman Desa (HTD) 86 persen dikuasai oleh masyarakat pendatang dari luar daerah Provinsi Jambi. Hanya 14 persen warga penduduk setempat yang mengelola HTR dan HTD.


Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Hasvia, Sabtu (7/4) mengatakan, masyarakat Provinsi Jambi hanya kebagian 14 persen mengelola HTR dan HTD. Menurutnya, data diperoleh dari hasil pengecekan lapangan tim dari Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.


“Kita telah melakukan pengecekan di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Batanghari. Dari hasil pengecekan yang di lakukan itu, memang benar HTR dan HTD yang ada di Jambi telah dikuasi oleh orang luar. Akibatnya, penduduk asli semakin tergeser,” ujarnya.


Disebutkan, jumlah HTR yang ada di lima Kabupaten, yaitu Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo dan Tanjabbar, seluas 50 ribu hektar. Namun, yang terealisasai baru sekitar 7 persen. “Kita akan mengiventarisir masyarakat lokal. Kalau bisa mereka juga harus membentuk koperasi,”katanya.


Warga pendatang yang mengelola HTR dan HTD itu berasal dari Provinsi Riau, Bengkulu, Sumut dan Sumatera Selatan. Petani banyak eksodus dari kampong masing-masing dan rame-rame membuka lahan di HTR dan HTD.


Menurut Hasvia, biasanya kalau orang luar menanam sawit. Kedepan, pihaknya akan melihat kartu tanda pengenal. Apakah mereka orang luar atau masyarakat asli.


Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus (HBA) membenarkan hal ini. Bahkan, ia mengaku pihaknya cukup kewalahan mengatasi problema ini. “Ya memang kita agak kewalahan, banyak perambah yang melanggar aturan,”katanya.


Gubernur meminta, dinas kehutanan agar lebih keras mengatasi masalah ini. Ia meminta dinas kehutanan memberantas persoalan ini dengan lebih ekstra keras lagi.


“Seperti Kabupaten Tebo, Jangkat, Batanghari, dan Kabupaten Sarolangun. Kebanyakan warga dari luar. Parahnya lagi, perambah ini memaksa pejabat desa setempat untuk membuat kartu tanda penduduk (KTP) para perambah ini. Tapi sampai saat ini laporannya, pihak perangkat desa setempat tidak mau,”katanya.


Disebutkan, perambah ini, bahkan sudah merambah hingga kawasan hutan lindung hutan HP dan HTI. Bahkan mereka tidak mempunyai izin. Hal itu harus diselesaikan.

“Halak Kita” Mencari Lahan Pertanian di Jambi



Sementara itu, ratusan warga Suku Anak Dalam (SAD) serta warga transmigarsi dari Jawa dan Sumut yang mewakili ribuan SAD 113 (Tanah Menang), Kunangan Jaya II (Batanghari) dan SAD Mekar Jaya (Sarolangun) melakukan aksi pendudukan di depan gedung kantor Gubernur Jambi dua pecan menuntut hibah lahan.


Sekitar ratusan orang adalah warga asal Sumatera Utara yang juga mengadu nasib untuk mendapatkan lahan di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Batanghari.


Diman Ambarita dan Osman Sidebang bercerita keberadaan mereka mengapa sampai nginap di depan kantor tersebut. Diman Ambarita merupakan warga asal Ajibata, Samosir Sumut yang kini tinggal di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Mandiangin, Sarolangun.


Sementara Osman Sidebang warga Desa Dusun Kunangan Jaya II, Desa Bungku di Kabupaten Batanghari. Osman Sidebang asal dari Desa Silalahi, Kabupaten Dairi, Sumut.


Menurut Diman Ambarita, ada sekitar 500 jiwa warga asal Sumatera Utara yang tengah berjuang mendapatkan lahan pertanian di Mandiangin Kabupaten Sarolangun. Warga asal Sumut itu kini tengah berjuang bersama warga lainnya untuk mendapatkan lahan pertanian yang kini diserebot pengusaha perkebunan.


“Kita memperjuangkan lahan hutan rakyat di Mandiangin, Sarolangun untuk sekitar 700 kepala keluarga (KK). Warga sudah berjuang hingga ke Jakarta agar bisa mendapatkan lahan untuk petanian. Kita nginap di sini sudah dua minggu, tapi perhatian dari pejabat Provinsi Jambi tidak ada,”katanya.


Hal senada juga dikatakan Osman Sidebang. Menurutnya, ada sekitar 500 KK warga asal Sumut yang kini mengadu nasib sebagai petani di Kabupaten Batanghari. Disebutkan, pihaknya saling bersatupadu untuk berjuang dalam memperoleh lahan tersebut.


Menurut Osman Sidebang dan Diman Ambarita, warga yang melakukan aksi pendudukan halaman kantor Gubernur Jambi sebagian sudah pulang ke desa asal di Sarolangun dan Batanghari.


“Kawan-kawan kita sudah banyak yang pulang ke desa asal. Karena banyak juga yang sakit, khususnya anak-anak dan kaum hawa. Kemudian stok makanan juga semakin menipis selama dua pekan di depan kantor gubernur ini,”kata Osman dan Diman. RUK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar