Halaman

Jumat, 26 Maret 2021

Pdt Drs Mardison Simanjorang STh MHum, Benteng Pekabaran Injil dari Kawasan Perkebunan Jambi

Pendeta Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Resort Muarabungo, Provinsi Jambi, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum. (Foto : Matra/Radesman Saragih)

Jambi, BS– Penempatan seorang pegawai atau karyawan ke daerah terpencil sering dianggap orang sebagai “pembuangan” atau upaya menjauhkan pegawai tersebut ke pedalaman akibat kinerja yang dinilai kurang baik. Penilaian seperti itu muncul karena penempatan pegawai di perkotaan sering dianggap lebih bergengsi atau berharga dibandingkan di desa-desa.

Penilaian seperti itu tidak hanya terjadi di kalangan aparatur sipil negara (ASN) ataupun pegawai lembaga pemerintahan lainnya. Di kalangan rohaniawan (pendeta/penginjil) juga masih sering muncul anggapan bahwa penempatan tugas ke daerah terpencil sebagai “pembuangan” dan “hukuman”, termasuk di GKPS (Gereja Kristen Protestan Simalungun). Pendeta dan penginjil GKPS yang ditempatkan di daerah terpencil masih sering dianggap sebagai rohaniawan yang “terbuang” karena kurang disukai pimpinan. 

Namun bagi Pendeta (Pdt) Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum yang saat ini melayani di GKPS Resort Muarabungo, sekitar 250 Km dari Kota Jambi, Provinsi Jambi, bertugas di daerah terpencil bukan sebagai pembuangan. Daerah – daerah terpencil seperti wilayah sentra-sentra perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bungo, Tebo dan Merangin, Provinsi Jambi bahkan dianggap Pdt Mardison Simanjorang sebagai tantangan pelayanan. 

Dalam percakapan dengan medialintassumatera.com (Matra) di GKPS Jambi, Minggu (21/3/2021), Pdt Mardison Simanjorang menilai, daerah-daerah terpencil di Provinsi Jambi tersebut memiliki poptensi pelayanan Pekabaran Injil (PI). Dikatakan demikian karena jumlah umat Kristen, termasuk warga GKPS di daerah – daerah perkebunan di Jambi tersebut cukup banyak dan berserak (tersebar dalam wilayah yang luas). 

Menurut Pdt Mardison Simanjorang yang lahir di Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, 5 Maret 1969, umat Kristen dan warga GKPS yang berserak di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Bungo, Tebo dan Merangin tersebut membutuhkan pelayanan kerohanian yang baik.  

Warga Batak Kristen, termasuk GKPS di wilayah perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bungo, Tebo dan Merangin sebagian besar pendatang dari wilayah Sumaera Utara (Sumut) dan membutuhkan kehadiran Gereja sesuai dengan asal mereka masing-masing.
Pendeta GKPS Resort Muarabungo, Provinsi Jambi, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum (duduk kiri) bersama beberapa pendeta Gereja di Bungo ketika mengunjungi Pondok Pesantren Aswaja, Bungo, Jambi, Senin (24/2/2021). (Foto : Matra/Ist)

Prospek Pekabaran Injil

Bagi alumni Pascsarjana jurusan Humaniora, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ini, PI di Kabupaten Bungo, Tebo dan Merangin memiliki prospek yang baik karena belum seluruh warga Batak Kristen di ketiga kabupaten tersebut terjangkau pelayanan Gereja. Hal tersebut disebabkan jumlah pelayan gereja – gereja di Bungo, Tebo dan Merangin yang terbatas dan jarak permukiman mereka yang jauh dan sulit akses jalan/transportasi. 

“Padahal warga Batak Kristen, termasuk warga GKPS  di sentra-sentra perkebunan kelapa swit tersebut memiliki semangat bersekutu yang cukup tinggi. Ini menjadi tantangan pelayanan yang perlu mendapatkan Gereja di Bungo, Tebo dan Merangin,”katanya. 

Melihat tantangan pelayanan di sentra-sentra perkebunan di Jambi itu, Pdt Mardison Simanjorang pun melakukan berbagai terobosan. Sejak memulai tugas pelayanan di GKPS Resort Muarabungo 2015, Pdt Mardison Simanjorang benar-benar bekerja keras meningkatkan pelayanan ke jemaat GKPS yang jauh dari Kota Muarabungo. 

Jemaat tersebut, yakni jemaat GKPS Persiapan Bangun Garingging, Pos PI Nain, Pos PI Asam Merah yang dekat dengan perbatasan Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Ketiga jemaat tersebut memiliki jarak sekitar lima jam perjalanan dari Kota Muarabungo. Jalan menuju kedua jemaat tersebut juga sebagian besar masih jalan tanah perkebunan serta masih harus menyeberangi sungai. 

Setelah melayani kedua jemaat yang masuk wilayah GKPS Resort Muarabungo tersebut, GKPS Persiapan Bangun Garingging pun akhirnya diresmikan menjadi GKPS Bangun Garingging. Pos PI Nain dan Asam Merah pun terus dikembangkan agar bisa menjadi GKPS Persiapan. 

Selain itu melayani jemaat GKPS yang baru dan Pos PI tersebut, Pdt Mardison Simanjorang yang lulus Sarjana Theologia Sekolah Tinggi Theologia (STT) Abdi Sabda, Medan, Sumut tahun 1999 juga masih melayani beberapa jemaat anggota (kuria pagaran) GKPS Resort Muarabungo yang sudah lama eksis, yakni GKPS Sukamakmur dan GKPS Sumber Sari, Kabupaten Tebo, GKPS Bangko, Kabupaten Merangin dan GKPS Simpang TKA Km 44 Bungo, Kabupaten Bungo. Jarak GKPS Muarabungo sebagai jemaatinduk dengan jemaat anggota tersebut pun rata-rata cukup jauh dengan waktu tempuh antara setengah hingga satu jam. 

Pendeta (Pdt) GKPS Resort Muarabungo, Jambi, Pdt Drs Mardison Simanjorang, STh, MHum (dua dari kiri) bersama Penginjil GKPS Resort Jambi, Denni Rosnida Br Damanik, STh (kiri), Pendeta GKPS Resort Jambi, Pdt Franky Doris Malau, STh (kanan) dan Wakil Ketua GKPS Resort Jambi, St Radesman Saragih, SSos (dua dari kanan) di GKPS Jambi, Minggu (21/3/2021). (Foto : Matra/Radesman Saragih)
 
Terasa Melelahkan

Pdt Mardison Simanjorang yang juga pernah menimba ilmu agama Pendidikan Agama Kristen (PAG) STT Abdi Sabda Medan, Sumut, 1992 lebih lanjut mengakui, melayani jemaat-jemaat di wilayah pelayanan GKPS Resort Bungo terkadang terasa melelahkan karena jarak jemaat yang jauh dari Kota Muarabungo. GKPS Sungkai, Pos PI Nain dan Pos PI Asam Merah misalnya memiliki jarak sekitar lima jam perjalanan dari Kota Muarabungo. 

Akses jalan menuju kedua jemaat tersebut pun cukup sulit karena sebagian besar masih jalan tanah dan harus menyeberangi sungai. Karena kendaraan roda empat (mobil) tidak bisa masuk ke lokasi jemaat pengembangan tersebut, Mardison Simanjorang terpaksa naik kendaraan roda dua (sepeda motor) untuk melayani jemaat-jemaat di daerah terpencil tersebut. 

“Namun pelayanan ke jemaat tersebut harus ditingkatkan karena mereka sangat membutuhkan palayanan dari rohaniawan. Warga GKPS banyak tersebar di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit di Bungo, Tebo dan Merangin. Mereka harus dilayani dengan baik agar tetap komitmen bersekutu, bersaksi dan melayani di bawah naungan GKPS,”kata putra pertama dari sembilan bersaudara ini. 

Menurut Pdt Mardison Simanjorang, jemaat-jemaat GKPS Resort Bungo yang sudah cukup dewasa (lama berdiri) seperti GKPS Muarabungo sebagai jemaat induk (kuria pamatang), GKPS Sumbersari, GKPS Sukamakmur, GKPS Simpang TKA dan GKPS Bangko, Merangin juga masih membutuhkan pelayanan dan pembinaan yang baik. 

Pembinaan jemaat yang perlu dilakukan di GKPS Muarabungo dan Bangko yang berada di wilayah perkotaan khususnya di bidang peningkatan sumber daya manusia (SDM) para pelayan. Peningkatan SDM para pelayan di GKPS wilayah ibukota kabupaten tersebut penting, khususnya bidang kerohanian karena mereka merupakan perpanjangan tangan tenaga fulltimer (pendeta) dalam pembinaan kerohanian warga jemaat. 

Kemudian pembinaan pelayan jemaat di GKPS Sukamakmur, GKPS Sumbersari dan GKPS Simpang TKA juga penting karena jemaat tersebut berada di kawasan perkebunan kelapa sawit. Jarak tempat tinggal para warga jemaat umumnya jauh-jauh. Karena itu para pelayan di ketiga jemaat tersebut perlu mendapatkan peningkatan kualitas SDM di bidang pelayanan kerohanian. 

“Tugas pelayanan di sentra-sentra perkebunan di GKPS Resort Muarabungo ini cukup berat. Lokasi gereja – gereja anggota dari jemaat induk GKPS Muarabungo di Kota Muarabungo cukup jauh. Kemudian tempat tinggal warga jemaat juga saling berjauhan di kawasan perkebunan. Karena itu para pelayan, baik fulltimer (pendeta/penginjil) maupun majelis jemaat harus bekerja keras melakukan pelayanan,”ujarnya. 

Dikatakan, peran fulltimer di GKPS Resort Muarabungo sangat sentral atau penting karena penyebaran gereja dan warga jemaat di daerah yang luas dan terpencil, sementara tenaga pelayan terbatas dari segi jumlah dan kualitas.

Bentuk PGID

Tantangan pelayanan yang dihadapi Pdt Mardison Somanjorang, STh, MHum di Bungo ternyata tidak hanya di lingkungan GKPS. Tantangan pelayanan juga dihadapi di lingkungan gereja-gereja di Bungo. Tantangan tersebut, yakni belum adanya wadah persekutuan gereja yang menaungi gereja-gereja dari berbagai denominasi di Bungo, Tebo dan Merangin. 

Karena itu di tengah kesibukannya melayani delapan jemaat di GKPS Resort Muarabungo, Pdt Mardison Simanjorang yang sudah pernah melayani di GKPS Pontianak, KalimantanBarat, GKPS Resort Dumai, Riau, GKPS Resort Tongging, Kareo, juga memprakarsai pembentukan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Daerah (PGID) Kabupaten Bungo. 

Jumlah anggota GPID Bungo mencapai 11 gereja dengan jumlah warga jemaat belasan ribu orang. Sebagian warga jemaat gereja-gereja PGID Bungo tersebut berada di sentra-sentra perkebunan kelapa sawit. PGID Bungo tersebut dibentuk karena tantangan PI di Bungo cukup berat. Tantangan tersebut tidak hanya di bidang kerohanian, tetapi juga di bidang sosial (masalah kerukunan uimat beragama), budaya, ekonomi dan pendidikan. 

Menyikapi kondisi tersebut, kata Pdt Mardison Simanjorang, Gereja – gereja di Bungo harus bisa menjadi isnspirator bagi pembangunan daerah dan masyarakat Bungo. 

“Gereja jangan egois, memikirkan diri sendiri, melainkan harus berkuntribusi memajukan aspek sosial, budaya, ekonomi dan pendidikan masyarakat di Bungo,”katanya. 

Jangan “Mottu”

Pdt Mardison Simanjorang yang menikah dengan wanita idamannya Br Damanik dari Kota Bandung, Jawa Barat ini mengatakan, melihat beratnya tantangan pelayanan di GKPS Resort Muarabungo, terutama di tengah pandemi Covid-19 ini, semangat pelayanan bisa kendor. Hal tersebut disebabkan adanya pembatasan pertemuan secara berkerumun, pembatasan kunjungan dan dampak Covid-19 terhadap ekonomi jemaat. 

Jika tantangan pelayanan tersebut tidak dihadapi dengan semangat juang pelayanan yang tinggi, para pelayan bisa mandolei (putus asa), sehingga pelayanan pun mandek atau menurun. Namun melihat banyaknya warga jemaat GKPS yang mendambakan pelayanan di wilayah GKPS Resort Bungo, semangat pelayan mengabarkan Injil di daerah pertumbuhan baru  Provinsi Jambi tersebut tetap hidup. 

“Gereja tidak mengenal istilah ‘mottu’ (menemui jalan buntu seperti dalam istilah permainan catur) kendati banyak tantangan pelayanan. Gereja selalu menemukan jalan keluar menghadapi berbagai pergumulan dan kebuntuan jika para pelayan tetap melayani dengan semangat dan berlandaskan Firman Allah,”kata Pdt Mardison Simanjorang, STh, MHum ketika memimpin Sidang Synode GKPS Resort Jambi mewakili Pimpinan Pusat GKPS di GKPS Jambi, Sabtu (20/3/2021).

Menurut ayah dua putri dan satu putra ini, menghadapi pandemi Covid-19 yang berdampak besar terhadap kehidupan Gereja, termasuk unsur finansial Gereja, para pelayan GKPS tidak boleh bersikap pesimistis dan bersikap mottu atau buntu. Berbagai kreasi pelayanan perlu dikembangkan agar GKPS tetap bisa eksis di tengah berbagai tantangan zaman. 

“Melayani di tengah-tengah Gereja merupakan pekerjaan spiritual. Karena itu pelayanan di tengah gereja harus tetap bergulir kendati banyak hambatan, khususnya di tengah pandemi ini,”paparnya.

Pelayanan yang Berbuah

Ketika memaparkan tentang tema GKPS “Menjadi Persekutuan dan Pelayanan yang Berbuah” di hadapan 42 orang anggota Majelis Jemaat GKPS Resort Jambi, Mardison Simanjorang mengatakan, Gereja tidak boleh mempertahankan status quo (keadaan). Tetapi Gereja harus terus bergerak mencari dan melaksanakan berbagai strategi pelayanan yang bisa membuahkan hasil untuk meninmgkatkan kesejahteraan dan keimanan warga jemaat. 

Untuk memajukan persekutuan dan pelayanan Gereja, para pelayan Gereja harus benar-enar memiliki penmgetahuan yang mumpuni tentang pelayanan-pelayanan yang bisa membuahkan hasil. Sumber utama pengetahuan mengatasi masalah dalam kehidupan ini, yaitu Firman Allah (Logos).

“Kalau kita punya pengetahuan, kita akan lebih mampu mengatasi masalah. Gereja harus berpengetahuan agar bisa mengatasi masalah. Gereja tidak boleh tanpa gagasan dan perbuatan/tindakan agar tetap bisa eksis. Jadi seluruh warga jemaat dan pelayan GKPS harus meningkatkan pengetahuan agar bisa memberikan pelayanan yang berbuah dan hidup dalam Fiman Allah,”ujarnya.

Pdt Mardison Simanjorang mengatakan, satu hal penting yang perlu diperhatikan GKPS untuk memberikan pelayanan yang berbuah, yakni memberikan solusi kepada warga jemaat mengatasi kesulitan ekonomi. Gereja perlu membantu warga jemaat mengatasi kesulitan ekonomi sebagai buah nyata dari pelayanan.

Untuk membantu perekonomian jemaat tersebut, kata salah satu pendiri Credit Union Modifikasi (CUM) Talenta Seribudolok, Simalungun, Sumut 2007 ini, jemaat GKPS, termasuk di Jambi perlu mendirikan lembaga ekonomi seperti usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi. Melalui lembaga ekonomi rakyat yang kini dikembangkan pemrintah tersebut, warga jemaat GKPS yang kesulitan ekonomi akibat pandemic bisa terbantu. 

“Bantuan ekonomi untik warga Gereja ini penting sebagai wujud nyata kepedulian Gereja terhadap warga jemaatnya. Pangidangion na lang dong horja atap buahni, ai na asal horja-horja hansa ai. (Pelayanan tanpa ada karya atau manfaatnya untuk kesejahteraan jemaat, itu namanya pelayanan asal-asalan,”katanya. (***)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar