Rabu, 24 Juni 2020

Upload Video ke YouTube Bisa Melanggar Hak Cipta

Kolase Dari Channel Asenk Lee Saragih Manihuruk
Jambi-Merekam dan mempublikasikan video yang terkait orang lain harus mengantongi izin sekalipun video tersebut tidak memiliki manfaat ekonomi. Hati-hati jika anda ingin mengupload video ke Youtube. Jika video tersebut terkait dengan orang lain, maka anda bisa saja melanggar hak cipta. 

Menurut UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

YouTube adalan platform digital berbasis internet yang menyajikan berbagai kemudahan kepada publik untuk menikmati konten video secara gratis. Tak hanya menjadi penikmat video yang tersaji di dalamnya, situs web ini memungkinkan pengguna untuk mengunggah, menonton, dan berbagi video secara praktis.

Kehadiran YouTube juga menghadirkan konten kreatif yang dihasilkan oleh pengguna atau yang dikenal dengan YouTuber. Istilah ini tak muncul begitu saja. Youtuber lahir dari pengguna Youtube yang giat membagikan video ke channel pribadi yang sudah disediakan. Adapun isi videonya bervariasi, sesuai dengan hobi dan kepentingan dari si pengguna.

Saat ini, YouTuber bisa disebut sebagai salah satu profesi yang cukup menggiurkan. Youtube kini menjadi lahan industri sendiri yang memungkinkan penggunanya untuk menadapatkan income atau disebut dengan monetizing. 

Lewat skema ini, Youtube mendapatkan izin untuk menyelipkan iklan di video yang anda upload, dan pengguna akan mendapatkan bagian 45 persen dari iklan, sementara 55 persen sisanya untuk Youtube.

Namun persoalan mencari income tentunya tak boleh melanggar aturan yang sudah ada. Maksudnya, jika kontent atau video yang diupload oleh si Youtuber adalah hasil dari kreatifitas pribadi, maka hal itu tentu tak menjadi persoalan. 

Tapi bagaimana jika konten yang di upload melibatkan orang atau hasil karya orang lain? Apakah ada konsekuensinya? Jawabnya, ada!

Contoh sederhananya adalah ketika anda merekam sebuah performance musik. Kemudian hasil rekaman itu diupload ke channel Youtube milik pribadi (reproduksi). Pada kasus seperti ini, si pengguna melanggar tiga poin sekaligus terkait hak cipta.

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), Irfan Aulia, mengatakan rekaman yang sudah terbuka ke ranah publik menimbulkan konsekuensi. 

Dalam contoh kasus tersebut, hak reproduksi menjadi bagian dari hak cipta. Sehingga si pengguna Youtube harus bertanggung jawab atas seluruh video yang telah di publish, apalagi ketika hasil rekaman tersebut menghasilkan pundi-pundi uang dari monetizing.

Tiga pelanggaran yang sudah pasti dilakukan dalam contoh kasus tersebut adalah terkait hak pemilik acara, hak pemilik lagu, dan hak performance.

“Jadi sebetulnya ada tiga pelanggaran, satu hak pemilik lagu, dua hak penyelenggara, tiga hak performance karena tidak ada izin,” kata Irfan, dalam sebuah acara diskusi.

Maka, agar terhindar dari pelanggaran mengenai hak cipta, pengguna youtube sebaiknya membuat clearance atau izin kepada pemilik hak sebelum melakukan publikasi. 

“Kalau konten video itu tidak menimbulkan manfaat ekonomi, apakah tetap melanggar hak cipta? Sebenarnya enggak begitu, kecuali si perekam punya izin, nah ini ceritanya beda. Kalau merekam enggak punya izin dan cuma keperluan pribadi, ya artinya enggak perlu di publis ke konten atau platform yang bisa di akses pulbik,” tambahnya.

Sementara IP and Entertainment Lawyer, Riyo Hanggoro Prasetyo, mengatakan ketika seseorang melakukan fiksasi atau perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun, maka selayaknya yang bersangkutan harus mengantongi izin atau persetujuan dari pihak yang menjadi objek di dalam video.

“Apalagi jika ingin dipublish di platform seperti Youtube dan ada monetizing dari sana, maka itu akan dipertanyakan clearance-nya seperti apa,” kata Riyo pada acara yang sama.

Riyo menegaskan, sekalipun publikasi atas video tersebut tidak bersifat komersil, hal itu tidak melegalkan seseorang melakukan rekaman yang terkait dengan orang lain dan mempublikasinnya. Pasalnya, UU Hak Cipta sendiri mengatur bahwa setiap pribadi memiliki hak untuk melarang orang lain untuk tidak mempublikasikan konten yang terkait dengan dirinya.

“Sekalipun itu tidak komersil. Enggak komersil itu dari mana? Kalau enggak komersil itu, kita pake logika, kamu rekam dan ditaruh ke hp sendiri itu enggak komersil. Cuma kalau kita bilang enggak komersil tapi itu kita taruh di youtube terus tiba-tiba kita mendapatkan followers apakah itu tidak komersil?” ungkapnya.

Riyo menegaskan, ada atau tidak monetizasi atau manfaat ekonomis dari suatu video yang di-upload ke Youtube, hal itu tidak menghilangkan hak ekonomi terhadap penggunaan video itu sehingga tetap diperlukan clearance. 

Pemahaman ini, lanjutnya, membuat banyaknya pelanggaran hak cipta yang terjadi. Untuk meminimalisir hal tersebut, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelanggaran hak cipta, terutama dalam publikasi video ke Youtube.

“Ini semacam, akan sulit jika kita melakukan penegakan hukum untuk begitu banyak pelanggaran. Makanya kita perlu banyak mensosialisasikan ini supaya orang bisa aware ini sebenarnya dilarang. Letak masalahnya karena sudah sering dilakukan pembiaran sehingga orang berkali-kali jadi seperti itu enggak masalah karena dianggap enggak melanggar hukum, padahal sebenarnya melanggar. Jadi ini tugas kita bersama untuk saling mengingatkan,” jelasnya.

Kasubdit Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Agung Darmasasongko, mengatakan bahwa kegiatan merekam suatu pertunjukan diatur dalam Pasal 23 UU Hak Cipta. Dalam pasal itu disebutkan bahwa orang yang direkam memiliki hak untuk melarang proses rekaman tersebut. Intinya, jika ingin tetap merekam, maka harus mengantongi izin meski video itu pada akhirnya tidak bernilai ekonomi.

Jika perekaman video itu diperuntukkan demi kepentingan komersil, maka jelas si perekam melakukan pelanggaran hak cipta. Hal tersebut diatur dalam Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta. Selain harus meminta izin, si perekam dan pengupload video harus membayar royalti sesuai dengan aturan.

Pasal 9:
Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Pasal 23:
Pelaku Pertunjukan memiliki hak ekonomi.
Hak ekonomi Pelaku Pertunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan:

Penyiaran atau Komunikasi atas pertunjukan Pelaku Pertunjukan;
Fiksasi dari pertunjukannya yang belum difiksasi;

Penggandaan atas Fiksasi pertunjukannya dengan cara atau bentuk apapun;

Pendistribusian atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya; penyewaan atas Fiksasi pertunjukan atau salinannya kepada publik; dan penyediaan atas Fiksasi pertunjukan yang dapat diakses publik.
Penyiaran atau Komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak berlaku terhadap: hasil Fiksasi pertunjukan yang telah diberi izin oleh Pelaku Pertunjukan; atau Penyiaran atau Komunikasi kembali yang telah diberi izin oleh Lembaga Penyiaran yang pertama kali mendapatkan izin pertunjukan.

Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak berlaku terhadap karya pertunjukan yang telah difiksasi, dijual atau dialihkan.

Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.

“Kalau sudah merekam secara diam-diam, itu bisa komplain tidak boleh ditayangkan, jadi tetap harus minta izin sebetulnya. Kalau dia sudah ada keuntungan secara komersial itu sudah harus minta izin dan membayar royalti sesuai dengan perjanjian yang berlaku,” pungkasnya.(Sumber: www.hukumonline.com)

Tidak ada komentar: