“Ssttt…sstttt…diam, Nak,…diam Nak,…!!!”. Kata – kata
tersebut berulang – ulang diucapkan Dona (35) untuk menghentikan tangis bayi
perempuannya yang masih berusia dua bulan. Bayinya menangis terus karena
terkena flu dan gejala infeksi saluran pernafasan (ISPA).
“Anak saya nangis terus Bang. Susah mendiamkannya. Mungkin
karena dia flu dan batuk. Hidungnya tersumbat, susah bernafas. Ini akibat asap
mungkin. Sudah berobat, tetapi belum sembuh,”keluh Dona dengan nada resah
kepada Harian Jambi di rumahnya, Jalan Pangeran Hidayat, Paal V, Kotabaru, Kota
Jambi, Senin (20/10).
Dona mengeluh karena sejak anaknya lahir, pertengahan
Agustus lalu hingga pertengahan Oktober ini, asap tebal terus – menerus
menyelimuti Kota Jambi. Asap yang menyebabkan kualitas udara memburuk membuat
bayinya sudah beberapa kali terkena flu dan batuk.
Keluhan Dona terkait dampak asap terhadap kesehatan anak-anak tersebut juga
dirasakan ribuan keluarga di Kota Jambi. Keluhan tersebut muncul karena selama
bencana asap melanda Kota Jambi hampir tiga bulan terakhir, warga masyarakat,
khususnya anak-anak yang menjadi korban ISPA sangat banyak.
Kepala Bidang (Kabid) Bina Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, Kaswendi
menjelaskan, jumlah penderita ISPA di Provinsi Jambi hingga Oktober ini
mencapai 205.643 kasus. Kasus ISPA tersebut paling banyak di Kota Jambi, yakni
sekitar 80.976 kasus.
Kemudian kasus ISPA di Muarojambi sekitar 23.151 kasus,
Tanjungjabung Barat (18.158 kasus), Merangin (15.105 kasus), Bungo (13.461
kasus), Sarolangun (13.084 kasus), Tanjungjabung Timur (9.416 kasus),
Batanghari (8.770 kasus), Tebo (8.273 kasus), Kerinci (5.518 kasus) dan Kota
Sungaipenuh (9.911 kasus).
Tingginya kasus ISPA tersebut, lanjut Kaswendi disebabkan
memburuknya kualitas udara, terutama akibat asap kebakaran lahan dan hutan
serta debu kemarau. Bencana asap yang melanda Jambi akibat kebakaran lahan dan
hutan tahun ini terjadi dua kali, yakni Maret – April 2014 dan Agustus –
Oktober 2014.
Disesalkan
Kalangan aktivias lingkungan hidup di Jambi sangat menyesalkan lambannya
penanganan bencana asap serta kebakaran lahan dan hutan di Jambi. Kelambanan
tersebut nampak dari masih terjadinya bencana asap akibat kebakaran lahan dan
hutan di Jambi hingga pertengahan Oktober ini.
Padahal September – Oktober sudah memasuki penghujan.
Kendati bencana asap Jambi telah menelan banyak korban penyakit ISPA,
melumpuhkan transportasi udara dan air berbulan-bulan, namun penanganan bencana
asap serta kebakaran lahan dan hutan tak maksimal.
Kelambanan penanganan bencana asap serta kebakaran lahan dan hutan tersebut
membuat para aktivis lingkungan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI)
Warung Konservasi Informasi (Warsi) Jambi dan Wahana Lingkungan Hidup Provinsi
Jambi, baru-baru ini mengadakan aksi unjuk rasa. Mereka menyesalkan sikap
pemerintah yang kurang tanggap terhadap dampak bencana asap bagi warga
masyarakat.
Kemudian para aktivis lingkungan hidup tersebut juga
menyesalkan kelambanan jajaran aparat keamanan dalam mencegah dan menangkap
para pelaku pembakaran lahan dan hutan.
Direktur Eksekutif Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warung Informasi
Konservasi (Warsi) Jambi, Rudy Syaf mengatakan, bencana asap yang melanda Jambi
dan beberapa provinsi di Sumatera disebabkan kelalaian pemerintah dan
perusahaan perkebunan swasta dalam mencegah kebakaran lahan dan hutan.
Kelalaian itu terbukti dari terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Jambi,
Sumaterea Selatan dan Riau setiap musim kemarau, termasuk musim kemarau tahun
ini.
Menurut Rudy, bencana asap di Jambi, Sumatera Selatan dan
Riau saat itu bukanlah bencana mendadak. Sejak awal musim kemarau, Juni lalu
sudah banyak terjadi kebakaran lahan dan hutan di Jambi, Sumatera Selatan dan
Riau. Di Jambi sendiri sudah terjadi kebakaran lahan dan hutan sejak Januari.
“Jumlah hotspot atau lokasi kebakaran lahan dan hutan di
Jambi sejak Januari – Oktober ini mencapai 1.274 titik. Hal ini terjadi karena
pemerintah dan pengusaha perkebunan lalai mencegah dan menanggulangi kebakaran
lahan dan hutan,” katanya.
Dikatakan, pihak KKI Warsi Jambi pada April – Mei lalu,
pihaknya sudah mengingatkan pemerintah daerah setempat, pengusaha dan petani di
Jambi mengenai terjadinya El Nino atau kemarau panjang di Jambi tahun ini.
Peringatan itu dilakukan mengenai media massa. Terkait
dengan El Nino tersebut, pemerintah dan instansi terkait di Jambi, para
pengusaha perkebunan serta para petani diingatkan agar secara dini mencegah
kebakaran lahan dan hutan, khususnya kebakaran di kawasan gambut. Peringatan
itu disampaikan karena berdasarkan pengalaman tahun – tahun sebelumnya,
kebakaran kawasan gambut di Jambi selalu sulit dipadamkan dan tetap menimbulkan
bencana asap.
“Tetapi peringatan tersebut kurang mendapatkan respon
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders), khususnya di perkebunan dan
kehutanan. Pengawasan terhadap pembakaran lahan dan hutan pun selama tiga bulan
kemarau melanda Jambi kurang dilakukan secara serius. Akibatnya kebakaran lahan
dan hutan gambut tak terhindari lagi, bencana asap pun melanda daerah ini,”
katanya.
Sementara itu, Kapolda Jambi, Brigjen Pol Bambang Sudarisman
Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Jambi, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)
Almansyah, pihaknya sudah cukup bertindak tegas terhadap para pelaku pembakaran
lahan dan hutan di daerah itu. Tindakan tegas itu dibuktikan dengan penangkapan
belasan pelaku pembakaran lahan dan hutan di Jambi sejak September – Oktober
ini.
Dikatakan, kasus pembakaran lahan dan hutan yang ditangani
Polda Jambi saat ini sebanyak 13 kasus dengan 13 tersangka. Kasus pembakaran
lahan dan hutan itu terjadi di Kabupaten Sarolangun, Batanghari, Tebo,
Tanjungjabung Barat dan Tanjungjabung Timur. Kasus pembakaran lahan dan hutan
di Batanghari dengan tiga orang tersangka dan di Tanjungjabung Barat dengan
delapan orang tersangka sudah dilimpahkan kepada pihak kejaksaan.(*/lee)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar