Halaman

Jumat, 30 Januari 2009

Cukong Kayu Masih Jadikan TNBT Sasaran Empuk Penjarahan

Jambi, Batak Pos

Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) yang berada di wilayah Provinsi Jambi dan Riau tetap menjadi sasaran penjarahan hutan. Penjarahan sulit ditanggulangi karena banyak akses jalan darat atau jalan logging yang pernah dibangun perusahaan hak pengusahaan hutan (HPH) menuju kawasan itu. Akses pencurian kayu dan satwa ke kawasan TNBT juga terbuka dari sungai-sungai.

Demikian dikatakan Koordinator Program TNBT Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi Konservasi (Warsi) Jambi, Dicky Kurniawan, kepada Batak Pos Minggu (18/1).

Menurutnya, TNBT yang memiliki luas sekitar 111.223 hektare (ha) dan 33.000 ha di wilayah Jambi semakin terancam rusak karena banyaknya konversi lahan hutan untuk perkebunan besar swasta maupun petani berdasai perorangan.

Selanjutnya akitivitas sejumlah perusahaan HPH dan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) juga masih ada di sekitar taman nasional tersebut. Selain itu, perladangan dan permukiman penduduk di sekitar TNBT juga bertambah dari tahun ketahun.

Disebutkan, sebagian masyarakat sekitar kawasan hutan TNBT yang banyak membuka lahan perladangan dan permukiman yakni para pendatang dari luar daerah, seperti Sumatera Utara serta pulau Jawa. Selain itu, saat ini terdapat 24 desa dan permukiman suku tradisional di sekitar TNBT yang hingga kini masih bertahan.

“Suku komunitas ini berpendidikan rendah dan ekonomi sulit. Kondisi demikian cenderung memaksa mereka mengeksploitasi hasil hutan secara tidak terkendali. Kemudian banyak migran yang datang dari wilayah lain melakukan ekspansi atau perluasan lahan dan membangun permukiman di sekitar TNBT. Mereka juga cenderung membuka lahan pertanian dengan cara tebas, tebang dan bakar. Hal itu mengancam kelestarian hutan dan satwa di TNBT," katanya.

Pola Kemitraan

Menurut Dicky, sulitnya mencegah dan menanggulangi perusakan hutan di kawasan TNBT karena pemerintah kurang melibatkan berbagai pihak dalam pengelolaan taman nasional itu.

Selama ini pemerintah hanya mengelola taman nasional itu tanpa melibatkan pemangku kepentingan seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, perusahaan swasta dan masyarakat sekitar hutan.

“Penegakan hukum terhadap kasus-kasus penjarahan hutan di daerah tersebut juga dinilai masih sangat kurang. Kondisi demikian membuat pemerintah kewalahan mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan di taman nasional ini,”ujarnya.

Dikatakan, guna menyelamatkan TNBT dan satwa di dalamnya dari kehancuran, pengelolaan taman nasional itu sudah saatnya melibatkan masyarakat sekitar hutan, LSM, perusahaan swasta, perguruan tinggi dan pihak terkait lainnya.

Kehancuran TNBT dan hutan penyangganya harus dicegah dan ditanggulangi sesegera mungkin karena kawasan hutan di taman nasional itu memiliki fungsi perlindungan tata air.

Kemudian hutan TNBT juga banyak berfungsi sebagai daerah jelajah satwa langka seperti gajah Sumatera, harimau Sumatra, dan tapir Melayu. "Saat ini TNBT juga menjadi tempat reintroduksi atau pelepasan orang utan. Di kawasan TNBT juga terdapat 192 jenis burung dan 97 jenis ikan yang perlu diselamatkan dari kepunahan," katanya. ruk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar